Masyarakat Adat + Petani Sawit + Pemda Sekadau = Rimba Kobar

Penulis : Aryo Bhawono

Masyarakat Adat

Jumat, 07 Maret 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Masyarakat adat, petani kelapa sawit, dan Pemerintah Kabupaten Sekadau di Kalimantan Barat mendeklarasikan Hutan Adat Rimba Kobar di Desa Nanga Pemubuh, Kecamatan Sekadau Hulu, Kalimantan Barat. Hutan adat seluas 268 hektare itu tak hanya jadi sumber kehidupan Suku Dayak Kerabat dan Benawas tapi juga menjaga ekosistem untuk mendukung kesejahteraan warga desa. 

Deklarasi ini dilakukan di Hutan Adat Rimba Kobar pada Senin (3/3/2025). Bupati Sekadau, Aron turut membubuhkan tandatangan pada batu peresmian hutan adat itu. 

Peresmian kawasan Hutan Adat ‘Rimba Kobar’ seluas 268 hektare ini merupakan kolaborasi Pemerintah Desa Nanga Pemubuh, Pemerintah Daerah Kabupaten Sekadau, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sekadau, Masyarakat Adat, dan Kaoem Telapak. Mereka berkomitmen menjaga kelestarian hutan sebagai sumber kehidupan masyarakat adat, terutama Dayak Kerabat dan Dayak Benawas.

Bupati Sekadau, Aron, menyebutkan Hutan Adat Rimba Kobar adalah langkah besar dalam menjaga  ekosistem serta mendukung kesejahteraan masyarakat Desa Nanga Pemubuh. Hutan ini menambah keberhasilan Kabupaten Sekadau dalam upaya melestarikan dan menjaga hutan. 

Tutupan Hutan Adat Rimba Kobar Desa Nanga Pemubuh.

“Kedepannya, kami akan terus memberikan dukungan terhadap inisiatif-inisiatif serupa agar semakin banyak hutan yang terjaga,  sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar,” kata dia. 

Hutan adat atau ‘tembawang’ merupakan sumber penghidupan bagi masyarakat adat dan komunitas lokal  sekitar. Hutan Adat Rimba Kobar sendiri kaya akan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti cempedak, petai, ‘buah  mak’ (sawo), kedondong, rambutan, serta berbagai tumbuhan obat dan rempah alami. 

Bagi Masyarakat  Adat, hutan juga menjadi ‘benteng air’ yang menjaga ketersediaan air bersih. Tanpa hutan, sungai di  sekitar desa akan tercemar dan mengering, mengancam sumber kehidupan mereka. 

Kepala Desa Nanga Pemubuh, Lorensius Leli menyatakan, penetapan hutan adat ini sekaligus memenuhi perintah leluhur untuk menjaga  dan melindungi hutan. Menurutnya tak semua lahan jadi lahan kelapa sawit. 

“Setidaknya anak cucu kita nanti  masih bisa melihat seperti apa hutan itu. Bahkan jika daerah kita masih banyak hutan, kita secara tidak  langsung juga menyelamatkan dunia, karena hutan adalah paru-paru dunia,” ujarnya. 

Sebelumnya SPKS Sekadau dan Kaoem Telapak pemetaan wilayah, pemetaan sosial, dialog, dan pertemuan kampung untuk memenuhi kebutuhan penetapan hutan adat melalui  peraturan desa. Ketua SPKS Sekadau, Mohtar, mengaku dirinya merupakan petani kelapa sawit yang juga merupakan bagian dari masyarakat adat namun ia tetap memiliki kepentingan melindungi warisan leluhur.  

“Dengan diresmikannya hutan adat ini, kami membuktikan bahwa petani kelapa sawit juga berperan aktif  dalam pelestarian hutan,” ujarnya. 

Presiden Kaoem Telapak, Mardi Minangsari berharap keberhasilan kolaborasi Kaoem  Telapak dan SPKS Sekadau menjadi contoh dan menginspirasi inisiatif serupa di tempat lain. 

“Kami  akan berupaya melanjutkan inisiatif ini sebagai bagian dari upaya pengakuan hak masyarakat adat dalam  pengelolaan dan perlindungan hutan, sehingga kelestarian hutan tetap terjaga hingga generasi  mendatang,” kata dia.