Petani Merica Tanamalia Mohon Diselamatkan Jokowi dari PT Vale
Penulis : Gilang Helindro
Agraria
Selasa, 10 Oktober 2023
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Kebun merica milik petani seluas 4.239 hektare di Desa Ranteangin dan Loeha, Kecamatan Towuti, Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel), terancam ke gusur operasi perusahaan tambang nikel PT Vale Indonesia. Demi menghindarkan kejadian ini, Asosiasi Petani Merica Loeha Raya dan Organisasi Perempuan Loeha Raya, dengan didampingi Walhi Sulsel memohon kepada Presiden Joko Widodo agar menghapus konsesi PT Vale di Tanamalia.
Ancaman Vake tak hanya itu, tapi “Ekosistem Hutan Hujan dan Danau terancam rusak akibat ekspansi atau perluasan tambang nikel,” kata Fatmawati, perwakilan dari Perempuan Pejuang Loeha Raya dalam konfrensi pers, Jum,’at 6 Oktober 2023.
Fatmawati menjelaskan, bagi masyarakat khususnya perempuan, kebun merica adalah warisan yang paling berharga dari orang tua mereka. Kebun merica tersebut adalah sumber kehidupan utama mereka. Dari perkebunan merica tersebut, para petani dapat membiayai kehidupan mereka sehari-hari, membeli kebutuhan pokok dan sekunder, hingga menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang pendidikan tinggi.
Manfaat lainnya yang juga diketahui masyarakat adalah perkebunan merica yang dikelola petani di Tanamalia ternyata mampu mempekerjakan orang lain sebagai buruh tani, dengan upah setiap buruh tani minimal delapan puluh ribu rupiah per hari. Dengan begitu, para petani juga telah membantu pemerintah untuk menurunkan pengangguran, khususnya di Sulawesi Selatan.
Muhammad Al Amin, Direktur Walhi Sulsel mengatakan, berdasarkan studi valuasi ekonomi perkebunan merica petani dan perempuan di Tanamalia yang dilakukan Walhi, didapatkan nilai ekonomi dari produksi perkebunan merica tersebut sebesar 3,6 triliun setiap musim/tahun.
“Angka ini tentu saja tidak dapat diabaikan oleh pemerintah, PT Vale dan pemegang saham PT Vale. mengingat nilai ekonomi, pergerakan dan perputaran ekonomi yang besar dan kontribusi yang juga sangat besar terhadap perekonomian di Indonesia, khususnya di Sulawesi Selatan,” katanya.
Amin menyebut, ancaman pengurusan dan penghilangan sumber mata pencaharian yang semakin nyata terjadi pada petani dan perempuan di Tanamalia, Desa Loeha dan Ranteangin.
“Kami meminta Menteri LHK agar tidak menerbitkan IPPKH baru untuk PT Vale. Memohon kepada Menteri ESDM agar meninjau ulang konsesi tambang Konsesi ke PT Vale di Blok Tanamalia,” katanya.
Ali Kamri Nawir, Petani Loeha Raya menyebut perwakilan petani dan perempuan di Loeha Raya juga mendatangi dan berdiskusi dengan beberapa pemerintah negara lain, di mana perusahaan dan lembaga keuangan mereka turun berinvestasi di PT Vale Indonesia.
Ali bersama petani lain berharap, agar investasi perusahaan dan lembaga keuangan tersebut tidak mengakibatkan penggusuran, kekerasan, intimidasi, teror dan pelanggaran HAM dan pemiskinan masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak. “Kami berharap para pemegang saham PT Vale Indonesia menghormati permintaan ribuan petani dan perempuan yakni melepaskan kebun dan hutan di Tanamalia dari konsesi tambang nikel PT Vale Indonesia,” katanya.