Reklamasi Teluk Benoa, Greenpeace: Jokowi dan Susi Gagal Mendengar Aspirasi Warga

Penulis : Redaksi Betahita

Konservasi

Sabtu, 05 Januari 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Greenpeace Indonesia menyesalkan sikap dan kebijakan terkini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kembali mengeluarkan Izin Lokasi Reklamasi Teluk Benoa untuk kepentingan PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Demikian siaran pers Greenpeace Indonesia pada 23 Desember 2018, menanggapi dikeluarkannya izin baru lokasi reklamasi Teluk Benoa oleh KKP.

Baca juga: Izin Reklamasi Teluk Benoa Kadaluwarsa, KKP: Ini Permohonan Baru

Menurut Greenpeace, pemberian Izin Lokasi Reklamasi tersebut merupakan sikap dan kebijakan yang memunggungi laut dan tidak peka sosial-lingkungan. Sikap dan kebijakan tersebut merupakan langkah mundur penyelamatan lingkungan pesisir dan laut di Indonesia. Greenpeace meminta Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti meninjau kembali dan mencabut Izin Lokasi Reklamasi itu.

“Berdasarkan Perpres 122/2012 Pasal 17 (Ayat 2 dan 3), KKP punya wewenang penuh untuk menolak permohonan dan tidak memberikan Izin Lokasi Reklamasi di Teluk Benoa,” kata Juru kampanye Laut Greenpeace Indonesia dan Asia Tenggara, Arifsyah Nasution.

Unjuk rasa penolakan renacana reklamasi Teluk Benoa, Agustus 2018. (dok.ForBali)

“Alasan dan pertimbangan penolakan dapat didasarkan pada beberapa kajian terdahulu (2013-2017) serta memperhatikan alasan, aspirasi dan gerakan penolakan dari desa-desa adat sekitar lokasi yang telah berlangsung dalam 5 tahun terakhir. Sangat disesalkan Menteri Susi Pudjiastuti mengakomodasi permohonan Izin Lokasi Reklamasi yang diajukan kembali oleh PT. TWBI.”

Aspirasi, penolakan dan perjuangan konsisten warga yang tergabung dalam gerakan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) logis dan beralasan, katanya. Kajian yang dilakukan oleh Conservation International (2013), Universitas Udayana (2013) dan sejumlah peneliti KKP pun (2017) juga menunjukkan secara jelas bahwa Reklamasi di Teluk Benoa bukan solusi dan tidak layak dilakukan.

“Pemerintah, dalam hal ini KKP, sepertinya tersandera dengan mekanisme administratif perizinan, sekaligus terjebak pada interpretasi sempit atas kewenangan prosedural yang dimilikinya dalam urusan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,” katanya.

“Sangat disayangkan, selama hampir 5 tahun terakhir Menteri Susi Pudjiastuti dan Presiden Joko Widodo ternyata gagal mendengar dan berempati terhadap aspirasi dan perjuangan penolakan reklamasi yang diekspresikan secara damai, masif dan konsisten oleh warga dari berbagai desa adat setempat,” katanya.

Greenpeace menilai pemerintah  tidak serius mempertimbangkan sejumlah kajian potensi dampak sosial-lingkungan terkait rencana reklamasi di Teluk Benoa tersebut.

Kajian multidimensi (lingkungan, sosial, ekonomi dan pemanfaatan ruang laut) terkini yang dilakukan oleh Handadari dkk (2018) juga menunjukkan rencana reklamasi di Teluk Benoa, dinilai dari berbagai dimensi memang tidak berkelanjutan .

Baca juga: Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Ini Permintaan Gubernur Bali ke Presiden Jokowi

Mencermati sejumlah kajian dan perkembangan terkini terkait upaya PT. TWBI mereklamasi Teluk Benoa, Greenpeace Indonesia menyerukan kepada:

  1. Menteri KKP untuk segera meninjau kembali dan mencabut Izin Lokasi Reklamasi yang diberikan untuk PT. TWBI.

  2. Presiden Republik Indonesia untuk segera meninjau kembali Perpres 45/2011 sebagaimana yang telah diubah dengan Perpres 51/2014.

  3. Pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Bali, masing-masing dengan kewenangannya, lebih berani, jeli dan terbuka melakukan kebijakan korektif yang sistematis-menyeluruh, partisipatif, tuntas dan tegas untuk menghentikan rencana reklamasi serta mengusulkan dan menetapkan kembali Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi.