Utusan PBB Datangi Papua, Masyarakat Adat Minta PSN Disetop

Penulis : Yosep Suprayogi

Masyarakat Adat

Rabu, 09 Juli 2025

Editor : Yosep Suprayogi

BETAHITA.ID -  Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Hak-Hak Masyarakat Adat (UN Special Rapporteur On The Rights Of Indigenous Peoples), Albert K. Barume menemui korban pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, kerusakan hutan, dan perampasan wilayah adat dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di Tanah Papua. Dalam kunjungan selama dua hari, dari 4-5 Juli 2025, Albert bertemu dengan para korban di Gedung Pusat Pembinaan dan Pengembangan Wanita (P4W) Padang Bulan, Distrik Heram, Kota Jayapura, Provinsi Papua.

“Negara telah melakukan kejahatan dengan merampas tanah adat kami. Perampasan tanah adat ini terjadi di seluruh tanah Papua dari Sorong sampai Merauke,” kata Shinta, korban PSN dari Suku Malind, kepada Albert, seperti disampaikan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Greenpeace Indonesia, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, dan LBH Papua Merauke, dalam komunike bersama pada Rabu (9/7/2025).

Selain dengan Masyarakat Adat Suku Malind Anim dari Kabupaten Merauke, Albert bertemu Masyarakat Adat Suku Awyu, Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan; Suku Mairasi, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat; Suku Biak dari Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua; dan perwakilan korban kekerasan dari Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan dan Intan Jaya, Provinsi Papua Tengah.

Menurut mereka, berbagai kesaksian disampaikan oleh para korban atas kejahatan negara terhadap eksploitasi sumber daya alam, penghilangan dan pengrusakan hutan, penghancuran tempat penting dan mata pencaharian tradisional, kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang terjadi dalam kurun waktu 20 tahun belakangan ini di Tanah Papua. “Bahwa kehadiran Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui pendekatan militeristik dan melibatkan korporasi, telah membawa kesengsaraan bagi Masyarakat Adat di Papua yang selama ini telah hidup berdampingan dengan alam. Tanah dan hutan habis untuk pembangunan food estate, menghancurkan hutan dan kehidupan tradisional Masyarakat Adat di Papua,  menimbulkan tekanan dan perpecahan di antara komunitas Masyarakat Adat, bahkan mengancam hilangnya suku bangsa Malind Anim di Kabupaten Merauke,” kata mereka.

Utusan Khusus PBB untuk Masyakarat Adat bertemu Masyarakat Adat korban PSN di Papua (Foto: Pusaka.or.id)

Berbagai protes dan kritik Masyarakat Adat Papua dan berbagai organisasi atas PSN yang merampas ruang hidup Masyarakat Adat dan alam Papua, menurut mereka, selama ini tak pernah didengar oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. “Alih-alih memegang prinsip free, prior, and informed consent (persetujuan awal tanpa paksaan dan berdasarkan informasi) yang merupakan bagian substansi dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP), pemerintah justru mengabaikan prinsip universal tersebut atas nama PSN,” ujar mereka.

Hak-hak Masyarakat Adat diakui hukum internasional

Mereka menyampaikan, Pelapor Khusus PBB untuk Hak-Hak Masyarakat Adat, Albert K. Barume, telah mendengar secara langsung kesaksian dari para korban atas apa yang terjadi di tanah Papua. Dari kasus-kasus perampasan tanah adat atas nama negara, pelanggaran hak-hak Masyarakat Adat, diskriminasi, hingga pembungkaman yang terjadi secara masif.

Mengutip Albert, mereka mengungkapkan, hak Masyarakat Adat dalam hukum internasional setara dengan hak suatu bangsa. “Dan Masyarakat Adat mempunyai hak sesuai hukum Internasional.”

Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, meminta kepada semua orang di dunia, terutama Indonesia, untuk melihat apa yang selama ini dihadapi oleh Masyarakat Adat Papua. “Warga Indonesia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Namun, untuk memperoleh itu, kita tidak boleh menghisap darah dan air mata, serta hak-hak saudara kita Masyarakat Adat di Papua,” ujarnya.

Koalisi berharap, kehadiran utusan khusus PBB diharapkan membuat Masyarakat Adat Papua dan berbagai organisasi masyarakat sipil dunia mengetahui apa yang terjadi di Tanah Papua, dan bagaimana perampasan wilayah adat dan perampasan hak-hak sipil terus terjadi dan semakin masif. PBB, kata Koalisi, diharapkan mengambil sikap yang tegas atas tindakan pemerintah Indonesia terhadap Masyarakat Adat di Papua ini.”