Hanya Pro Pengusaha, RUU Perkelapasawitan Diminta Tidak Masuk Prolegnas 2019-2024

Penulis : Redaksi Betahita

Sawit

Kamis, 08 Agustus 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id - Pegiat lingkungan Indonesia berpendapat proses legislasi Rancangan Undang-Undang Perkelapasawitan dihentikan seluruhnya dan tidak dimasukkan kembali ke dalam program legislasi nasional di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia periode lima tahun ke depan.

Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Muhammad Busyrol Fuad mengatakan, hingga saat ini pembahasan RUU yang mengatur komoditas kelapa sawit stagnan di tahapan harmonisasi di balai legislatif DPR RI.

Dari hasil pemantauan parlemen dan pemetaan aktor, Fuad mengatakan bahwa belum ada pandangan mini fraksi serta pembahasan tahap satu di Senayan. Artinya, Fuad berasumsi, pembahasan tahap satu RUU tersebut belum dilakukan.

Baca Juga: Surat Edaran Pelarangan Buka Data HGU Sawit Tuai Kecaman

Konsesi perkebunan kelapa sawit milik PT Agriprima Cipta Persada (PT ACP). Dok. Greenpeace.

“Kalau kita bicara konteks pembentukan perundang-undangan, kalau tidak mendapat kesepakatan bersama, maka RUU tidak boleh lagi diajukan dalam persidangan berikut. Sikap pemerintah tidak bisa dianggap remeh oleh DPR karena peran pemerintah sangat vital,” kata Fuad dalam diskusi media bersama Koalisi Masyarakat Sipil Tolak RUU Perkelapasawitan di Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2019.

RUU Perkelapasawitan pertama kali diusulkan DPR pada tahun 2016 dan langsung menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk penolakan dari Pemerintah Indonesia. Alasannya, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan seperti moratorium sawit dan Perpres Nomor 86 Tahun 2018 tentang reforma agraria.

Direktur Sawit Watch Inda Fatinaware mengatakan aturan-aturan lain itu lebih mengakomodir kebutuhan masyarakat terkait kelapa sawit di dalam negeri ini. Sebaliknya, Inda berpendapat, RUU itu juga hanya mengakomodir kepentingan pengusaha besar dan membuka kesempatan perluasan lahan kebun kelapa sawit. Hal ini, kata Inda, hanya akan memperluas konflik lahan yang sudah banyak terjadi.

“RUU ini sangat pro-investasi dan penguasaan lahan oleh korporasi. Karena itu ada potensi persoalan ketimpangan penguasaan lahan. Kalau ini (RUU) jadi, walaupun ada aturan-aturan yang sudah lebih progresif, jadi tidak berguna karena ditabrak undang-undang yang lebih kuat,” kata Inda.

Hal yang sama disampaikan oleh Arie Rompas dari Greepeace Indonesia. Baginya RUU Perkelapasawitan yang ada saat ini berpotensi meningkatkan deforestasi akibat perkebunan kelapa sawit. Menurutnya RUU ini tidak penting karena sudah ada instrumen hukum lain yang cukup untuk mengatur perkebunan dan komoditas kelapa sawit.

Baca Juga: LIPI Kembangkan Bioplastik dari Limbah Kelapa Sawit

Arie mengatakan yang lebih penting dilakukan adalah transformasi industri kelapa sawit untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada. Karena itu dia berharap pembahasan RUU Perkelapasawitan ini dihentikan sama sekali, baik di sisa periode DPR RI 2015-2019 maupun periode berikutnya. “Jangan sampai ada carry over, di mana rancangan sekarang ini bisa dibahas di periode selanjutnya,” katanya.