Indonesia Tertinggi Kedua Udara Tidak Sehat

Penulis : Redaksi Betahita

Karhutla

Minggu, 02 September 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Jelang penutupan Asian Games Jakarta-Palembang 2018. Indonesia berada diperingkat kualitas udara tidak sehat tertinggi kedua berdasarkan rata-rata tahunan.

Berdasarkan data NASA Socioeconomic Data and Applications Center (SEDAC), Jakarta menduduki peringkat tingkat polusi tertinggi kedua berdasarkan rata-rata tahunan PM2.5 apabila dibandingkan dengan kota-kota penyelenggara perhelatan olahraga lainnya. Konsentrasi PM2.5 Jakarta mencapai 35 µg/m³ atau 3 kali lipat di atas batas aman tahunan menurut standar WHO, yaitu 10 µg/m³

Bondan Andriyanu mengatakan, menurut data kualitas udara selama Asian Games berlangsung di Jakarta “Tidak Sehat”. Konsentrasi PM 2.5 harian memiliki rata-rata di atas 38 µg/m³. Namun, terang bondan, bila kita melihat data rata-rata setiap jamnya beberapa kali berada diatas 75 µg/m³.

“Bahkan ada waktu di mana angka rata-rata 1 jam PM 2.5 di Jakarta mencapai angka di atas 100 µg/m³," katanya melalui situs resminya di Jakarta, Minggu (2/9).

Kabut asap terlihat dari jalan di Sumatera Selatan pada karhutla 2015.

Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Science menemukan bahwa semakin lama orang terpapar polusi udara, semakin besar kerusakan kemampuan kecerdasan seseorang. Hal ini telah menjadi ancaman nyata bagi masa depan anak-anak bangsa. Harus ada solusi nyata untuk menekan sumber-sumber polusi yang telah menjadi pembunuh secara diam-diam. Penelitian lain mengungkapkan bahwa 9 dari 10 orang di dunia menghirup udara yang terpolusi setiap harinya.

Partikel polutan yang paling berbahaya adalah PM 2.5, yang dapat terhirup dan mengendap di organ pernapasan. Jika terpapar dalam jangka panjang, PM 2.5 dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan akut terutama bagi anak-anak, hingga kanker paru-paru. Selain itu, PM 2.5 dapat meningkatkan kadar racun dalam pembuluh darah yang dapat memicu stroke, penyakit kardiovaskular dan penyakit jantung lainnya, serta dapat membahayakan ibu hamil karena berpotensi menyerang janin.

Meskipun pemerintah masih menyangkal buruknya kualitas udara Jakarta, beberapa atlet telah mengeluhkan faktor cuaca dan polusi udara, diantaranya atlet marathon putri, marathon putra dan jalan cepat. Salah seorang atlet jalan cepat, Hendro, mengungkapkan tidak mudah berlaga di Jakarta, cuaca panas, ditambah dengan kelembaban dan polusi.

"Dibalik euforia kita menjadi tuan rumah perhelatan besar ini, kita harus mendesak Pemerintah untuk mencari solusi nyata atas permasalahan polusi. Pernyataan para atlet tersebut merupakan kritik keras bagi Indonesia sebagai tuan rumah," tambah Bondan.

Data ISPU yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selama Asian Games menunjukkan level 'Sehat' hingga 'Sedang', sangat bertentangan dengan kenyataan di lapangan. Lagi-lagi, perdebatan mengenai kualitas udara ini karena standar yang digunakan masih tiga kali lebih lemah dibanding standar WHO [6] dan belum menghitung PM2.5 sebagai salah satu parameter ISPU.

"Ini merupakan ancaman kesehatan yang nyata, dan masyarakatlah yang pada akhirnya harus menanggung biaya kesehatan tersebut," tutupnya. Sudah saatnya Indonesia mempunyai standar baku mutu PM 2.5 yang lebih ketat dan memprioritaskan penambahan stasiun pemantau udara yang juga mengukur angka PM 2.5.

We Breathe The Same Air masih menjadi pesan utama. Hal ini untuk mengingatkan bahwa setiap harinya, siapapun kita, dari semua golongan umur maupun profesi, menghirup udara yang sama. Polusi adalah ancaman nyata di mana tidak ada seorangpun yang dapat bersembunyi. Polusi di lokasi-lokasi pembangkit listrik dan industri dapat terbawa angin sampai ratusan kilometer jauhnya, tidak berbatas wilayah, tak pandang bulu dapat menyerang siapapun.