Warga Wawonii Duduki Kembali Tanah yang Dicaplok PT GKP
Penulis : Aryo Bhawono
Tambang
Jumat, 21 November 2025
Editor : Yosep Suprayogi
BETAHITA.ID - Warga pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, menggelar aksi pendudukan di lokasi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT Gema Kreasi Perdana (GKP). Meski izin tambang di kawasan hutan perusahaan itu dicabut Mahkamah Agung, namun warga mendapati sejumlah alat berat di lahan itu.
Pendudukan ini dilakukan setelah MA menolak Peninjauan Kembali (PK) pencabutan IPPKH yang diajukan PT GKP bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Putusan No: 83 PK/TUN/TF/2025, pada 4 November 2025 lalu.
Warga membentangkan spanduk bertuliskan “PT GKP Segera Angkat Kaki Dari Pulau Kami, Tanah Kami Tidak Untuk Ditambang” di lokasi perusahaan itu beraktivitas. Aktivitas perusahaan itu telah membuka tutupan pohon di kawasan hutan.
Warga Wawonii yang turut dalam aksi itu menyebutkan PT GKP masih melakukan aktivitas di area IPPKH yang telah dicabut oleh Kementerian Kehutanan, hal ini dibuktikan dengan terdapatnya unit 3 ekskavator dan 1 buldoser yang sementara beraktivitas di area bekas IPPKH.
“Karena itu, massa aksi mendesak perusahaan mengeluarkan alat berat dari bekas IPPKH yang telah dicabut. Hingga saat ini perusahaan juga belum menyelesaikan reklamasi dan masih menyisakan bekas galian di area kawasan hutan,” kata dia.
Peninjauan Kembali IPPKH sendiri diajukan oleh PT GKP. Pada putusan kasasi, MA mengabulkan gugatan warga pulau Wawonii yang membatalkan dan mencabut IPPKH milik PT GKP melalui Putusan No: 403 K/TUN/TF/2024. Majelis Hakim PTUN Jakarta juga memerintahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mencabut IPPKH yang mengizinkan kegiatan produksi bijih nikel atas nama PT GKP beroperasi di kawasan hutan pulau kecil Wawonii, seluas 707,10 Ha.
Keputusan MA di tingkat PK ini, menambah kemenangan warga Wawonii dan warga pulau kecil lainnya di seluruh Indonesia yang memperjuangkan ruang hidup dari ancaman industri ekstraktif. Berdasarkan hukum di Indonesia, aktivitas tambang di pulau-pulau kecil telah dilarang karena mengakibatkan kerusakan ekologi-sosial bagi masyarakat pesisir dan pulau kecil, yang diatur dalam UU No 27 Tahun 2007 jo UU No 1 Tahun 2014, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K).
Langgar Aturan Tambang di Pulau Kecil
Pulau Wawonii adalah pulau kecil yang memiliki luas 715 kilometer persegi dengan jumlah penduduk mencapai 38.383 jiwa. Mereka bergantung pada hasil laut dan kebun, mulai dari kelapa atau kopra, kakao, jambu mete, cengkeh dan pala.
Meski dikategorikan sebagai pulau kecil, hingga tahun 2025, ada empat blok konsesi tambang yang dikuasai oleh tiga perusahaan yang mulai beroperasi di Wawonii sejak tahun 2010, yaitu PT GKP, PT Bumi Konawe Mining dan PT Wawonii Makmur Jayaraya, yang seluruhnya adalah anak perusahaan Harita Group milik Lim Hariyanto.
PT GKP yang memiliki dua blok konsesi dengan luas masing-masing 958 Ha dan 850,9 Ha, telah berulang kali melakukan penyerobotan lahan yang mengakibatkan kerusakan pada tanaman perkebunan warga. Adapun perjuangan warga mempertahankan tanah dan kebun, dihadapkan pada tindakan represif aparat yang berujung kekerasan dan kriminalisasi.
Hingga 2025, Jatam mencatat, ada 44 warga Wawonii yang dikriminalisasi dan mendapat tindakan kekerasan dari aparat. Warga dijerat dengan berbagai pasal, mulai dari tuduhan pengrusakan, perampasan kemerdekaan, menghalangi operasi tambang, hingga pasal pencemaran nama baik menggunakan UU ITE.
Operasi PT GKP juga mencemari sumber air warga. Sungai Tambo Siu-Siu di Desa Sukarela Jaya, yang digunakan untuk mencuci, mandi, dan konsumsi sehari-hari, kondisinya telah berubah menjadi kuning-kecoklatan akibat pembangunan jalan hauling perusahaan. Dengan kondisi tersebut, Warga terpaksa mencari sumber air lebih jauh dengan kualitas yang juga buruk. Seluruh kejahatan PT GKP ini pada akhirnya menimbulkan konflik antar warga yang sebelumnya hidup rukun dan damai.
Selain di Wawonii, bisnis Harita Group juga mencakup pertambangan nikel, batu bara, bauksit dan industri ekstraktif lainnya di berbagai wilayah Indonesia. Di Pulau Obi, Maluku Utara, operasi Harita tidak hanya menyebabkan deforestasi hutan, pencemaran air dan udara, kriminalisasi, hingga pengusiran paksa warga dari tanah dan ruang hidupnya, tetapi juga berdampak serius pada ekosistem laut dan kesehatan masyarakat pesisir.
Data internal Harita yang bocor dan dipublikasikan sejumlah media investigasi internasional dan nasional menemukan bahwa limbah tambang di Kawasi, Pulau Obi mengandung logam berat berbahaya—seperti kromium heksavalen (Cr6)—dengan kadar melebihi ambang batas aman WHO/Kementerian Kesehatan, sehingga ikan-ikan yang biasa dikonsumsi masyarakat kini terakumulasi logam berat beracun, berisiko bagi kesehatan manusia. Pencemaran ini berdampak langsung pada kehidupan pesisir: air laut dan sungai berubah keruh dan tercemar, populasi ikan turun drastis, dan warga kesulitan mendapatkan air bersih dan protein dari sumber alam.
Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) ,Hema Situmorang, menganggap PT GKP bebal karena beroperasi meski bertentangan dengan hukum dan perlindungan pulau kecil di Indonesia. Persoalan serupa terjadi di ratusan pulau kecil lainnya, dan Harita Group adalah salah satu aktor utama, yang menghancurkan pulau Wawonii dan pulau Obi di Halmahera.
“Namun kami tidak heran, sebab Harita adalah raksasa tambang nikel di Indonesia yang selama ini dilindungi oleh negara, dari pemerintah pusat hingga lokal,” ucap dia.
Warga pun mendesak reklamasi lahan secara tuntas, pemulihan lingkungan, serta penanganan seluruh dampak sosial akibat operasi pertambangan. Mereka juga menghendaki pengembalian seluruh lahan-lahan pertanian milik warga yang telah dirampas oleh PT GKP. Menurut mereka seluruh aktivitas PT GKP harus berhenti dan angkat kaki dari Pulau Wawonii.
Aparat hukum seharusnya memeriksa PT GKP beserta seluruh IUP yang beroperasi di Pulau Wawonii. Hal ini juga harus ditindaklanjuti dengan pencabutan seluruh IUP Pulau Wawonii maupun pulau kecil lainnya.


Share

