Koalisi 29 LSM Ungkap Jebakan Batman pada PP Tambang Ormas Agama
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Kamis, 06 Juni 2024
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, koalisi masyarakat sipil yang beranggotakan 29 organisasi masyarakat sipil di tingkat nasional dan daerah, mendesak Presiden Jokowi mencabut PP No 25 Tahun 2024 tentang Perubahan PP No 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Mereka meminta pemerintah melakukan moratorium tambang karena produksi batu bara justru mengancam transisi energi.
Pasal Pasal 83A PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba mengatur penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) secara prioritas kepada badan usaha ormas keagamaan. Sedangkan pada Pasal 195 B Ayat (2) menyebutkan pemerintah dapat memberikan perpanjangan bagi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi selama ketersediaan cadangan dan dilakukan evaluasi setiap 10 tahun.
Koordinator Nasional PWYP Indonesia, Aryanto Nugroho, mendesak Presiden Jokowi untuk mencabut PP ini karena pasal-pasalnya bertentangan dengan UU No 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Minerba.
Pasal 83A PP Nomor 25 Tahun 2024 bertentangan dengan Pasal 75 Ayat (2) dan (3) UU Minerba dimana prioritas pemberian IUPK diberikan kepada Badan Usaha Milik Nasional (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Pasal 74 Ayat (1) UU Minerba juga menyebutkan bahwa pemberian IUPK harus memperhatikan kepentingan daerah.
“Tidak ada satupun pasal dalam UU Minerba, yang memberikan mandat kepada Pemerintah untuk memberikan prioritas pemberian IUPK kepada ormas. Ini jelas-jelas pelanggaran terhadap UU Minerba secara terang benderang!” tegas Aryanto.
Pasal 195B Ayat (2) PP Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba bertentangan Pasal 169A UU Minerba, Kontrak karya (KK) dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak /Perjanjian setelah memenuhi beberapa persyaratan.
“Perpanjangan kepada IUPK tidak boleh serampangan dan ugal-ugalan dengan memberikan selama ketersediaan cadangan, yang berarti bisa beroperasi sampai cadangan habis! Janganlah menggunakan jargon nasionalisme atas kepemilikan saham Indonesia di PT. Freeport Indonesia untuk melakukan pembenaran pelanggaran terhadap UU Minerba,” kata dia pada Rabu (5/6/2024).
Ia mengingatkan terlalu banyak risiko yang menurutnya pemerintah tidak siap untuk mengimplementasikan pasal ini, mulai dari resiko teknis dan mekanisme lelang WIUPK, yakni, risiko teknis pertambangan, resiko lingkungan, resiko akan adanya potensi konflik horizontal, risiko konflik kepentingan, risiko korupsi dan lain-lainnya.
“Ini bukan soal ormas keagamaan dan ormas lain tidak punya kapasitas dan tidak boleh memiliki amal usaha. Karena, dalam praktiknya banyak ormas memiliki amal usaha dan berhasil dengan baik. Yang menjadi persoalan adalah pelanggaran atas UU Minerba dan mekanisme penawaran secara prioritas-nya. Kami justru khawatir ormas keagamaan terjebak dengan aturan bermasalah ini,” ungkap Aryanto.
Kekhawatiran lainnya, ”Ini akan menjadi preseden bagi pemerintah untuk bagi-bagi proyek (secara prioritas) kepada ormas di sektor lain, seperti infrastruktur misalnya, meskipun melanggar aturan UU” jelas Aryanto.
Ia juga mendesak Komisi 7 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menekan Presiden Jokowi membatalkan PP ini. DPR, kata dia, punya kewenangan berupa hak interpelasi dan hak angket. Jika memang itu bisa mengurai kekisruhan ini, hak tersebut layak dilakukan.
Perbaikan Tata Kelola Pertambangan
PWYP Indonesia menyebut pencabutan 1.749 izin tambang mineral, 302 izin tambang batu bara, dan penciutan lahan PKP2B yang diperpanjang menjadi IUPK, seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk melakukan perbaikan tata kelola dan moratorium izin, khususnya sektor batubara.
Buyung Marajo, Koordinator Pokja 30 Kalimantan Timur, salah satu anggota koalisi PWYP Indonesia menyampaikan catatan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menunjukkan 3.033 lubang bekas tambang, termasuk tambang batubara, yang tersebar di seluruh Indonesia. Sekitar 1.735 lubang celaka itu berada di Kaltim. Lubang itu lebih menyerupai danau yang berukuran mulai dari ratusan meter persegi hingga puluhan hektar.
Namun, merujuk data Dinas ESDM Kalimantan Timur per 2018, terdapat 539 lubang bekas tambang di seluruh wilayah Kaltim. Kebanyakan lubang bekas tambang berada di Kabupaten Kutai Kartanegara (264 lubang bekas tambang) dan Kota Samarinda (130 lubang bekas tambang). Pada rentang waktu tujuh tahun, 2011-2024, sudah 47 nyawa melayang karena tewas tenggelam di bekas lubang galian tambang batubara yang tidak direklamasi.
“Kita semua tahu, banyak wilayah eks PKP2B berada di wilayah Provinsi Kalimantan Timur. Lebih baik selesaikan dulu persoalan-persoalan buruknya tata kelola pertambangan ini alih-alih menawarkan WIUPK kepada Ormas keagamaan.” ujar Buyung.
Menurutnya penawaran WIUPK eks PKP2B secara prioritas kepada ormas keagamaan juga bisa memicu potensi konflik kepada masyarakat lingkar tambang, masyarakat adat, dan ormas-ormas kesukuan di daerah.
“Ini yang harus menjadi perhatian Pemerintah! bukan sekedar bagi-bagi konsesi saja!”