JPIK Siarkan Temuan Deforestasi di Taman Nasional Kerinci Seblat
Penulis : Aryo Bhawono
Deforestasi
Kamis, 18 Januari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Perambahan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) terus terjadi. Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) mengungkapkan kegiatan perambahan di kawasan yang didaulat sebagai warisan dunia oleh UNESCO itu dalam investigasi mereka.
Menurut JPIK, perambahan ini ditemukan di enam kabupaten yang berbatasan dengan TNKS di tiga Provinsi, di antaranya adalah Lebong dan Mukomuko di Bengkulu, Pesisir Selatan dan Solok Selatan di Sumatra Barat, serta Musi Rawas dan Musi Rawas Utara di Sumatra Selatan. Mereka melakukan deteksi bukaan kawasan dengan memanfaatkan pemetaan citra satelit Global Forest Watch dan Forest Watcher, lantas melakukan analisis spasial. Pengamatan ini dilakukan pada rentang September 2022 – Maret 2023. Sejumlah peringatan perubahan tutupan pohon dengan tinggi lebih dari lima meter dan tutupan kanopi lebih dari 60 persen muncul di tiga provinsi yang mereka pantau.
Selanjutnya mereka melakukan analisis lanjut untuk menentukan kawasan pemantauan lapangan pada rentang Juli-Desember 2023.
Peta Pemantauan JPIK di TNKS. Sumber Foto: JPIK
Pemantauan ini dilakukan di enam kabupaten di tiga provinsi. Hasilnya, JPIK menemukan perambahan dalam kawasan TNKS, baik penebangan liar maupun pembukaan ladang.
Pada pemantauan di Bengkulu tim JPIK Bengkulu menemukan para penebang liar mengincar Kayu Meranti Putih dan Keruing. Kayu-kayu TNKS dibawa dalam bentuk balok lantas dijual kepada cukong kayu dari Desa Lubuk Bangko, Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko.
Kayu ilegal ini diduga didistribusikan ke kilang kayu sekitar TNKS dan ada indikasi dijual ke ke pihak tambang untuk camp tenaga kerja perusahaan di Desa Katenong 2.
Informasi masyarakat, kayu meranti putih dari hutan dihargai Rp 4,4 juta/kubik sedangkan kayu keruing dihargai Rp 2,2 juta/ kubik.
Praktik ini pun diduga mendapat perlindungan aparat desa setempat maupun penegak hukum.
“Hal yang menarik ditemukan oleh tim JPIK Bengkulu bahwa ada lahan kelapa sawit yang sudah berumur lebih kurang 4 tahun yang berada di dalam kawasan TNKS,” ucap Direktur Eksekutif Nasional JPIK, Muhammad Ichwan.
Di wilayah Pesisir Selatan, Sumatera Barat, kayu hasil perambahan dijual ke pengepul kayu lokal. Di wilayah Solok Selatan, kayu hasil perambahan dibawa ke sawmill terdekat dengan menggunakan truk.
Selain digunakan untuk kebutuhan masyarakat lokal, ada juga yang didistribusikan ke wilayah lain.
Sedangkan alih fungsi lahan kawasan TNKS menjadi areal pertanian atau perkebunan terjadi di Sumatra Barat.
Sementara di Sumatra Selatan JPIK menemukan kegiatan perambahan yang lebih dominan ke illegal logging. Para perambah menyasar pohon merbau, ulin, meranti merah, meranti putih, perawan, medang seluang, dan medang keladi. Kayu hasil illegal logging di wilayah Musi Rawas Utara dialirkan menggunakan beberapa jalur sungai seperti Sungai Bilik, Gambir, Udang, Gajah, Jabung, hingga berhenti di pangkalan desa. Kayu-kayu tersebut dikirimkan ke Kota Lubuk Linggau.
Kayu yang diangkut sebanyak 10–40 kubik per hari. Permintaan kayu ini biasanya berasal dari masyarakat sekitar yang sedang membutuhkan kayu.
Selain itu di sekitar lokasi illegal logging, terdapat lahan-lahan yang sudah dijadikan pertanian maupun perkebunan.
Di wilayah Musi Rawas, kayu dialirkan juga menggunakan jalur sungai, yaitu Sungai Bal hingga ke Desa Pasenan. Kayu dikirimkan menuju Rupit, Rawas, dan Kota Lubuk Linggau. Kayu diangkut sebanyak 10 – 20 kubik per hari.
Informasi yang dihimpun menyebutkan illegal logging di wilayah Musi Rawas diduga dimodali oleh HF, seorang warga Lubuk Linggau yang diduga memiliki koneksi dengan penegak hukum.
“Pelaku illegal logging diupah berdasar tingkat kekerasan kayu. Kayu lembut akan dihargai Rp 1 juta/kubik, sedangkan kayu yang lebih keras dihargai Rp 1,5 juta/kubik,” ucap Ichwan.
Temuan perambahan hutan dan pondok pengolahan kayu di TNKS Kabupaten Lebong. Foto: JPIK
Ichwan mengatakan pihaknya mendorong Unit Balai TNKS melakukan pendampingan dan sosialisasi kepada warga di sekitar TNKS agar tidak melakukan perambahan. Sedangkan para cukong dan pemodal harus ditindak secara hukum.
TNKS merupakan taman nasional terluas yang ada di Pulau Sumatera. Taman nasional ini berada di 4 provinsi, yaitu Bengkulu, Jambi, Sumatra Barat, dan Sumatra Selatan. Sebagian besar kawasan TNKS merupakan hutan hujan tropis yang melindungi semua flora dan fauna di dalamnya. Beberapa spesies satwa liar dianggap endemik dan terancam punah seperti Harimau Sumatra, Gajah Sumatra, Beruang Madu, Tapir Asia, Rafflesia, dan lainnya.
UNESCO telah menetapkan TNKS sebagai salah satu Situs Warisan Alam Dunia sejak tahun 2004. Namun sejak 2011 hingga kini, TNKS masuk dalam daftar Warisan Hutan Hujan Tropis dengan status terancam.
“Perambahan yang kami temukan ini menunjukkan betapa wajar jika status TNKS dalam bahaya selama bertahun-tahun. Karena hasil deteksi berdasar citra satelit menunjukkan peringatan pembukaan tutupan yang cukup banyak dan ketika dilakukan cek lapangan memang benar-benar ada,” ucap dia.