KontraS: Tak Ada Rencana Konkret Setop Konflik HAM di Papua

Penulis : Muhammad Ikbal Asra, PAPUA

HAM

Jumat, 13 Desember 2024

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) merilis Catatan Hari HAM 2024 pada Kamis (12/12). Di Tanah Papua, menurut laporan bertajuk "Rezim Berganti, HAM Masih Dipinggirkan” ini, sepanjang Desember 2023-November 2024 tercatat 51 peristiwa kekerasan yang terjadi terhadap warga sipil. "Peristiwa kekerasan tersebut meliputi 22 kasus pencurian, 12 kasus penangkapan sewenang-wenang, 11 kasus pembubaran paksa, 8 kasus pencurian, 7 kasus penyiksaan, 7 intimidasi, 2 tindakan tidak manusiawi dan 1 kasus kriminalisasi," tulis laporan tersebut.

Peristiwa kekerasan tersebut menyebabkan 36 jiwa luka-luka dan 21 jiwa tewas. Para pelaku terdiri dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terlibat dalam 19 peristiwa kekerasan, Tentara Nasional Indonesia dengan 17 peristiwa, dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat dengan 10 peristiwa. "Patut digarisbawahi, bahwa setiap tahunnya selalu ada prajurit TNI-anggota Polri, anggota kelompok bersenjata pro-kemerdekaan, dan warga sipil yang tewas akibat ekses dari konflik yang terjadi di Tanah Papua. Berulangnya peristiwa semacam itu memberi kesan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana konkret untuk memutus rantai konflik dan situasi kekerasan yang terjadi di Tanah Papua," kata Dimas Bagus Arya, Koordinator Badan Pekerja KontraS, dalam siaran pers lembaganya.

Menurut KontraS, meskipun Indonesia telah melalui pergantian rezim politik, melalui Pemilu 2024, penghormatan terhadap HAM masih belum menunjukkan perbaikan signifikan. “Pimpinan dan elit politik mungkin telah berganti, namun situasi HAM masih tidak menjadi prioritas utama dibandingkan kepentingan pembangunan yang lebih mengutamakan akumulasi kapital oligarki,” kata Dimas lagi.

Di seluruh Indonesia, KontraS mencatat 45 peristiwa pembunuhan di luar proses hukum yang menyebabkan 47 korban jiwa. Sebanyak 27 di antaranya merupakan tersangka tindak pidana, sementara 20 lainnya adalah warga sipil. Penembakan dan kekerasan seksual menjadi penyebab utama kematian, dan mencatatkan bahwa 24 korban tidak melakukan perlawanan terhadap aparat.

Kantor redaksi media Jujur Bicara atau Jubi di Jayapura, Papua dilempar bom molotov pada Rabu (16/10/2024) dini hari. Foto: YLBHI

KontraS juga melaporkan adanya 62 peristiwa penyiksaan yang menewaskan 19 orang dan menyebabkan 109 korban luka. Dalam hal kebebasan sipil, banyak peristiwa pembubaran paksa terhadap aksi protes, dengan 20 kasus serangan terhadap jurnalis, termasuk kekerasan fisik dan intimidasi.Terkait dengan sektor pembangunan, KontraS mencatat adanya 161 pelanggaran HAM terkait sumber daya alam dan proyek-proyek strategis nasional, di mana masyarakat adat sering menjadi korban dari penggusuran dan kriminalisasi oleh perusahaan swasta dan pemerintah.

Pada tahun 2024, di era Presiden Jokowi, Indonesia juga dihadapkan pada situasi yang semakin memunculkan impunitas. Misalnya, pemberian kenaikan pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto pada Februari 2024 dan penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR tentang Penyelenggaraan Negara Bersih, yang dinilai sebagai langkah untuk memutihkan sejarah kelam pelanggaran HAM di masa lalu. "Tahun 2024 juga menjadi tahun terburuk bagi penegakan HAM sekaligus titik putar balik bagi demokratisasi Indonesia sejak Reformasi 1998. Pasalnya, dua orang yang merupakan bagian dari rezim tersebut, sekaligus diduga terlibat dalam kejahatan-kejahatan HAM di bawahnya, kini mendapatkan pengistimewaan oleh pemerintah. 2024 tak ubahnya merupakan simbol impunitas paling vulgar di Indonesia. Pada kesempatan Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan 2019-2024, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo, menyampaikan bahwa nama Soeharto resmi dihapus dari Pasal 4 Ketetapan (TAP) MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ujar Dimas.

Menurut Kontras, Berbagai peristiwa tersebut tampaknya akan terus berlanjut pada pemerintahan Prabowo Subianto, mengingat Prabowo berulang kali menekankan akan melanjutkan berbagai kebijakan Joko Widodo. Paradigma pembangunan yang diusung Prabowo, yang menekankan pada kelanjutan proyek strategis nasional (PSN), cenderung mempertahankan pendekatan ekstraktif dan fokus pada infrastruktur besar-besaran. ”Pola pembangunan semacam ini terbukti sering mengabaikan hak-hak masyarakat lokal, termasuk hak atas tanah dan lingkungan hidup, sehingga potensi pelanggaran HAM, terutama di wilayah pedesaan dan daerah terpencil, tetap tinggi. Dengan kata lain, situasi HAM di Indonesia berisiko stagnan atau bahkan mengalami kemunduran," ujarnya.