Polsek di Jayapura Anggap Teror Bom ke Victor Mambor bukan Pidana

Penulis : Gilang Helindro

Aktivis HAM Papua

Jumat, 22 Maret 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - LBH Pers, Perkumpulan Bantuan Hukum Pers (PBHP) Tanah Papua, dan AJI Indonesia mendesak Kepala Kepolisian RI dan Polisi Daerah Papua mengevaluasi kinerja Polsek Jayapura Utara dan segera mengungkap dalang di balik teror bom terhadap jurnalis Victor Mambor.

Polsek Jayapura Utara, Provinsi Papua, kembali menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus teror bom terhadap jurnalis Victor Mambor pada 1 Maret 2024. 

Andi Astriyaamiati Al, pengacara publik Perkumpulan Bantuan Hukum Pers Tanah Papua mengatakan, penghentian untuk kedua kali ini, memperkuat impunitas terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis di Tanah Papua.

“Pengungkapan kasus ini cukup lamban, SP3 yang dikeluarkan juga terkesan terburu-buru dan dipaksakan,” kata Andi, dikutip Rabu, 20 Maret 2024. 

Olah TKP teror Bom di halaman rumah Victor Mambor. Foto: Istimewa/ Dok Jubi

Andi menyebut, Surat Perintah Penghentian Penyidikan bernomor SPPP/8/III/2024/Reskrim itu diterima Victor Mambor pada 18 Maret 2024. Polsek Jayapura Utara beralasan kasus itu dihentikan karena tidak termasuk tindak pidana atau tidak cukup bukti. SP3 itu janggal karena terbit di hari yang sama saat Victor Mambor diperiksa sebagai saksi korban.  

Penghentian penyidikan kasus teror bom terhadap jurnalis Victor pertama kali diterbitkan secara diam-diam pada 12 Mei 2023. Victor bahkan baru mengetahui kasusnya dihentikan setelah menerima surat dari Komnas HAM Perwakilan Papua yang menerima penjelasan dari Polda Papua bahwa kasus tersebut telah dihentikan.

Ade Wahyudin, Direktur LBH Pers mengatakan, tindakan Polsek Jayapura Utara itu tidak profesional lantaran dalam proses penyidikan sejak 1 Mei 2023 telah ditemukan bukti-bukti yang cukup dan sah. 

Hasil laboratoris kriminalistik juga menguatkan bahwa barang bukti berupa 14 bungkus sampel plastik, positif mengandung senyawa kimia yang mudah meledak (explosive) dan mudah terbakar. Barang bukti lain berupa 27 bungkus sampel kapas juga positif mengandung senyawa kimia yang mudah terbakar. 

“Selain itu, Reskrim Polsek Jayapura Utara telah memeriksa 6 orang saksi termasuk saksi pelapor dan satu saksi ahli, serta dua video CCTV yang merekam pelaku,” kata Ade.

Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ika Ningtyas mengatakan terbitnya SP3 untuk kedua kali itu makin menegaskan bahwa Polsek Jayapura Utara tidak memiliki komitmen terhadap kebebasan pers. SP3 itu membuat pelaku kejahatan terhadap jurnalis bebas berkeliaran dan meningkatkan ancaman terhadap keselamatan jurnalis di Papua.

“Selama ini kebebasan pers di Tanah Papua cukup rendah. Dihentikannya kasus teror bom mengkhawatirkan bagi masa depan kebebasan pers di Papua,” kata Ika. 

LBH Pers dan Perkumpulan Bantuan Hukum Pers (PBHP) Tanah Papua dan AJI Indonesia mendesak Presiden RI untuk menjamin keselamatan jurnalis yang meliput di Papua dan menghentikan budaya impunitas dengan memerintahkan aparat hukum mengusut seluruh kasus kekerasan terhadap jurnalis yang pernah terjadi di Papua secara independen dan transparan.