Catatan Akhir Tahun, Elviriadi: Ini 3 Tantangan Siti Nurbaya di 2019

Penulis : Redaksi Betahita

Agraria

Senin, 14 Januari 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Catatan akhir tahun yang merilis rasio hutan sosial dengan konversi ke monokultur sawit kembali mendapat tanggapan pakar lingkungan DR Elviriadi.

Baca juga :Pasca COP24, Pakar: Ini 4 Kendala Indonesia Terhadap Lingkungan

“Fenomena itu biasa-biasa saja,” katanya saat dihubungi Minggu, 13 Januari 2019 di Jakarta.

Artinya, pemerintah belum merespon secara kritis berbagai kerusakan ekologis di kawasan hutan yang disuarakan publik. Namun begitu, kata Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu, upaya mengurangi gap kepemilikan kawasan udah dimulai. “Perhutanan sosial salah satunya,” ungkap Elviriadi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya/Dok.menlhk.go.id

Kementerian LHK dibawah komando Siti Nurbaya ibarat superhero tangguh tapi berjuang sendirian. Ada yang berhasil seperti menggugat ratusan perusahaan pembakar lahan, cepat tanggap jika sungai tercemar dan bersikap tegas pada jajarannya. Namun jika menyangkut bisnis kuasa modal yang menjarah gambut dan perairan seperti Teluk Benoa, Siti Nurbaya sangat kewalahan.

Menurut analisisnya, ada 3 tantangan berat yang menghadang Menteri Siti.

Pertama, paradoks ideologi kapitalis berkedok pertumbuhan ekonomi yang berbenturan dengan upaya penyelamatan lingkungan. “Mau restorasi gambut atau perluas izin sawit dan HTI? Ini pemerintah harus bersikap jelas” katanya.

Kedua, terkait konflik agraria berbasis lahan dan hutan di seantero Indonesia. Ada 367 kasus sejak 2 tahun terakhir menurut catatan bung Irwan Nurdin Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Menurut Elviriadi Pertarungan terakhir nasib hutan alam tinggal di Papua. Sumatera dan Kalimantan sudah kandas.

Makanya heboh di sana rezim sawit versus masyarakat adat. Jika KLHK berpartisipasi mengurai konflik dan lahan kembali ke pribumi, maka puluhan juta hektar kembali ke masyarakat adat. Jauh diatas perhutanan sosial yang baru 8 juta hektare.

Ketiga, soal dukungan politik dari “atasan” Siti Nurbaya maupun dari Senayan yang setengah hati. Secara nasional Indonesia belum punya platform penyelamatan ekologis. Bahkan para Capres 2019 pun tidak fokus pada is- isu lingkungan. “Padahal bencana udah di mana mana,” katanya.

Karena itu,  Inpres No 8 tahun 2018 tentang moratorium dan evaluasi sawit itu sulit dioperasionalkan. Malah yang ada keluar izin reguler dan pemutihan atas nama RTRW.