Koalisi Kecam Kebijakan Jokowi atas Deforestasi Terencana di Papua

Penulis : Redaksi Betahita

Sawit

Selasa, 28 Agustus 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Koalisi Organisasi Masyarakat Pro Keadilan, HAM dan Lingkungan di Tanah Papua kecam kebijakan Jokowi, setelah mendapatkan informasi bahwa otoritas Badan Kooordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah menerbitkan izin pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan kelapa sawit kepada PT Sawit Makmur Abadi, seluas 28.817 hektar, di daerah Nabire, Provinsi Papua, berdasarkan SK Nomor 2/1/PKH/PMDN/2018, tertanggal 10 April 2018.

Sebelumnya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo  menyampaikan komitmen dan kebijakan tentang moratorium izin baru pada kawasan hutan alam dan lahan gambut, juga menyatakan penundaan ijin pelepasan kawasan hutan untuk usaha perkebunan kelapa sawit.

Maurits Rumbekwan, juru bicara koalisi dan Direktur Eksekutif Walhi Papua mengatakan kebijakan dan ketentuan penundaan ijin baru tersebut sangat penting untuk mentransformasi dan meningkatkan tata kelola perkebunan yang berkelanjutan, sehingga dapat menjamin kelestarian lingkungan, berkeadilan, melindungi dan menghormati hak-hak masyarakat asli pemilik tanah leluhur.

Praktiknya, pemerintah masih belum sungguh-sungguh menghormati kebijakan dan ketentuan penundaan ijin baru tersebut. Pemerintah masih terus menerbitkan ijin baru pelepasan kawasan hutan untuk ekspansi perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tanah Papua.

Ilustrasi- Heboh reaksi pemerintah Indonesia atas rencana tolak produk sawit Uni Eropa menarik perhatian publik. Parlemen Eropa menilai Produk Sawit Indonesia merusak lingkungan serta mendorong laju deforestasi.

“Kami telah menganalisis keberadaan ijin PT Sawit Makmur Abadi dengan menggunakan Peta PIPIB dan RTRWP Papua, ditemukan pada kawasan hutan yang dilepaskan untuk usaha perkebunan, terdapat kawasan hutan bergambut seluas 8.825 hektar dan hutan alam primer seluas 95 hektar, serta wilayahnya dimiliki oleh masyarakat adat pada empat kampung di Distrik Napan dan Wapoga, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua,” jelasnya melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (28/8).

Koalisi mendokumentasikan sepanjang pemerintahan Jokowi, dalam rentang waktu 2015 hingga 2018, ditemukan pemberian ijin-ijin pelepasan kawasan hutan untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit di Tanah Papua, mencapai luas 237.752 hektar yang diberikan kepada 11 perusahaan. Pemilikan perusahaan tersebut melibatkan para pemodal yang diduga terkait kasus kejahatan lingkungan di Tanah Papua dan pengurus berasal dari purnawirawan militer (TNI/Polri).

“Kebijakan pemberian ijin baru pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan tersebut merupakan wujud deforestasi terencana, berpotensi menghilangkan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi, merusak lingkungan, merugikan masyarakat adat dan meningkatkan konflik agraria,” ungkap Charles Tawaru, anggota koalisi dari Greenpeace Indonesia.

Koalisi menyesalkan kebijakan pemerintah tersebut sebagai tindakan melawan hukum dan bentuk kesewenang-wenangan negara yang merugikan hak-hak masyarakat

“Kami menyesalkan dan mengecam kebijakan pemberian ijin tersebut, kami memandang negara gagal menghormati hak-hak hukum warga, pemerintah telah mengabaikan hak warga untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pada sisi lain, pemerintah secara sengaja melanggar kewajibannya, hanya untuk mengakomodasikan kepentingan kelompok pemilik modal tertentu”, ungkap  Maurits Rumbekwan

Koalisi meminta dan mendesak Presiden Jokowi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Koordinator Perekonomian, Kepala BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal), Gubernur Provinsi Papua dan Papua Barat, untuk melakukan kaji ulang dan evaluasi berbagai perizinan usaha perkebunan kelapa sawit dan Hak Guna Usaha di Tanah Papua, memberikan sangsi pencabutan izin dan pemulihan kawasan hutan maupun hak masyarakat, yang telah dirugikan dan dihilangkan karena kebijakan tersebut.