Akhir Kisah Manggala dan Panda

Penulis : Redaksi Betahita

Konservasi

Jumat, 21 Februari 2020

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Setelah bekerja sama selama 20 tahun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memutus hubungan dengan Yayasan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia. Organisasi konservasi itu menilai keputusan tersebut dilakukan secara sepihak oleh KLHK karena nihil dialog.

Ketua Badan Pembina WWF Indonesia Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, kabar itu mendadak. Pasalnya, perjanjian kerja sama sejak 13 Maret 1998 itu seharusnya masih berlaku hingga 2023.

"Kami menghormati (keputusan itu), tapi punya banyak pertanyaan. Mengapa mendadak diputus hubungannya? Kami bertanya, tapi sampai sekarang tidak ada jawaban," ucap Kuntoro dalam media briefing di Fairmont Hotel, Jakarta, akhir Januari 2020.

Pertanyaan Kuntoro itu menyangkut alasan di balik pemutusan kesepakatan kerjasama konservasi per 5 Oktober 2019 oleh KLHK. Keputusan itu disahkan melalui SK Menteri nomor SK.32/Menlhk/Setjen/KUM.1/1/2020 yang diterbitkan pada 10 Januari 2020.

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)./Foto Dok. WWF Indonesia

Menurut Kuntoro, pihaknya telah beberapa kali menghubungi Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar sejak menerima informasi pemutusan hubungan kerja 2019 lalu. Namun tidak ada respon.

“Kita menyesalkan mengapa sepihak? Apa tidak bisa dirembuk dulu, siapa tahu ada sesuatu yang bisa kita pahami, dan dengan begitu dapat memperbaiki diri?” kata Kuntoro.

Direktur Komunikasi WWF Indonesia Elis Nurhayati mengatakan, pihaknya mengetahui pemutusan hubungan kerja secara resmi pada 7 Oktober 2019. WWF menerima dua surat dalam satu amplop. Surat bertanggal 28 Maret 2019 berisi tentang pemberitahuan evaluasi WWF Indonesia oleh KLHK. Surat kedua, bertanggal 4 Oktober 2019, berisi tentang pemutusan hubungan kerja sama.

"Kita sudah triple check ke bagian persuratan kita. Apa ada surat KLHK masuk bulan Maret atau April? Tidak ada. Di email pun tidak ada," kata Elis.

Surat bertanggal 28 Maret 2019 itu - bernomor S.29/MENLHK-SETJEN/ROKLN/KLN.0/3/2019 diidentifikasi berasal dari Biro Luar Negeri oleh salah seorang staf Tata Usaha Sekretariat Jenderal KLHK. Namun, Biro Luar Negeri mengakui hanya mengeluarkan surat bertanggal 4 Oktober.

"Mohon berkomunikasi dengan Biro Humas," kata seorang staf Biro Luar Negeri, dikutip Majalah Tempo pada 1 Februari 2020 lalu.

Terlepas dari itu, sejak awal WWF Indonesia tidak dilibatkan dalam proses evaluasi kerja sama itu. Menurut pelaksana tugas chief executive officer WWF Indonesia Lukas Laksono Adhyakso, WWF sama sekali tidak menerima hasil evaluasi dari KLHK.

"Seharusnya hasil evaluasi disampaikan sebagai sebuah laporan yang mereka share kepada kami, tapi kami tidak menerima sama sekali," kata Lukas.

Alasan pemutusan kerja sama

Dalam surat keputusan yang didapatkan Betahita, terdapat empat poin utama yang menjadi pertimbangan KLHK memutuskan hubungan kerja sama dengan WWF Indonesia. Pertama, WWF Indonesia telah memperluas lingkup kerjanya.

Kedua, kegiatan WWF Indonesia dalam bidang iklim, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, serta pengelolaan sampah di lapangan tidak memiliki dasar hukum kerja sama yang sah.

Ketiga, adanya pelanggaran prinsip kerja sama dan pelanggaran kerja lapangan serta klaim sepihak yang tidak sesuai fakta di lapangan. Keempat, adanya pelanggaran substansi kerja sama melalui serangkaian kampanye media sosial dan publikasi laporan yang tidak sesuai fakta.

Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono mengaminkan keempat poin tersebut. Menurutnya, lingkup kerja sama KLHK dengan WWF Indonesia pada awalnya terbatas pada konservasi dan keanekaragaman hayati. Bambang menggangap ruang lingkup kerja yayasan itu telah masuk ke banyak aspek, termasuk lahan, perubahan iklim, dan sampah.

"Yang pasti karena MoU-nya sejak Maret 1998 sudah tidak sesuai dan harus diganti," kata Bambang melalui teks WhatsApp pada 30 Januari 2020.

Bambang mengatakan, WWF Indonesia juga bekerja di beberapa lokasi tanpa sepengetahuan KLHK. Kementerian yang berkantor di Gedung Manggala Wanabakti, Senayan, itu menggangap beberapa kegiatan WWF Indonesia ilegal karena tidak memiliki izin dari kementerian tersebut.

"Ada overclaim pekerjaan oleh WWF Indonesia dan tidak ada mutual respect kepada pemerintah yang sah," kata Bambang.

Isu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah konsesi restorasi ekosistem WWF Indonesia juga menjadi pemicu keputusan Menteri Siti. PT Panda Lestari, anak usaha Yayasan WWF Indonesia, memegang saham mayoritas di PT Alam Bukit Tigapuluh (PT ABT) di Kabupaten Tebo, Jambi. Luas konsesi PT ABT mencapai 35 ribu hektare.

Menurut Elis, pada karhutla 2019, lahan yang terbakar di konsesi PT ABT tersebut adalah 100 hektare. Mayoritas lahan yang terbakar merupakan kawasan yang dirambah dan dibalak secara masif untuk ditanami kelapa sawit dan karet secara tidak sah oleh pihak lain.

Karhutla tersebut dipandang KLHK sebagai bentuk ketidakmampuan WWF Indonesia mengelola lahan konsesinya. WWF Indonesia juga telah melakukan mobilisasi media sosial secara berkesinambungan. Bambang menilai WWF Indonesia telah menegasikan usaha dan mendiskreditkan pemerintah, dalam hal ini KLHK.

"Seharusnya kerja sama berdasarkan peraturan perundangan Republik Indonesia dan mutual respect. Dalam SK itu pertimbangan cukup jelas sehingga kerja sama dengan WWF Indonesia terpaksa harus diakhiri," kata Bambang.

Ketua Badan Pengurus WWF Indonesia Alexander Rusli menyanggah pihaknya melakukan overclaim melalui media sosial (medsos). Hal ini diaminkan oleh Lukas.

"Memang kami memadamkan di wilayah kerja kami. Dan kami kampanye di medsos. Bila di medsos sering muncul, bukan intensi kami untuk berkompetisi," jelasnya.

Terus bekerja

Keputusan Menteri Siti telah membawa dampak bagi program kerja WWF Indonesia di Tanah Air.  Menurut Kuntoro, terdapat 30 proyek (dari total 130 proyek WWF Indonesia) yang kandas akibat pemutusan hubungan kerja sama itu. Proyek-proyek itu berlokasi di 19 kawasan konservasi seperti Taman Nasional Ujung Kulon di Banten, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di lampung, dan Suaka Kelian di Kalimantan Timur. Suaka Kelian merupakan tempat perawatan satu-satunya badak Sumatera yang ditemukan di Kalimantan Timur.

"Hal ini dengan sedih dan terpaksa kita tinggalkan," kata Kuntoro.

Namun, Lukas mengatakan pihaknya sedang berupaya meminimalisir dampak pemutusan kerja itu, khususnya personel dan kerja konservasi. Salah satu strateginya adalah menawarkan KLHK untuk mempekerjakan staf.

"Kita punya expertise di wilayah konservasi. Hal ini akan kami tawarkan kepada KLHK dan organisasi yang lingkup kerjanya serupa dengan WWF Indonesia," kata Lukas.

Selain manajemen dampak, WWF Indonesia akan memulai transisi kegiatannya di wilayah KLHK. Salah satunya adalah serah-terima program serta pengembalian aset kepada KLHK. Saat ini WWF Indonesia akan fokus dalam mengembalikan aset-asetnya kepada KLHK. Alexander mengatakan pihaknya akan segera melakukan transisi kegiatan di wilayah KLHK.

"Kami sebagai organisasi masyarakat madani memang bersifat sebagai penyeimbang. Kalau sudah waktunya transisi, mungkin peran kami di area tersebut sudah tidak dibutuhkan," katanya.

Pemutusan hubungan kerja itu tak lantas menciutkan niat WWF Indonesia untuk terus bekerja. Menurut Alexander, organisasi itu masih memiliki program di isu kelautan, serta perjanjian kerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Kementerian Desa.

"Kegiatan lain berjalan seperti biasa. Kami akan terus bekerja," katanya.