Investigasi Kayu Ilegal Mayawana: Terpantau Diproses di Cina
Penulis : Raden Ariyo Wicaksono dan Kennial Laia
Deforestasi
Rabu, 28 Februari 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Meningkatnya permintaan global untuk pelet kayu, bubur kayu, viscose untuk pakaian, kertas, tisu, dan kemasan memicu gelombang ekspansi baru di Indonesia, terutama di Kalimantan, menurut The TreeMap.
Pada 2023, konversi hutan primer di Indonesia menjadi hutan tanaman industri (HTI) monokultur yang tumbuh cepat dan dikelola secara intensif--sebagian besar berupa hutan tanaman industri (HTI) jenis Acacia sp. atau Eucalyptus sp., mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Studi yang dilakukan The TreeMap, dengan menggunakan citra satelit Sentinel-2 dan Planet/NICFI, menunjukkan bahwa 28.000 hektare hutan primer dikonversi menjadi hutan tanaman industri kayu pulp pada 2023, yang menunjukkan peningkatan sebesar 15% dibandingkan dengan 2022. Sementara jumlah lahan gambut yang dikonversi tetap stabil, yaitu seluas 26.694 hektare yang dibuka pada 2023 dibandingkan dengan 26.997 hektar yang dibuka pada 2022.
Pada 2023, luas areal HTI di Kalimantan bertambah 74.000 hektare, meningkat 12% dari 2022. Ekspansi ini menyebabkan konversi 27.000 hektare hutan primer, meningkat 13% dari tahun sebelumnya, yang mewakili 95% dari deforestasi di Indonesia yang disebabkan oleh produksi kayu pulp.
"Konversi lahan gambut di Kalimantan juga meningkat, dengan 15.585 hektare dibuka, meningkat 79 persen sejak 2022 yang luasnya sekitar 8.727 hektare," kata The TreeMap, Senin (26/2/2024)
The TreeMap menggaris-bawahi, 80% deforestasi pada 2023 terjadi hanya di dua konsesi, yakni di konsesi PT Mayawana Persada dan PT Industrial Forest Plantation (IFP). PT Mayawana Persada sendiri menyumbang 57% dari deforestasi tersebut, yang menyoroti dampaknya yang sangat besar.
"Tren ini konsisten dengan tahun-tahun sebelumnya. Antara tahun 2019 dan tahun 2022, kedua perusahaan ini telah menebangi lebih dari 40.000 hektare habitat utama orangutan," ujar The TreeMap.
Pemilik manfaat utama dari PT Mayawana Persada dan PT Industrial Forest Plantation tidak diketahui, karena kepemilikannya didistribusikan di antara perusahaan-perusahaan yang tidak disebutkan namanya yang berbasis di negara-negara suaka pajak seperti British Virgin Islands dan Samoa.
Namun, investigasi baru-baru ini mengindikasikan bahwa HTI terkait dengan APRIL/Royal Golden Eagle (RGE). Dengan menggunakan alat pelacak, investigasi lain menemukan bahwa hutan yang ditebang dan kayu pulp yang ditanam di konsesi HTI diproses di Cina oleh dua anak perusahaan APRIL/RGE: Asia Symbol dan Sateri.
Bersama Asia Pulp & Paper (APP), APRIL/RGE memimpin produksi dan ekspor pulp di Indonesia, dengan menyalurkan hampir tiga perempat ekspor pulp Indonesia ke Tiongkok. APRIL/RGE saat ini memasok seperempat viscose dunia, untuk sektor pakaian dan perlengkapan rumah tangga melalui anak perusahaan di Tiongkok dan Indonesia.
The TreeMap menyajikan daftar perusahaan yang terlibat dalam konversi hutan dan lahan gambut menjadi hutan tanaman industri (HTI) pada 2023. Masing-masing perusahaan tersebut dikatalogkan dalam Nusantara Atlas, di mana pengguna dapat melihat animasi satelit untuk memverifikasi perubahan tersebut secara independen.
