Polisi Dituduh Abaikan Pidana Korporasi di Kebakaran PT ITSS
Penulis : Aryo Bhawono
Hukum
Selasa, 20 Februari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Penetapan status tersangka terhadap dua pekerja asal China dalam kasus ledakan tungku smelter nikel PT Indonesia Tsingshan Stanless Steel (ITSS) dianggap sebagai upaya untuk menghindari pemidanaan korporasi. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah beranggapan insiden kebakaran di tungku smelter PT ITSS seharusnya menyasar korporasi.
Polda Sulawesi Tengah telah menetapkan dua pekerja asal China, yakni Pengawas Keuangan di PT Zhao Hui Nikel berinisial ZG dan Wakil Supervisor PT Ocean Sky Metal Indonesia (OSMI) berinisial Z pada 10 Februari 2024 lalu. Keduanya dijerat dengan Pasal 188, 359, dan 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Walhi Sulawesi Tengah menyayangkan penetapan tersangka atas dua pekerja ini. Menurut mereka penetapan tersangka ini merupakan upaya mengalihkan pertanggungjawaban pidana kasus ledakan smelter pada level pekerja.
“Data kronologi peristiwa, standard operational procedure (SOP), dan penerapan K3 seharusnya memberikan petunjuk adanya unsur kesalahan dari korporasi,” ucap Kepala Advokasi dan Kampanye WALHI Sulteng, Aulia Hakim pada Minggu (18/2/2024).
Ia menyebutkan perlu pemeriksaan menyeluruh untuk menyasar pertanggungjawaban pidana korporasi. Proses pemeriksaan ini meliputi pemenuhan kriteria standar perusahaan atas kelaikan alat-alat kerja secara berkala dan ketaatan SOP. Jika dua hal ini tidak ada ataupun tidak dilaksanakan maka berpotensi tindak pidana dilakukan oleh korporasi.
KUHP terbaru mengatur rumusan norma penerapan tindak pidana korporasi. Selain itu Peraturan Mahkamah Agung No 13 Tahun 2016 Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi dan Peraturan Jaksa Agung No. 028/A/JA/10/2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi juga mengatur mengenai hal ini.
“Sehingga jelas, semestinya pemeriksaan dapat mengurai dari sisi potensi terjadinya tindak pidana korporasi dalam kasus ini,” ucap dia.
Kronologi ledakan menurut Walhi Sulteng
Informasi yang diperoleh Walhi Sulteng menyebutkan pada 7.30 Wita tanggal 23 Desember 2023, Tungku Ferrosilicon dihentikan aktivitas produksinya karena keretakan pada dinding Tungku. Perbaikan harus dilakukan untuk mengatasi kebocoran ini.
Perbaikan pun dilakukan pada pukul 00.00 Wita, pengerjaannya dilakukan oleh sebagian pekerja PT ITSS dibantu oleh pekerja dari PT Ocean Sky Metal Indonesia (OSMI) dari divisi Eraksen2. Mereka membongkar dinding smelter untuk mengeluarkan sisa cairan (Flek Nikel).
Proses ini awalnya dilakukan dengan bor berdiri (drill press). Namun karena dianggap lambat maka pekerja menambahkan penggunaan alat las oxy asetilina, dengan pembakaran C2H2 dan O2.
Pada pukul 5.27 Wita tanggal 24 Desember 2023, tungku smelter PT ITSS meledak. Diduga pemicu utamanya adalah gas asetilena yang dipakai untuk mempercepat pekerjaan. Gas itu telah terkontaminasi dengan sisa cairan (Flek Nikel) yang keluar dari dinding Smelter. Ledakan inilah yang memicu kebakaran smelter di lantai 1 smelter hingga lantai 3 smelter.
Informasi yang diperoleh Walhi Sulteng menyebutkan pemeliharaan atau perbaikan tungku seharusnya membutuhkan waktu tiga hari untuk mendinginkan sisa cairan nikel yang masih ada dalam tungku. Sehingga proses pengerjaan dilakukan dalam kondisi steril dari cairan panas/flek nikel.
Peraturan Menteri ESDM No.26.k/Th 2018, Pasal 3 ayat (3) huruf C dan huruf D menyatakan perusahaan wajib melaksanakan kaidah teknik pertambangan yang baik, antara lain yang terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pertambangan dan Keselamatan Operasi (KO) pertambangan.
“Kami dengan sangat kuat menduga, kejadian ledakan tungku smelter di kawasan IMIP, disebabkan tidak adanya Standar Operating Procedure (SOP) pemeliharaan/perbaikan tungku yang dijalankan oleh perusahaan, jika ada, tidak akan menimbulkan kejadian yang memakan banyak nyawa pekerja” tegas Aulia Hakim.
Mirisnya jaminan keselamatan dan kesehatan pekerja di kawasan industri nikel, khususnya di Sulteng cukup mengkhawatirkan. Catatan Walhi Sulteng, pasca ledakan tungku smelter milik PT ITSS 24 Desember 2023 kemarin, masih terus terjadi kecelakaan kerja.
Pada rentang 19 Januari hingga 31 Januari 2024 saja terdapat 7 kecelakaan kerja yang dalam rentan waktu 6 hari. Peristiwa ini mengakibatkan 6 pekerja mengalami luka-luka dan 3 pekerja lainnya meninggal dunia.
Walhi Sulteng juga mencatat rentetan kecelakaan kerja 3 tahun terakhir di wilayah kawasan industri nikel di Sulteng, antara lain terdapat 62 pekerja mengalami dan bunuh diri sejak tahun 2020, setidaknya 26 pekerja meninggal dunia, dan 2 pekerja asal China bunuh diri.
Padahal jaminan keselamatan dan kesehatan pekerja telah diatur dalam beberapa regulasi, antara lain, Permen ESDM No.26.k/Th 2018, Pasal 3ayat (3) huruf C dan huruf D dan Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2001 tentang penyelenggaraan industri, dan juga dalam Pasal 101 ayat 6 poin B.
Selain itu fasilitas penunjang yang ada dalam kawasan tidak maksimal, seperti kurangnya layanan ambulance, fasilitas kesehatan diantaranya klinik milik perusahaan terbatas, hingga tidak adanya pintu darurat di setiap gudang dalam kawasan. Alhasil ketika insiden terjadi, seperti meledaknya tungku smelter PT ITSS lalu, banyak korban pekerja yang meninggal dalam perjalanan. Keterbatasan fasilitas dan daya tampung klinik memaksa korban dirujuk ke Rumah Sakit Daerah Morowali, yang jarak tempuhnya memakan waktu 1 jam lebih.
Aulia pun menekankan transparansi publik hasil investigasi ledakan smelter PT ITSS. Sampai saat ini publik tidak mendapatkan informasi secara utuh hasil investigasi
“Saya meragukan kredibilitas dan kompetensi kepolisian dan para kementerian yang sebelumnya diberikan tugas dalam menjalankan proses audit ataupun investigasi,” kata dia.
Selain itu Walhi Sulteng juga mendorong audit K3 dan perbaikan alat produksi. Perusahaan-perusahaan smelter ini seharusnya bisa menjamin keberlangsungan nasib dan nyawa para pekerjanya.