Warga Dayak Minta Jangka Waktu Hak Atas Tanah IKN Dibatasi
Penulis : Aryo Bhawono
Agraria
Senin, 10 Maret 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Warga asli Suku Dayak, Stepanus Febyan Babaro, mengajukan uji materi pemberian hak atas tanah hingga 100 tahun di Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur. Pemberian hak atas tanah dengan jangka yang terlalu lama mengorbankan kepentingan generasi mendatang.
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang panel atas pengajuan dengan perkara no 185/PUU-XXII/2024 ini pada Selasa (4/3/2025). Kuasa hukum Stepanus, Leonardo Olefins Hamonangan, mengemukakan kliennya menggugat aturan terkait pemberian Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai dengan jangka waktu yang mencapai 100 tahun.
Aturan Hak Atas Tanah (HAT) yang meliputi Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai diatur dalam Pasal 16A Ayat (1), (2), dan (3) UU No 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (UU IKN).
“Oleh karena Pemohon cemas, takut dan khawatir dengan kehadiran pemberian jangka waktu yang lama Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai,” kata Leo.

Pasal 16A ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU IKN sendiri mengatur jangka waktu pemberian hak atas tanah dibatasi dalam jangka waktu sangat lama.
HGU maksimal 95 tahun melalui satu siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 95 tahun. Jangka waktu HGB dan hak pakai maksimal 80 tahun melalui 1 (satu) siklus pertama dan dapat dilakukan pemberian kembali untuk 1 (satu) siklus kedua dengan jangka waktu paling lama 80 tahun.
Aturan ini mengutamakan kepentingan investor dibandingkan dengan perlindungan hak-hak masyarakat adat. Kebijakan tersebut justru berpotensi menyisihkan masyarakat adat dari tanah leluhur mereka, serta mengancam kelangsungan budaya dan kesejahteraan generasi mendatang.
“Pemberlakuan Pasal 16A UU IKN. mengenai hak guna usaha, diberikan untuk jangka waktu paling lama 95 tahun, hak guna bangunan, diberikan untuk jangka waktu paling Iama 80 tahun, hak pakai, diberikan untuk jangka waktu paling lama 80 tahun. Hal itu bertentangan dengan pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat, dikarenakan menurut pernyataan mantan Presiden RI ke 7 Jokowi Menurutnya aturan ini dibuat agar Otorita IKN bisa menjaring lebih banyak investor ke IKN,” ujar Leonardo dalam persidangan.
UU IKN dan Perpres Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN tidak mengatur secara jelas pihak-pihak yang berhak memiliki HGU, HGB, dan Hak Pakai. Hal ini membuka peluang bagi pihak asing untuk menguasai tanah di IKN dalam jangka waktu yang sangat panjang.
Pemberian hak atas tanah dengan jangka waktu terlalu lama rentan mengorbankan kepentingan generasi mendatang.
“Misalnya, jika HGU diberikan pada tahun 2025 untuk jangka waktu 95 tahun, maka hak tersebut baru akan berakhir pada tahun 2120. Akibatnya, generasi mendatang tidak akan memiliki akses terhadap tanah tersebut meskipun ada kebutuhan mendesak di masa depan,” kata dia.
Pada petitum, pemohon meminta MK untuk menyatakan bahwa Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 atau setidaknya dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat.
Ia mengusulkan agar jangka waktu pemberian HGU maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun), HGB maksimal 30 tahun (dapat diperpanjang 20 tahun), dan Hak Pakai maksimal 25 tahun (dapat diperpanjang 25 tahun).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta uraian kedudukan hukum dari perseorangan pemohon. Ia meminta penjelasan komprehensif mengenai kerugian konstitusional.
“Hanya sekilas menyebutkan didukung oleh SK pengangkatan sebagai masyarakat adat Dayak, tidak ada uraian lebih jelas mengenai apa sebetulnya kerugian hak konstitusional dari masyarakat hukum Dayak itu. Kalau menurut saya isunya menarik tetapi yang tidak bisa jelas itu legal standingnya tidak nyambung. Jadi harus diperkuat disini kalau enggak tidak bisa ditengok bagian positanya berhenti di kedudukan hukum,” tegas Enny.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur. Ridwan meminta pemohon untuk mempertegas atau memperjelas kedudukan hukumnya. Selain itu, Ridwan juga meminta untuk memformulasikan alasan permohonan agar menjadi lebih tajam.
Majelis Hakim Konstitusi, yang dipimpin oleh Arief Hidayat memberikan waktu 14 hari untuk Pemohon memperbaiki permohonannya. Perbaikan permohonan paling lambat diterima MK pada Senin 17 Maret 2025.