Tak Bangun Kebun Masyarakat, Izin Perusahaan Sawit Bisa Dicabut

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Sawit

Rabu, 11 Oktober 2023

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID - Tidak adanya fasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakat (plasma) menjadi biang konflik warga Desa Bangkal dan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) di Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah (Kalteng). Padahal, menurut aturan, perusahaan besar swasta (PBS) perkebunan wajib membangun plasma. "Yang tidak membangunkan kebun masyarakat atau plasma bisa dikenai sanksi administratif, paling berat berupa pencabutan izin," kata peneliti hukum Auriga Nusantara, Ifziwarti, pada Selasa (10/10/2023).

Ifziwarti mengatakan, ketentuan sanksi tersebut diatur dalam Pasal 51 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Ayat (1) Pasal 51 menyebutkan, perusahaan perkebunan yang memperoleh, termasuk IUP, yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf a, c,e, f, g dan/atau h dikenai sanksi peringatan tertulis 3 kali masing-masing dalam tenggang waktu empat bulan.

"Kemudian pada ayat (3) disebutkan, apabila peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2) tidak dipenuhi, IUP-B, IUP-P atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkan kepada instansi yang berwenang untuk dibatalkan," ujarnya lagi.

Kewajiban yang diatur dalam Pasal 40 Permentan No. 98 Tahun 2013 sendiri, kata Ifzi, salah satunya adalah memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan pembangunan kebun masyarakat diselesaikan paling lama dalam waktu 3 tahun (huruf f).

Ilustrasi industri kelapa sawit. Foto: Istimewa

Ifzi melanjutkan, setelah terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja, perusahaan perkebunan yang tidak memenuhi kewajiban memfasilitasi perkebunan masyarakat sekitar seluas 20 persen sesuai dengan jangka waktu selama tiga tahun dikenai sanksi administratif berupa denda, penghentian sementara dari kegiatan usaha perkebunan dan/atau pencabutan perizinan berusaha perkebunan.

Sanksi denda, Ifzi menerangkan, diberikan kepada perusahaan perkebunan dengan nominal tertentu, yang perhitungannya menggunakan rumus: luas lahan yang diusahakan setara dengan 20% kapasitas unit pengolahan hasil perkebunan x biaya pembangunan kebun per hektare (LA x BPK). Perolehan hasil perhitungan ini akan disampaikan dalam bentuk surat tagihan yang dikeluarkan oleh pemberi izin berusaha.

"Lalu dalam jangka waktu 6 bulan sejak diberikannya surat tagihan ini, perusahaan perkebunan wajib memenuhi kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar," ujarnya. Apabila perusahaan perkebunan tetap tidak memenuhi kewajiban fasilitasi pembangunan setelah surat tagihan diberikan, kata dia, sanksi penghentian sementara selama enam bulan dari kegiatan usaha perkebunan dapat dikenakan.

"Apabila setelah sanksi penghentian sementara perusahaan perkebunan tetap tidak memenuhi kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat, maka sanksi pencabutan perizinan berusaha perkebunan dapat dilakukan. Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian," ujar Ifzi.

Diatur sejak 2007

Ifzi menjelaskan, ketentuan kewajiban perusahaan untuk membangun kebun masyarakat dimulai pada 2007, sejak dikeluarkannya Permentan No. 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Bahwa perusahaan wajib membangun kebun masyarakat sekitar paling rendah 20 persen dari total luas areal kebun yang diusahakan.

"Pembangunan kebun untuk masyarakat yang diatur Permentan No. 26 Tahun 2007 itu dilakukan bersamaan dengan pembangunan kebun yang diusahakan oleh perusahaan," katanya.

Kewajiban perusahaan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat ini kemudian sedikit diubah melalui Permentan No. 98 Tahun 2013 tentang Perubahan Permentan No. 26 Tahun 2007. Pasal 15 ayat (1) Permentan No. 98 Tahun 2013 menyebutkan, perusahaan perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas 250 hektare atau lebih, berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20 persen dari luas areal IUP-B atau IUP.

"Kemudian pada ayat (2), kebun masyarakat yang difasilitasi pembangunannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di luar areal IUP-B atau IUP," ujar Ifzi.

Lalu, masih kata Ifzi, Pasal 40 Permentan yang sama menyebut, kewajiban perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P atau IUP salah satunya adalah memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat bersamaan dengan pembangunan kebun perusahaan dan diselesaikan paling lama dalam waktu 3 tahun.

Ifzi berpendapat, yang harus segera dilakukan pemerintah terhadap persoalan realisasi plasma ini adalah mengoptimalkan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban-kewajiban perusahaan yang telah memiliki perizinan berusaha terkhusus pembangunan kebun masyarakat sekitar. "Kemudian ketegasan melakukan pencabutan izin berusaha atas perusahaan tersebut, apabila sudah diberikan sanksi peringatan tertulis 3 kali masing-masing dalam tenggang waktu empat bulan," ucap Ifzi.