Pakar Lingkungan: Pusat Lahan Gambut Tidak Menyelesaikan Masalah

Penulis : Redaksi Betahita

Gambut

Jumat, 02 November 2018

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id - Pakar lingkungan, DR Elviriadi mengatakan Sekretariat Interim Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional (ITPC) yang dibentuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan  di Jakarta, tidak menyelesaikan masalah lahan gambut di Indonesia.

Baca juga: Kolaborasi Lindungi Gambut, Pemerintah Indonesia Resmikan Sekretariat Internasional

Menurutnya ini merupakan lagu lama pemerintah sebagai pengambil kebijakan, Pusat studi gambut itu sudah banyak dari dulu. “Dimana hal ini sebagai pusat gambut percontohan,”. Elviriadi menilai hal ini tidak menyelesaikan masalah tentang lahan gambut dan kebakaran hutan. Menurutnya ini hanya sekedar narasi proyek belaka. “Yang diperlukan itu fight, war to enemy, not rule model,” katanya.

Pusat Lahan Gambut Tropis Internasional (ITPC) itu utamanya untuk penelitian dan akumulasi pengetahuan terkait gambut. Tentu saja cukup positif, namun demikian tidak dapat menjawab persoalan kerusakan gambut yang mendesak sekarang ini

Elviriadi menyampaikan setidaknya ada 4 langkah yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan perbaikan lahan gambut.

Pertama, Badan Restorasi Gambut (BRG) hendaknya memperkuat koordinasi dengan LSM, masyarakat adat yang mengetahui persis keadaan gambut. Komunikasi itu usahakan secair mungkin, gali sejarah kawasan, kenapa rusak ekosistem gambut, sejak kapan, kedalaman dan luas hamparan gambut, dan pandangan orang kampung.

Kedua, di pemerintah Provinsi khususnya Riau ini ada Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) tetapi belum jelas kegiatannya. Hal ini karena pejabat yang ditunjuk adalah Sekda, asisten, dan orang-orang yang sudah padat dan super sibuk di birokrasi. “Kasihlah pada orang yang bisa fokus, ngerti persoalan, dan bisa menggerakkan potensi. Duit dah dianggarkan puluhan miliar tapi tak efektif, kan sayang,” katanya.

Ketiga, restorasi itu artinya perubahan mendasar, radikal dan besar-besaran. Karena lingkungan hidup sangat krisis dan di ambang kehancuran. Jadi restorasi ini harusnya gegap gempita, dibawa dengan spirit kaum pergerakan dan perlawanan massif. “Nyaris tak terdengar. Ada apa? pihak BRG kan buat personalia yang komplit sampai ada dinamisator dan merekrut aktivis LSM, tapi nyatanya koordinasi macet,” tuturnya lagi.

Terakhir adalah idealisme, ini sangat penting. Orang yang bertugas menjaga lahan gambut dan hutan, kalau tak idealis, lama kelamaan dia jadi orang utan. Disuruh restorasi, sibuk ngeles sampai isu gambut jadi basi. Apabila ada program dari KLHK, World Bank, Unesco, forest for people, UNDP, maka ini dianggap rejeki datang. “Hatinya tak lagi peka terhadap penderitaan masyarakat dan punahnya cadangan generasi anak cucu,” katanya.