Upan Masuk 10 Tanaman Terancam Permen Siti

Penulis : Redaksi Betahita

Biodiversitas

Jumat, 20 Maret 2020

Editor : Redaksi Betahita

BETAHITA.ID -  Upuna borneensis atau biasa disebut Upan, status hukumnya saat ini tak lagi dilindungi. Awal 2019 lalu, bersama dengan 9 jenis tumbuhan lain, Upuna borneensis dikeluarkan dari daftar tumbuhan dilindungi yang diterbitkan pemerintah.

Padahal tumbuhan tersebut bersifat endemis dan memiliki keteracaman tinggi. Tidak hanya itu, Upuna juga merupakan jenis monotipik, yang artinya genus yang hanya memiliki satu spesies saja.

Status konservasi Upuna borneensis berdasarkan IUCN Redlist  adalah endangered atau terancam punah. Ancaman terhadap Upan kebanyakan berasal dari ekspolitasi berlebihan yang tidak terkontrol dan alih fungsi habitat alaminya. Sementara penyebaran tumbuhan ini terbatas dan bersifat endemis. Yakni hanya terdapat di Kalimantan saja.

Dalam Cites (Convenstion on International Trade in Endangered Species) of Wild Fauna and Flora, Upuna borneensis tercatat masuk dalam dalam kategori Apendiks II. Spesies dalam Apendiks II tidak segera terancam kepunahan, tetapi mungkin terancam punah bila tidak dimasukkan ke dalam daftar dan perdagangan terus berlanjut.

Pohon Upan atau Upuna borneensis. Tumbuhan yang monotipik endemik Kalimantan ini dikeluarkan dari daftar jenis tumbuhan dilindungi oleh pemerintah./Foto: en.m.wikipedia.org

Selain itu, Apendiks II juga berisi spesies yang terlihat mirip dan mudah keliru dengan spesies dalam Apendiks I. Otoritas pengelola dari negara pengekspor harus melaporkan bukti bahwa ekspor spesimen dari spesies tersebut tidak merugikan populasi di alam bebas.

Upaya konservasi Upuna borneensis dapat dilakukan dengan didasarkan pada tiga pilar Convention on Biological Diversity (CBD) yaitu perlindungan, pengawetan plasma nutfah dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan prinsip kelestarian. Upaya perlindungan jenis telah dilakukan melalui ratifikasi Red List IUCN oleh pemerintah dan penunjukan beberapa habitat Upuna borneensis sebagai kawasan konservasi seperti Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya dan Cagar Alam Gunung Niut.

Keterancaman terhadap Upuna borneensis kondisinya saat ini semakin tingi. Di satu sisi ekspoitasi dan alih fungsi habitatnya tak berkesudahan, upaya konservasi serta kondisi populasi  di hutan alam saat ini juga belum diketahui secara jelas.

Eksploitasi Upuna ini berkaitan dengan kualitas kayunya yang terbilang baik. Oleh karena sifat keras dan berat serta awet, kayu Upuna sering digunakan untuk konstruksi luar, seperti jembatan, balok penahan rel kereta api, bangunan pelabuhan atau lepas pantai dan konstruksi utama bangunan rumah. Selain itu tumbuhan ini diakui memiliki senyawa kimia yang digunakan dalam sektor obat-obatan.

Guru Besar Universitas Mulawarman, Prof. Dr.Ir. Paulus Matius, M.Sc. mengatakan Upuna borneensis atau kayu ampreng termasuk salah satu jenis kayu yang rentan terhadap kepunahan (vulnarable) menurut standar IUCN Redlist. Tumbuhan ini merupakan jenis endemik Pulau Borneo atau Kalimantan.

Upuna borneensis biasanya tumbuh menyebar di hutan hujan dataran rendah. Namun ditemukan tidak terlalu banyak dan tidak mengelompok. Prof. Paulus Matius menyebut belum ada upaya konservasi secara khusus yang dilakukan terhadap tumbuhan ini.

“Merupakan salah satu jenis anggota Dipterocarpaceae. Tidak ada konservasi khusus terhadap jenis ini ataupun jenis lain yang dilakukan pemerintah,” kata Prof. Paulus Matius, Rabu (18/3/2020).

