Kelompok Tani Tuntut Perusahaan Perusak Hutan Produksi di Riau

Penulis : Redaksi Betahita

Konservasi

Selasa, 11 September 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Kelompok Tani (Poktan) Sotol Jaya menuntut agar PT Mitra Unggul Pusaka (MUP) di Pelalawan, Riau untuk tidak melakukan aktivitas merusak di kawasan hutan produksi yang sudah dikelolanya sejak tahun 1996.

Tarmizi, Ketua Kelompok Tani PT Sotol Jaya mengatakan aksi yang dilakukan merupakan tindak lanjut dari laporan mereka ke Polda Riau pada 28 Februari lalu yang belum juga ditindaklanjuti sehingga perusahaan masih melakukan aktivitas di lokasi yang dilaporkan.

Pada 28 Februari 2018, Tarmizi bersama Jikalahari melaporkan PT MUP ke Polda Riau karena diduga telah melakukan penanaman sawit didalam kawasan hutan dengan fungsi Hutan Produksi Tetap (HP). PT MUP juga diduga menerima dan membeli Tandan Buah Segar (TBS) yang bersumber dari kawasan hutan milik Koperasi Unit Desa Pematang Sawit. KUD Pematang Sawit telah divonis terbukti bersalah oleh Majelis Hakim PN Pelalawan karena menanam sawit di kawasan hutan.

Hasil investigasi lacak rantai pasokan Tandan Buah Segar (TBS) Jikalahari menemukan TBS dari PT MUP yang berasal dari kawasan hutan, salah satunya dari KUD Pematang Sawit) di pasok ke Asian Agri untuk di olah.

Ilustrasi- Heboh reaksi pemerintah Indonesia atas rencana tolak produk sawit Uni Eropa menarik perhatian publik. Parlemen Eropa menilai Produk Sawit Indonesia merusak lingkungan serta mendorong laju deforestasi.

PT MUP diduga melanggar pasal 17 ayat (2) huruf b dan e Jo Pasal 92 ayat (2) huruf b UU No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Yang berbunyi (b) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin Menteri di dalam kawasan hutan, (e) Setiap orang dilarang membeli, memasarkan, dan mengolah hasil kebun dari perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan di dalam kawasan hutan tanpa izin. dengan pidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun serta pidana denda paling sedikit dua puluh miliar rupiah dan paling banyak lima puluh miliar rupiah.

Dalam aksinya, kelompok tani Sotol Jaya menuntut beberapa hal, Pertama, PT. Mitra Unggul Pusaka tidak melakukan aktivitas yang berada di kawasan hutan. Kedua, Pemerintah segera menindak PT Mitra Unggul Pusaka karena menanam sawit diluar HGU dan berada di dalam kawasan hutan. Ketiga, Aparat penegak hukum segera menindaklanjuti laporan dari Poktan Sotol Jaya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Mitra Unggul Pusaka.

Tarmizi mengatakan, jika dalam waktu satu minggu tidak dipenuhi, Kelompok Tani Sotol Jaya akan melakukan aksi kembali dengan melibatkan masyarakat Desa Segati dengan jumlah masa yang lebih ramai.

Made Ali, Koordinator Jikalahari menambahkan, catatan Jikalahari pada zaman Kapolda Condro Kirono berhasil menangani perkara karhutla korporasi PT Adei Plantation dan PT Nasional Sagu Prima tahun 2013 dan 2014.

Penanganan perkara ini menjadi contoh penanganan perkara di Polda di Indonesia. Era Kapolda Dolly Bambang Hermawan, menangani perkara karhutla PT Langgam Inti Hibrindo dan PT Palm Lestari Makmur pada 2016 dan Thamrin Basri, Pimpinan Kebun PT Wana Sawit Subur Indah pada 2017.

Pada masa kepemimpinan Brigjen Pol Sutjiptadi, sepanjang 2006-2008 Polda Riau juga berani menetapkan 14 korporasi Hutan Tanaman Industri (HTI) pemasok kayu untuk RAPP dan IKPP sebagai tersangka kasus illog.

Prestasi dan keberanian ini harus menjadi catatan pengingat bagi Kapolda Riau, bahwa penegakan hukum harus ditegakkan untuk melawan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan di Riau. Brigjen Pol Drs Widodo Eko Prihastopo MM yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Kapolda Jawa Timur punya tugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak diselesaikan Irjen Pol Nandang.

Jikalahari merekomendasikan kepada kapolda Riau baru, Brigjen Pol Widodo Eko Prihastopo untuk melakukan penyidikan terhadap PT Mitra Unggul Pusaka yang melakukan dugaan tindak pidana kehutanan.

Kemudian, melanjutkan penyidikan terhadap 15 korporasi pembakar hutan dan lahan yang di SP3 oleh Polda Riau. Menetapkan 33 korporasi perkebunan kelapasawit yng dilaporkan KRR bersama Jikalahari sebagai tersangka. Menetapkan 49 korporasi diduga pelaku pembakaran hutan dan lahan pada 2014 - 2016 yang dilaporkan Eyes on the Forest sebagai tersangka.

Menetapkan PT Sontang Sawit Perkasa sebagai tersangka dan mempercepat proses kelengkapan berkas di kejaksaan sehingga segera bisa disidangkan di pengadilan. Menetapkan PT APSL sebagai tersangka tindak pidana perkebunan dan kehutanan.

“Kapolda Riau baru harus menyatakan ‘Perang’ terhadap penjahat lingkungan untuk perbaikan lingkungan hidup dan kehutanan di Riau. Jangan lagi Kapolda Riau malah takut dan tidak berani melawan penjahat lingkungan tersebut,” tutupnya.