The TreeMap memberi catatan. Definisi 'Hutan primer' yang digunakan The TreeMap mencakup hutan primer yang masih utuh dan juga hutan primer yang telah terdegradasi akibat penebangan kayu secara selektif pada 1980-an dan 1990-an. Hutan yang masih utuh belum mengalami gangguan yang parah oleh manusia dalam beberapa dekade terakhir, atau gangguan tersebut sudah terlalu lama untuk dapat dideteksi oleh satelit.
Hutan yang ditebang secara selektif mencakup hutan yang telah terdampak oleh penebangan pohon secara tradisional maupun penebangan dan ekstraksi kayu secara mekanis yang lebih ekstensif. Hutan yang masih utuh dan ditebang secara selektif serupa dengan hutan 'primer' dan 'sekunder' pada peta hutan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Indonesia.
"Definisi 'hutan' kami tidak termasuk hutan muda yang tumbuh kembali, hutan agro, kebun campuran, semak belukar, hutan tanaman industri, lahan pertanian, dan area yang tidak bervegetasi," kata The TreeMap.
Diadukan, Mayawana akan Terus 'Oke Gas'?
Atas kerusakan yang diduga ditimbulkan Mayawana, Koalisi masyarakat sipil penggiat lingkungan mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan tersebut. Menurut Koalisi, Perusahaan tersebut diduga telah melakukan sejumlah pelanggaran dalam kegiatan usahanya, yang menyebabkan deforestasi, kerusakan ekologis dan habitat orang utan, serta konflik sosial dan pelanggaran hak asasi manusia.
Desakan tersebut disampaikan dalam pertemuan Koalisi yang terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Barat, Link-AR Borneo, dan Satya Bumi, dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Barat pada Jumat, 23 Februari 2024. Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut atas penyampaian “Laporan Kerusakan Ekologis dan Pelanggaran HAM PT Mayawana Persada: Ugal-ugalan Ekspansi HTI di Kalimantan Barat” yang disampaikan pada 28 Desember 2023.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Barat, Hendrikus Adam mengatakan pengamatan di lapangan menemukan bahwa Mayawana terus melakukan penggusuran di kawasan hutan. Karena itu pihaknya mendesak pemerintah pusat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) maupun provinsi untuk segera menyelesaikan masalah itu dengan sanksi yang tegas bagi perusahaan tersebut.
“Atas laporan ini kami berharap menjadi atensi serius untuk segera diselesaikan dan Masyarakat Adat Dayak Kualan di komunitas yang menjadi korban mendapat keadilan,” kata Adam, Senin, 26 Februari 2024.
“Berdasarkan data dan laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan, mestinya sanksi maksimal dapat diberikan dengan serius oleh pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kepada pihak Perusahaan,” tambah Adam.
PT Mayawana Persada merupakan salah satu anak perusahaan Alas Kusuma Group, dengan izin konsesi seluas 138.710 hektare, yang membentang dari Kabupaten Ketapang hingga Kayong Utara, Kalimantan Barat. Menurut laporan Koalisi, perusahaan ini telah menebangi hutan seluas lebih dari 35.000 hektare, di kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi yang merupakan habitat orang utan dan lahan gambut kaya karbon.
Secara rinci, PT Mayawana Persada menebangi sekitar 20 ribu hektare hutan sepanjang 2016 hingga 2022. Perusahaan tersebut melanjutkan penebangan hutan seluas 14 ribu hektare antara Januari dan Agustus 2023. Pada Oktober 2023, mereka membuka hutan tambahan seluas 2.567 hektare. Sehingga totalnya 35 ribu hektare telah ditebang sejak 2016.
Berdasarkan penelusuran data profil perseroan Koalisi mengungkap bahwa perusahaan di bawah Alan Kusuma Group dikendalikan oleh taipan bernama Suhadi kelahiran Tiongkok beserta keluarga dekatnya hingga 2016-2022. Anggota keluarga dekatnya: Amin Susanto, Jeffrey Susanto, Iwan Susanto, Suhadi, dan Budijuwono Handjaja. Nama-nama ini, kecuali Jeffrey Susanto, tercantum dalam dokumen “Panama Paper” sebagai pemegang saham di perusahaan cangkang yang terdaftar di British Virgin Islands bernama First Asset Management Ltd.
