Koalisi Laporkan Deforestasi Mayawana Persada 2024 Capai 4.633 Ha
Penulis : Kennial Laia
Deforestasi
Selasa, 25 Februari 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - PT Mayawana Persada–perusahaan perkebunan kayu yang menyebabkan deforestasi di gambut dan hutan alam Kalimantan Barat–dilaporkan masih mengeksploitasi alam. Pemantauan terbaru koalisi masyarakat sipil mengungkap, deforestasi perusahaan ini mencapai 4.633,05 hektare sepanjang 2024.
Dalam enam bulan terakhir (Juli-Desember 2024), deteksi melalui GLAD alerts menunjukkan adanya potensi pembukaan hutan seluas 334 hektare, sementara RADD alerts mendeteksi seluas 1.931 hektare, berdasarkan laporan dari koalisi CSO seperti Satya Bumi, Link-AR Borneo, Walhi Kalbar, AMAN, dan LBH Pontianak.
PT Mayawana Persada juga tercatat menebang hutan seluas 3.890,31 hektare selama periode Januari-Maret 2024, termasuk habitat orang utan, gambut lindung, dan gambut budidaya.
Per Februari 2024, Koalisi mencatat perusahaan tersebut telah membabat hutan alam seluas 42.500 hektare sejak 2016. Angka ini setara dengan empat kali luas kota Pontianak.

“Mayawana Persada ini paket komplit merusaknya. Ia merusak hutan, merusak gambut, dan merusak habitat spesies orang utan yang critically endangered atau di ambang kepunahan. Jika pemerintah membiarkan Mayawana terus ugal-ugalan, tidak lama lagi, Mayawana jadi penyumbang climate disaster dari Indonesia,” kata Manager Kampanye Satya Bumi Sayyidatiihayaa Afra di Pontianak, Jumat, 21 Februari 2025.
Pada 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memerintahkan penghentian pembukaan hutan di area bekas tebangan setelah laporan dari koalisi masyarakat sipil. Meski angka deforestasi menurun di konsesinya, Koalisi mencatat, “pembukaan hutan alam tetap terjadi pada habitat orangutan dan di gambut lindung,” tulis Koalisi.
Koalisi mengatakan, penebangan hutan oleh PT Mayawana telah mengubah peta tutupan hutan gambut dan habitat orang utan Kalimantan. Degradasi lahan gambut seluas 4.056,32 hektare pada 2024 kemudian dialihfungsikan PT Mayawana untuk menanam tanaman monokultur seperti akasia dan eukaliptus.
Pemantauan lapangan dari Koalisi dan tim pendamping warga juga mencatat, aktivitas perusahaan tersebut berdampak pada kerugian di sektor ekonomi dan sosial, terutama bagi masyarakat adat Dayak yang bermukim di sekitar konsesi PT Mayawana Persada.
Tim Advokasi Link-AR Borneo Sofian Effendi mengatakan, PT Mayawana Persada melakukan praktik perampasan tanah dan penghidupan di area sekitar konsesi.
“Kita lihat di beberapa tempat terkhusus di Kualan Hilir masyarakat itu dipaksa hari ini untuk menerima tali asih yang ditawari perusahaan dengan nilai Rp150 per meter atau sama dengan Rp1,5 juta per hektare. Diambil atau tidak tali asih ini, perusahaan akan tetap menggusur lahan-lahan yang telah dikelola masyarakat baik itu kebun, ladang secara turun temurun,” kata Sofian.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalbar mengatakan, skala banjir di sekitar wilayah konsesi meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pihaknya menduga hal terkait dengan penebangan hutan alam PT Mayawana Persada. Namun protes masyarakat terdampak ditanggapi dengan upaya kriminalisasi dan intimidasi, katanya.
Pada September 2024, dua tokoh masyarakat dari Desa Kualan Hilir, Simpang Hulu, Ketapang, bernama Tarsisius Tarsisius Fendy Sesupi dan Ricky Prasetya Mainaiki (25) dipanggil Kepolisian Daerah Kalimantan Barat sebagai saksi atas tuduhan Pasal 368 Ayat (1) KUHPidana, dan atau Pasal 335 Ayat (1) ke (1) KUHPidana dan atau Pasal 333 ayat (1) KUH Pidana, yaitu memaksa orang/pihak lain dengan kekerasan atau ancaman untuk menyerahkan barang sesuatu, melakukan sesuatu dan/atau merampas kemerdekaan seseorang.
“Lahirnya bentuk intimidasi terhadap warga dan (lahirnya) rasa takut ketika kemudian penjagaan konsesi oleh aparat, lalu kemudian upaya kriminalisasi dilakukan. Dampaknya apa, dampaknya ialah krisis sosial ekologis. Kita beberapa waktu yang lalu, disuguhkan dengan informasi (terkait) daerah perkampungan sekitar konsesi Mayawana itu mengalami banjir yang lebih parah dari tahun-tahun sebelumnya,” imbuh Hendrikus Adam,
Luas PT Mayawana mencapai 136.710 hektare yang mencakup dua kabupaten, Ketapang dan Kayong Utara, sebagian berada di lahan gambut. Izin ini memberikan hak pengelolaan lahan selama 60 tahun kepada PT Mayawana Persada.
Koalisi mencatat, PT Mayawana Persada melakukan penggusuran dan pembukaan lahan secara besar-besaran pada 2019-2023. Ekspansi area bisnis perusahaan tersebut dilaporkan telah mengambil tanah warga, lahan tani, kebun karet, durian, dan cempedak Gensaok serta Lelayang di Desa Kualan Hilir. Total luas areal yang tergusur mencapai 76,6 hektar. Deforestasi juga terjadi area Bukit Sabar Bubu.
Koalisi mengatakan, hasil pemantauan terbaru ini menunjukkan PT Mayawana Persada membangun kanal untuk mengeringkan gambut serta membuka lahan di dalam kawasan lindung. Hal ini melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 57/2016 tentang perlindungan dan pengelolaan tentang ekosistem gambut. tentang perlindungan gambut, yang melarang pembangunan drainase di area ekosistem gambut.
“Atas tindakan tersebut PT Mayawana bertanggung jawab untuk memulihkan kembali kondisi gambut, sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan tersebut,” kata Koalisi. Perusahaan tersebut juga didesak untuk mengganti kerugian yang dialami masyarakat terdampak.
Koalisi juga mendorong KLHK untuk membekukan atau mencabut izin PT Mayawana Persada.
Belum ada tanggapan dari Mayawana atas temuan potensi deforestasi oleh CSO ini.