Kayu Upuna, lanjut Prof. Paulus, sejauh ini masih menjadi sasaran pembalakan karena memiliki kualitas kayu yang bagus. Apalagi biasanya tumbuhan ini dapat tumbuh hingga mencapai ukuran yang besar.

“Ya (sasaran pembalakan), termasuk kelompok meranti. Di pedalaman sering digunakan untuk membuat perahu.”

Prof. Paulus menambahkan, Upuna biasanya tumbuh pada tanah yang agak berpasir. Sama seperti jenis meranti pada umumnya, Upuna umumnya berbuah 2 sampai 3 tahun sekali. Dengan kata lain, regenerasi atau permudaan alaminya tidak bisa dibilang mudah, namun tidak bisa dikatakan sulit juga.

Kayu Upuna memiliki teras berwarna coklat gelap dan berangsur menjadi lebih terang ketika mengering dan menjadi gelap kembali setelah teroksidasi oleh udara. Kayu gubal berwarna coklat terang kekuningan atau tidak terlalu berbeda dengan kayu teras. Tekstur kayu halus, berminyak tanpa bau atau rasa tertentu. Kayu Upuna memiliki serat yang padat dan mengandung resin sehingga agak sulit untuk dipotong atau dibelah.

Masyarakat Kalimantan Barat, khususnya di daerah Sekadau, Ketapang dan Sanggau mengenalnya dengan nama kayu Penyauk, nama yang sama digunakan oleh masyarakat Melayu Serawak. Kayu Upuna sering dijadikan sebagai pengganti kayu Ulin atau Eusiderxylon zwageri dikarenakan kualitasnya yang dianggap setara dengan kayu kelas terbaik tersebut.

Ilmuwan menganggap Upuna merupakan satu-satunya genus dari famili Dipterocarpaceae yang tidak tercatat dari masa lampau. Diduga bahwa genus Upuna merupakan satu genus primitif dari famili Dipterocapaceae berdasarkan sebarannya yang sangat terbatas sehingga cenderung seperti terisolasi dan beberapa karakter pada daun, bunga, dan buah yang ditemui di genus lainnya.

Nama Upuna sendiri berasal dari nama lokal dari suku dayak Iban, Upun, dan nama spesiesnya didasarkan pada status endemik jenis ini di Borneo. Berdasarkan klasifikasi dunia tumbuhan, Upuna borneensis merupakan jenis tunggal dari genus Upuna (Monotypic genus) dan merupakan satu-satunya genus endemik Pulau Borneo dari family Dipterocarpaceae.

Tercatat lokasi penemuan individu Upuna borneensis di Indonesia berada di Sekadau, Kalimantan Barat, Sengatta Kalimantan Timur, dan satu koleksi dari pulau Jawa, di Jasinga, Bogor

Upuna borneensis sebelumnya pernah sempat mendapat perlindungan hukum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Kehutanan (PermenLHK) Nomor P.20 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi. Namun status dilindungi Upuna borneensis tersebut tak lama bertahan.

Beberapa bulan setelah PermenLHK Nomor P.20 terbit, pemerintah menerbitkan PermenLHK Nomor P.106 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua PermenLHK Nomor P.20 Tahun 2018. Dalam PermenLHK Nomor P.106 Tahun 2018 tersebut, Upuna borneensis dikeluarkan atau tak lagi ada dalam daftar jenis tumbuhan yang dilindungi.

Upuna borneensis memiliki habitus pohon besar, tinggi mencapai 45 (55) m dan diameter 1,5 (1.9) m. Batang bulat, lurus dengan banir tinggi hingga 2 meter. Kulit batang licin dan mengelupas. Buah Upuna boornensis memiliki 2 sayap panjang dan tiga sayap pendek, daun oblong, elips atau obovate, tangkai daun terkadang peltate, bagian bawah daun berwarna keputihan dengan rambut halus jarang, berwarna kekuningan.

Upuna boornensis hidup di dataran rendah perbukitan yang menjadi ciri khas hutan-hutan Dipterokarpa pada ketinggian antara 0-500 mdpl pada dataran kering dengan tanah berpasir ataupun di hutan kerangas.