Spesies Ikan di DAS Citarum Menurun akibat Aktivitas Antropogenik

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Polusi

Senin, 20 Maret 2023

Editor : Sandy Indra Pratama

BETAHITA.ID - Penelitian yang dilakukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan, aktivitas antropogenik di daerah aliran sungai (DAS) Citarum di Jawa Barat, telah berkontribusi pada perubahan komunitas bentik makrovertebrata. Saat ini spesies ikan di salah satu sungai paling kotor di Dunia itu hanya tinggal 9 spesies.

Hal tersebut diungkapkan Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA), BRIN, Jojok Sudarso, pada Seri Webinar PRLSDA ke-3, yang bertema "Penyusunan Decision Support System (DSS) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum", yang digelar Kamis (16/03/2023) kemarin.

Joko menyampaikan pada 2022 lalu timnya telah melakukan penelitian di Sungai Citarum dan menemukan adanya aktivitas antropogenik yang berasal dari industri, pertanian dan perkebunan, urbanisasi dan lain sebagainya.

Menurut Jojok, aktivitas antropogenik di dalam ekosistem sungai, secara langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh pada struktur dan fungsi komunitas biota akuatik. Hal ini biasanya dicirikan dengan adanya perubahan pada kekayaan taksa dan komposisi, terhadap polutan, atribut populasi maupun fungsional feeding-nya.

Foto udara limbah pabrik yang dibuang di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Rancamanyar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat./Foto: Antara

"Dengan adanya perubahan pada struktur dan fungsi biota akuatik ini bisa dibuat semacam konsep bioindikator sehingga dapat diketahui status integritas ekologi dari suatu perairan, seperti adanya penurunan biodiversitas ikan di DAS Citarum yang awalnya terdapat 23 spesies, namun pada tahun 2007 didata hanya tinggal 9 spesies," rinci Jojok.

Jojok mengungkapkan, adanya pengkayaan organik dan perubahan yang dihasilkan dari aktivitas antropogenik di sepanjang gradien sungai Citarum, dapat berkontribusi pada perubahan komunitas bentik makrovertebrata.

Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Hidayat, menyampaikan Sungai Citarum adalah sungai strategis nasional yang beberapa yang sempat menjadi isu diskusi yang negatif beberapa tahun lalu, karena dianggap sebagai sungai yang paling kotor di dunia.

Hal itu diperkuat dengan pengaruh media dengan adanya tayangan dokumenter dan juga riset yang sangat detil tentang pengujian kualitas air yang menghasilkan pengaruh besar terhadap kebijakan pemerintah. Sehingga pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.

"Adanya peraturan itu merupakan suatu langkah yang besar yang bisa kita lihat sekarang efeknya dengan melibatkan banyak pihak, sehingga bisa diuji bandingkan dari sebelum adanya Perpres ini dan kemudian setelahnya, sehingga saat ini kita lihat adanya aktifitas perbaikan di beberapa lokasi DAS Citarum," kata Hidayat.

BRIN saat ini mengembangkan program Decision Support System (DSS) untuk pengendalian kerusakan lahan dan pencemaran sungai dengan studi kasus daerah aliran sungai di bagian hulu Citarum. DSS itu punya manfaat sebagai media bantu dalam pembuatan desain strategi dan rencana teknis pengelolaan sumber daya air dan ekosistem perairan melalui tata kelola dan perbaikan respon hidrologi DAS baik secara kualitas maupun kuantitas.

BRIN mengharapkan pengembangan DSS bisa bermanfaat atau mendukung smart watershed management karena arah pengelolaan DAS ke depan berbasis smart system yang mengintegrasikan dengan sistem informasi, internet, dan sebagainya.

Saat ini purwarupa DSS versi 1.0 yang terdiri dari Decision Support Tool (DST) respon hidrologi, erosi dan transportasi sedimen telah dibangun dan diuji tingkat performanya di DAS Citarum Hulu.

Sistem tersebut dapat dipergunakan untuk keperluan penyedia data respon hidrologi, laju net erosi dan produksi sedimen di lokasi internal DAS yang tidak mempunyai instrumen pengukuran.

Tak hanya itu, sistem tersebut juga dapat dipergunakan untuk pemahaman mekanisme proses hidrologi, erosi dan transformasi sedimen, serta keperluan evaluasi, prediksi dan proyeksi, termasuk juga penentuan area prioritas penanganan dan desain strategi pengendalian erosi dan sedimentasi.