Kepemilikan PT Mayawana Persada mengalami perubahan pada Januari 2023, di mana separuh sahamnya diakuisisi oleh perusahaan Malaysia bernama Green Ascend (M) Sdn Bhd.
Adam mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kalimantan Barat menyatakan akan melakukan evaluasi terhadap rencana kerja usaha dan meminta laporan periodik sebagaimana diperintahkan pihak Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK melalui surat yang dikeluarkan pada 12 September 2023 kepada PT Mayawana Persada untuk disampaikan ke Dinas LHK Kalbar.
Ketua Link-AR Borneo, Ahmad Syukri, mengatakan ekspansi perkebunan kayu PT Mayawana Persada telah merusak gambut dan habitat orang utan serta merampas hak masyarakat adat dan komunitas lokal.
Laporan Koalisi mengungkap bahwa lebih dari 64% total wilayah konsesi PT Mayawana Persada secara resmi diakui sebagai habitat orang utan. Namun sejak 2021, deforestasi tahunan justru meningkat di konsesi perusahaan, yang sebagian besar terjadi di habitat orangutan dan lahan gambut. Pada 2022, deforestasi di dalam area kerja PT Mayawana bahkan meningkat hingga empat kali lipat dari tahun sebelumnya.
Hasil studi tahun 2022 yang dilakukan Yayasan Palung menunjukkan bahwa di Hutan Lindung Gambut Sungai Paduan–yang berbatasan dengan PT Mayawana di sebelah selatan–terdapat populasi orang utan yang dihuni 61 individu. Yayasan Palung memperkirakan terdapat cukup banyak populasi orangutan di konsesi PT Mayawana Persada, meskipun hal ini harus dikonfirmasi melalui survei lapangan lebih lanjut.
Berdasarkan Peta Kawasan Hidrologis Gambut (KHG), konsesi PT Mayawana Persada juga berada pada KHG Sungai Durian – Sungai Kualan yang memiliki indikatif fungsi lindung ekosistem gambut dan indikatif fungsi budidaya ekosistem gambut.
Koalisi menghitung bahwa PT Mayawana Persada telah membuka dan mengeringkan lahan gambut seluas 14.505 hektare sepanjang periode 2022-Oktober 2023. Artinya, aktivitas perusahaan tersebut telah mengeluarkan 797.775 metrik ton CO2 atau setara dengan 8,7 juta galon bensin yang terbakar.
Tidak hanya itu, Koalisi menyebut perusahaan tersebut juga diduga mengambil alih tanah masyarakat adat secara paksa dan disertai dengan serangkaian tindakan intimidasi dan kriminalisasi hingga menimbulkan konflik. Salah satunya konflik yang terjadi di Dusun Meraban, Desa Kualan Hilir, Kecamatan Simpang Hulu, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Dia menekankan, hingga pertemuan klarifikasi data atas laporan dugaan pelanggaran yang disampaikan pada Jumat, 23 Februari 2024 tersebut, praktik pembukaan hutan dan lahan masih terus terjadi. Sementara itu tanah adat Bukit Sabar Bubu, yang merupakan wilayah adat Dusun Meraban yang telah dibabat perusahaan yang kini ditanami. Namun tidak kunjung mendapatkan pertanggungjawaban dari perusahaan.
“(Perusahaan) telah merampas tanah milik masyarakat di lima Kecamatan dan 14 Desa di Kabupaten Ketapang dan Kayong Utara,” ujar Ahmad.
Menurut Syukri, praktik usaha PT Mayawana Persada bertentangan dengan cita-cita pemerintah untuk mengurangi deforestasi dan mitigasi perubahan iklim serta penghormatannya terhadap hak asasi manusia. “Pihak KLHK harus memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan tersebut, serta aktor-aktor politik di belakangnya,” katanya.