Orangutan Bisa Kena Virus Corona, Perlu Social Distancing
Penulis :
Biodiversitas
Sabtu, 11 April 2020
Editor :
BETAHITA.ID - Virus corona mengancam kehidupan kerabat terdekat manusia yaitu kera besar, termasuk orangutan, yang saat ini masih tersisa di Kalimantan dan Sumatera. Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature disebutkan bahwa primata ini juga memiliki kerentanan terhadap penyakit pernapasan seperti manusia.
Penelitian itu ditulis oleh 25 peneliti dan menyerukan mendesak perlunya membatasi interaksi manusia dengan kera besar hingga risiko penyebaran virus corona mereda. 'Social distancing' kera besar terhadap manusia disarankan dilakukan di alam liar, cagar alam, dan kebun binatang.
Ahli ekologi penyakit dari Emory University, Amerika Serkat, Thomas Gillespie, yang juga penulis utama penelitian menerangkan, pandemi COVID-19 bukan hanya situasi kritis bagi manusia. ”Ini juga berpotensi situasi mengerikan bagi kera besar. Ada banyak yang dipertaruhkan bagi mereka yang terancam punah,” ujar dia, seperti dikutip laman Phys, Senin, 6 April 2020.
Beberapa negara telah menangguhkan tempat wisata kera besar, dan yang lain yang terkait dengan wisata kera serta penelitian lapangan perlu mempertimbangkan secara serius. Hal yang sama juga berlaku untuk cagar alam dan kebun binatang di mana kera besar dan manusia berada dalam kontak yang lebih dekat.
Kera besar tersebut termasuk simpanse, bonobo, dan gorila, yang hidup di sebagian Afrika sub-Sahara, dan orangutan yang asli dari hutan hujan Indonesia dan Malaysia. Saat ini Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) mendaftarkan simpanse dan bonobo sebagai spesies yang terancam punah, termasuk gorila dan orangutan.
Kehilangan habitat, perburuan dan penyakit adalah ancaman utama bagi kera besar yang tersisa. Namun, paparan virus yang memiliki efek ringan pada manusia, seperti yang menyebabkan flu biasa, telah dikaitkan dengan kejadian kematian pada primata liar.
Karena virus corona yang menyebabkan COVID-19 berakibat fatal bagi sebagian manusia, para ahli khawatir virus itu berpotensi menghancurkan kera besar. Bukti menunjukkan COVID-19 dapat ditularkan oleh orang-orang yang hanya memiliki gejala ringan, dan mungkin bahkan mereka yang tidak menunjukkan gejala.
Menurut Gillespie, orang-orang yang lebih muda, yang mungkin kurang berisiko terinfeksi virus, adalah orang-orang yang lebih cenderung untuk beperpergian ke taman nasional Afrika dan Asia untuk melihat kera besar di alam liar. “Akan sangat sulit untuk memantau apakah mereka terinfeksi COVID-19, karena mereka mungkin tidak memiliki gejala yang jelas,” kata Gillesoie.
Wisata kera besar telah berkontribusi pada konservasi dalam banyak hal positif, memberikan insentif ekonomi bagi pemerintah dan individu untuk mendukung perlindungan mereka. Bantuan juga diperlukan untuk membantu menghadapi kerugian pariwisata dan untuk terus melindungi kesehatan manusia dan kera besar di alam liar di saat pandemi ini.
Tempat wisata telah membiasakan kera besar liar untuk tidak takut pada manusia. Tanpa staf untuk berpatroli dan melindungi mereka, hewan-hewan akan menjadi lebih rentan terhadap pemburu.
"Staf penting harus tetap di tempatnya," kata Gillespie, yang juga anggota IUCN. Dia menambahkan, “tetapi kita perlu memastikan bahwa jumlah staf rendah dan bahwa mereka terlibat dalam proses yang tepat untuk melindungi diri mereka sendiri, dan kera, dari paparan COVID-19."
Fabian Leendertz, dari Robert Koch-Institute, Jerman, yang juga penulis utama mengatakan, sebagai profesional yang fokus pada kera besar, dirinya mengaku memikul tanggung jawab untuk melindungi mereka. “Kami berharap yang terbaik tetapi harus bersiap untuk yang terburuk dan secara kritis mempertimbangkan dampak kegiatan kami terhadap spesies yang terancam punah ini,” kata Leendertz