Indonesia Punya 333 GW Energi Terbarukan yang Layak Panen
Penulis : Kennial Laia
Energi
Minggu, 02 Maret 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Indonesia memiliki 333 gigawatt (GW) potensi energi terbarukan yang layak secara finansial. Menurut kajian terbaru, proyek pembangkitan energi terbarukan ini dapat dibangun di seluruh pulau Indonesia.
Studi tersebut, yang diterbitkan Kamis, 27 Februari 2025, mengungkap bahwa tenaga surya, angin, dan hidro dapat menjadi tulang punggung transisi energi yang kompetitif di Indonesia. Terdapat 1.500 lokasi yang sesuai untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di atas lahan, pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) di daratan, dan pembangkit listrik tenaga mini dan mikrohidro (PLTM). Total potensi teknisnya mencapai 548,5 GW.
Setelah menghitung kelayakan finansial, studi mengungkap 333 GW di 632 lokasi. Rinciannya antara lain kapasitas PLTS di atas lahan sebesar 165,9 GW, PLTB di daratan sebesar 167,0 GW, dan PLTM sebesar 0,7 GW.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengatakan, pemanfaatan ketiga jenis energi masih minim di Indonesia. Padahal surya, angin, dan air memiliki potensi yang besar.

“Teknologi energi terbarukan dan penyimpanan energi semakin canggih dan terjangkau. Di beberapa negara kombinasi PLTS dan PLTB dengan baterai yang dapat dispatchable, harga listriknya lebih kompetitif dibandingkan pembangkit gas dan PLTU batu bara,” kata Fabby, Kamis, 27 Februari 2025.
“Peralihan ke energi bersih tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga bisa menjadi strategi pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja baru, melalui tumbuhnya manufaktur energi surya dengan adanya permintaan yang meningkat,” ujarnya.
Papua dan Kalimantan memiliki potensi tertinggi untuk pengembangan PLTS, menurut studi tersebut. Sementara itu Maluku, Papua, dan Sulawesi Selatan dinilai optimal untuk pembangkit tenaga bayu. Sumatra Barat dan dan Sumatra Utara memiliki potensi terbesar untuk PLTM.
Menurut Koordinator Riset Sosial, Kebijakan dan Ekonomi IESR, Martha Jesica Mendrofa, enam wilayah itu memiliki tingkat pengembalian modal investasi (EIRR) yang tinggi, menjadikannya layak secara finansial. IESR menemukan sekitar 61% dari total potensi energi terbarukan memiliki tingkat EIRR di atas 10 persen berdasarkan aturan tarif yang berlaku dan struktur project financing yang digunakan dalam kajian.
Martha mengatakan, kapasitas ini lebih besar dari yang dibutuhkan Indonesia pada Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), yang menargetkan sekitar 180 GW PLTS dan PLTB hingga 2060.
“Pemerintah perlu pula menyiapkan regulasi yang jelas dengan proses perizinan yang efisien. Faktor ini dapat meningkatkan daya tarik proyek energi terbarukan bagi investor,” kata Martha.
Pintoko Aji, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR dan salah satu penulis riset mengatakan, pemerintah perlu mengalokasikan lahan untuk energi terbarukan, mempermudah perizinan, dan menetapkan target spesifik untuk energi terbarukan. Di sisi lain, PLN juga harus meningkatkan perencanaan serta perluasan jaringan dan reformasi mekanisme pengadaan.