Kiky Saputri Bisa Bercanda, Monyet Besar Juga

Penulis : Aryo Bhawono

Satwa

Minggu, 25 Februari 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Azibo, seekor simpanse muda usil, menabok punggung simpanse dewasa lalu berlari menjauh. Tak ada reaksi, ia pun berguling dan kembali menabok. Simpanse dewasa itu pun mengayunkan pukulan ringan ke arah Azibo, tak sungguh-sungguh tapi sekedar mengusir pembuat onar.

Adegan itu terekam di Kebun Binatang Leipzig, Jerman, dan menjadi salah satu bahan analisis para ilmuwan tentang kebiasaan kera besar bergurau. Mirip dengan anak-anak manusia. 

Empat spesies kera besar, yakni simpanse, bonobo, gorila, dan orangutan, tercatat saling menggoda satu dengan lainnya. Perilaku ini merupakan prasyarat kognitif untuk bercanda. Para ilmuwan menyebutkan perilaku ini mungkin berevolusi dari nenek moyang yang sama jutaan tahun yang lalu.

Para peneliti membuat katalog berbagai macam japery (perilaku konyol atau lelucon) klasik. Misalnya seekor kera akan menawarkan sebuah benda kepada kera lain namun pada detik terakhir ia menariknya kembali. Atau mereka akan mencegah kawan-kawannya meraih sesuatu yang mereka inginkan. 

Beta, orangutan betina dewasa dengan anaknya yang berusia dua tahun, Bitang. Spesies orangutan tapanuli di Batang Toru, Sumatera Utara berada di ambang kepunahan akibat proyek bendungan PLTA. Kredit foto: Andrew Walmsley

Dikutip dari Phys, tindakan usil lain hanya melakukan kebalikan dari apa yang diperintahkan. Beberapa hanya suka menyodok.

Sebagian besar perilaku ini umum terjadi pada anak-anak, mulai dari usia delapan bulan hingga anak-anak yang paling dewasa.

Riset berjudul Spontaneous Playful Teasing in Four Great Ape Species yang dipublikasikan dalam Jurnal Proceeding of the Royal Society B ini menyebutkan candan kera besar itu diantaranya adalah ejekan. Candaan ini membuat kera besar lain turut menikmatinya. 

Penulis utama penelitian ini, Isabelle Laumer mengatakan para peneliti terkejut ejekan ini jarang menghasilkan perilaku agresif.

“Simpanse muda terkadang mengganggu hewan yang lebih tua ketika mereka sedang tidur dengan melompat ke atasnya atau menggigitnya, atau menarik rambutnya,” kata ahli biologi kognitif dan ahli primata Institut Perilaku Hewan Max Planck Jerman itu.

Simpanse yang lebih dewasa itu, kata dia, bereaksi dengan cukup tenang.

Para peneliti menganalisis video simpanse, bonobo, gorila, dan orangutan berdurasi 75 jam yang melakukan pesta pora di kebun binatang. 

Mereka berfokus pada satu remaja dari setiap spesies, para peneliti mengidentifikasi 18 perilaku menggoda yang berbeda.

Simpanse melakukan hal yang paling lucu, mereka suka menampar orang dewasa yang tertidur atau sekadar menghalangi. Orangutan menunjukkan kemahiran dalam mencabut bulu. Gorila adalah penggemar provokasi paling tradisional: dorongan.

Seperti yang dilakukan Azibo, sebagian besar interaksi melibatkan remaja yang mulai menggoda orang dewasa, lalu mengulangi gestur tersebut hingga mendapat reaksi.

Dalam seperempat interaksi, target awal membalikkan keadaan dan langsung menggoda mereka kembali.

Hal ini dapat beralih ke permainan yang lebih tradisional, mereka bergulat, mengejar, mengejek, atau menggelitik satu sama lain. Permainan seperti itu membutuhkan dua hal, godaan lucu dan menargetkan yang lain.

Kemampuan kognitif untuk terlibat dalam lelucon seperti itu pasti sudah ada pada nenek moyang manusia dan semua primata modern setidaknya 13 juta tahun yang lalu, kata mereka.

Namun selain tertawaan, Laumer menolak berspekulasi soal tujuan ejekan di kalangan kera ini. Ia hanya menyebutkan bagi anak-anak, ejekan seperti itu membantu menguji batas-batas sosial, menciptakan kesenangan bersama, dan berpotensi memperkuat hubungan antara si usil dengan sasaran lelucon mereka.