20 Tahun Perjuangan Masyarakat Adat

Penulis : Redaksi Betahita

Agraria

Jumat, 02 Agustus 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Pemerintah dinilai belum menunjukkan komitmen serius untuk segera menghadirkan undang-undang yang mengakui dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat secara komprehensif. Saat ini, sejumlah undang-undang yang ada malah tumpang tindih.

Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi mengatakan, tumpang tindihnya undang-undang sektoral itu menyebabkan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat belum maksimal dan perampasan wilayah-wilayah adat yang berujung pada konflik masih terus terjadi.

Menurutnya perkembangan pembangunan yang masih berorientasi pada peningkatan ekonomi makro mempengaruhi juga eksistensi, identitas dan ketahanan tatanan kehidupan komunitas-komunitas adat. Pengembalian wilayah adat pun masih terbatas hanya hutan adat saja, belum menyentuh pengembalian wilayah adat secara utuh.

Salah satu bukti kekurangpedulian pemerintah terhadap Masyarakat Adat adalah belum diakuinya banyak wilayah adat. Saat ini, wilayah adat yang terdaftar di Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) Nasional berjumlah 814 buah. Dari jumlah tersebut baru 65 wilayah saja yang sudah mendapat pengakuan secara tetap melalui produk hukum yang dikeluarkan pemerintah daerah.

Komunitas Adat Laman Kinipan menggelar aksi menangis massal di lokasi land clearing PT Sawit Mandiri Lestari (SML) di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, 19 Januari 2019. Komunitas adat ini berkonflik dengan PT SML lantaran wilayah adat komunitas tersebut diduga masuk dalam areal perkebunan,/Foto: Betahita.id

Hingga periode April 2019, wilayah adat yang terdaftar di BRWA seluas 10,24 juta hektare  berada di 107 kabupaten/kota di 26 provinsi se-Indonesia. Dengan rincian, peta yang berstatus Tercatat sebanyak 33 peta seluas total 1,3 juta hektare. Teregistrasi sebanyak 653 peta seluas 6,05 juta hektare. Terverifikasi 110 peta seluas 2,43 juta hektare dan 18 peta wilayah adat berstatus Tersertifikasi seluas 436.788 hektare.

Berdasarkan data periode April 2019, potensi hutan adat di Indonesia seluas 7.595.403 hektare, terbesar di Kalimantan seluas 3.780.795 hektare, disusul Papua 1.558.538 hektare, Sulawesi 1.078.562 hektare, Sumatera 931.137 hektare, Maluku 118.034 hektare, Bali 110.184 hektare dan Jawa 18.153 hektare.

Selama 20 tahun perjuangan AMAN telah terjadi banyak perubahan. “Ada kemenangan-kemenangan kecil dan besar yang patut dicatat, ada pencapaian, dan penghargaan dari berbagai pihak baik di nasional, daerah, regional serta internasional,” kata Rukka Sombolinggi .

“Namun masih banyak tantangan yang harus kita hadapi sama-sama, salah satunya agar masyarakat adat di Nusantara tidak terpinggirkan secara politik dan ekonomi," kata Rukka dalam acara media briefing 20 tahun AMAN dan HIMAS 2019 di Jakarta, Kamis 1 Agustus 2019.

"Saat ini kehidupan komunitas-komunitas adat sangat berperan penting untuk mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, melalui kelestarian hutan adat dan wilayah adat. Jadi dalam situasi sekarang ketika terjadi krisis iklim global, maka jawabannya itu ada di komunitas masyarakat adat,” kata Rukka.

Karena itu momentum 20 tahun AMAN yang bertepatan dengan perayaan HIMAS 2019 sangat penting untuk membangun kesadaran sosial secara lebih luas tentang hak-hak Masyarakat Adat, sekaligus mendorong pemerintah mengambil langkah yang diperlukan dalam merespon situasi Masyarakat Adat di Indonesia yang sudah lama terpinggirkan secara politik dan ekonomi, serta terabaikan dari proses-proses keadilan.

Ketua Panitia Mina Susana Setra mengatakan perayaan 20 Tahun AMAN dan HIMAS 2019 yang akan dilangsungkan pada 9-11 Agustus di Taman Ismail Marzuki ini diselenggarakan dengan tema: 'Meneguhkan Tekad, Memperkuat Akar, Mengedepankan Solusi'

Tujuan dari perayaan 20 Tahun AMAN dan HIMAS 2019 ini adalah melakukan dialog dengan pemerintah tentang pelbagai perkembangan kebijakan terhadap Masyarakat Adat, mensosialisasikan Gerakan Masyarakat Adat Nusantara dan Masyarakat Adat se-Dunia kepada publik, membangun empati dan partisipasi publik untuk terlibat mempromosikan keragaman budaya Masyarakat Adat Nusantara, mendorong kesadaran akan perbedaan budaya dalam semangat Bhineka Tunggal Ika, serta mengajak publik untuk menyaksikan dan belajar serta terlibat secara langsung dalam berbagai event dalam Festival Masyarakat Adat Nusantara.

"Penyelenggaraan 20 tahun AMAN dan HIMAS 2019 ini terbuka untuk umum. Selain dialog umum dengan pemerintah, kita akan menyelenggarakan berbagai macam event di dalam perayaan ini; di antaranya pameran produk komunitas adat, pameran foto Masyarakat Adat, pekan film Masyarakat Adat Nusantara, Bengkel seni, permainan tradisional, pagelaran seni budaya, serta kuliner Masyarakat Adat Nusantara," kata Mina.

Perayaan 20 tahun AMAN dan HIMAS 2019 ini akan melibatkan dan dihadiri oleh sekitar 1.500 orang yang berasal dari perwakilan Masyarakat Adat dari berbagai wilayah Nusantara, perwakilan Masyarakat Adat dunia dari berbagai negara, pemerintah nasional dan daerah, para penggiat seni, organisasi-organisasi pendukung dan mitra, sekolah-sekolah adat dan lain-lain.