Dapat Rp 3 Triliun, Pakar: Trilogi Ekologis Menanti KLHK
Penulis : Redaksi Betahita
Konservasi
Kamis, 09 Mei 2019
Editor : Redaksi Betahita
Betahita.id – Belum lama ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima anggaran senilai Rp 3 Triliun dari APBN untuk reboisasi dan pemulihan lahan kritis. Apakah signifikan dan strategis bantuan tersebut?.
Baca juga: KLHK Perlu Anggaran Rp 200 T untuk Rehabilitasi DAS, Target Selesai 2030
Pakar lingkungan, Dr Elviriadi mengatakan, angka 3 triliun rupiah ika dilakukan tepat sasaran cukup membantu memulihkan kondisi hutan Indonesia yang sedang babak belur. Hal ini disampaikan saat dihubungi dari Jakarta, Rabu, 8 Mei 2019.
Sebelumnya, KLHK menyiapkan dana kurang lebih Rp 3 triliun untuk rehabilitasi hutan dan lahan yang rusak akibat kebakaran hutan. Dana tersebut, sesuai arahan Presiden Jokowi, karena di tahun 2019 KLHK memprioritaskan melakukan upaya pemulihan dan rehabilitasi hutan, reklamasi dan pemulihan ekosistem hutan.
“Di tahun 2019 ini kita memang memprioritaskan anggaran khususnya Direktorat Jendral Lingkungan Hidup, paling besar dari direktorat lainnya kurang lebih hampir Rp 3 triliun dari perencanaan Rp 9 triliun. Dana besar tersebut dialokasikan untuk rehabilitasi hutan dan lahan dengan pola pendekatan yang sangat di butuhkan di lapangan,” ujar Sekjen KLHK Bambang Hendroyono dalam keterangan resminya.
Nantinya penanaman pohon untuk mengembalikan fungsi hutan, khususnya hutan yang berada di bagian hulu.
“Pendekatan seperti itu sesuai arahan bapak Presiden dan dilaksanakan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya. Bahwa kita tahu di hulu itu ada kawasan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi, jadi nantinya kita tidak akan membiarkan masyarakat merusak hutan di bagian hulu,” katanya
Menurut Bambang, bagian hulu ini menjadi bagian dari 15 prioritas Daerah Aliran Sungai (DAS) dan 15 Prioritas Danau. Pola penanaman, melihat situasi bagaimana mendukung infrastruktur waduk dan bendungan yang nantinya memerlukan ketersediaan air.
“Itulah mengapa dari sekarang kita menanam pohon sebanyak mungkin untuk diharapkan 5 tahun ke depan hutan akan kembali pada fungsinya, dengan pendekatan konservasi tanah dan air dan juga faktor lingkungan,” terangnya
Pihak kementerian sering mensosialisasikan kepada masyarakat yang tinggal di hulu, dan di kawasan hutan lindung agar tidak merusak hutan untuk bercocok tanam dan aktivitas lainnya.
Menurut Elviriadi, selama ini realisasi dana rehabilitasi sering menguap. “Sehingga banyak Bupati, pejabat negara yang masuk bui. Faktornya ada dua, pertama proses tender yang KKN dan kedua penanaman bibit pohon itu kan supervisiya sulit,” katanya.
“Lokasi lahan kritis itu berada di lereng bukit, di tengah hutan atau di pinggir pantai untuk mangrove. Begitu disemai bibit belum kelihatan vegetatif dan generatifnya, jadi pengecekan aparat hukum relatif susah,” katanya.
Elviriadi menjelaskan, terdapat 4, 4 juta hektar lahan sangat kritis yang tersebar di Kalimantan, Sumatera dan Jawa. Posisinya di Eks HPH, di areal konsesi yang masih aktif dan pertambangan. Harusnya korporasi berkewajiban mereklamasi dan merehabilitasi DAS dan ekosistem hutan. Tapi hal ini nyaris tak terpantau. “Dengan dana APBN uang rakyat itu, diperlukan integritas moral dan sistem yang fair dalam realisasi anggaran Rp 3 triliun tersebut,” katanya.
Menurut dia, selama ini upaya rehabilitasi semacam itu ternyata tidak cukup efektif karena antara upaya perbaikan dengan eksploitasi belum berimbang. Inilah tantangan berat Kementerian LHK. Selain gerakan amar makruf ala Siti Nurbaya, ada 2 variabel lagi. Yaitu pemberantasan aktor pemain sumberdaya alam dan pollitical will presiden. “Itu tiga hal kunci yang saya sebut Trilogi Ekologis,” katanya.