Aksi Damai Lembaga Masyarakat Sipil Bengkulu: Pelepasan Kawasan Hutan di Bengkulu Hanya akan Menguntungkan Korporasi

Penulis : Redaksi Betahita

Hutan

Rabu, 06 November 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Aksi damai penolakan pelepasan kawasan hutan di Bengkulu, oleh sejumlah lembaga masyarakat sipil, kembali berlanjut. Pada Selasa (5/11/2019) sejumlah LSM, di antaranya dari Genesis Bengkulu, Walhi Bengkulu, Kanopi Bengkulu dan sejumlah lembaga masyarakat sipil lain di Bengkulu, kembali melakukan aksi damai dan berorasi di depan Kantor Gubernur Bengkulu dan DPRD Provinsi Bengkulu.

Baca juga: Tuding Pelepasan Hutan Ditunggangi Pengusaha, Pegiat Lingkungan Bengkulu Demo

Berlanjutnya aksi damai berisi penolakan pelepasan kawasan hutan ini karena kebijakan pemerintah ini diduga ditunggangi oleh beberapa pengusaha dan hanya akan menguntungkan korporasi. Massa aksi damai meminta agar pelepasan kawasan hutan Bengkulu melalui revisi tata ruang ini diurungkan.

Uli Arta Siagian, Direktur Genesis Bengkulu mengatakan, revisi kawasan hutan Bengkulu diduga keras ditunggangi oleh elit-elit politik mulai dari level nasional hingga kabupaten, juga perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam grup-grup besar.

Sejumlah massa perwakilan beberapa lembaga masyarakat sipil Bengkulu menggelar aksi damai penolakan pelepasan kawasan hutan, di depan Kantor Gubernur Bengkulu, Selasa (5/11/2019)./Foto: Dokumentasi Genesis Bengkulu.

“Revisi kawasan hutan, khususnya untuk pelepasan hutan begitu sangat politis. Ditambah lagi upaya pelepasan dilakukan pada waktu-waktu menjelang tahun politik di provinsi dan kabupaten serta transisi rezim di nasional. Jangan sampai infrastruktur ekologis, hutan Bengkulu menjadi objek untuk kerja-kerja ijon,” kata Uli, Selasa (5/11/2019).

Uli menguraikan, berdasarkan hasil analisis bersama sejumlah lembaga masyarakat sipil Bengkulu, terdapat sejumlah aktor yang dianggap terlibat dalam pelepasan kawasan hutan di Bengkulu. Yang pertama bupati atau walikota di wilayah Bengkulu. Menurut Uli, usulan pelepasan hutan berangkat dari usulan para bupati atau walikota setiap kabupaten atau kota  kepada Gubernur Bengkulu.

“Maka kemudian layak untuk diperiksa setiap usulan kabupaten, mana yang mengakomodasi kepentingan korporasi yang beroperasi di wilayah mereka. Kemudian aktor selanjutnya Gubernur Bengkulu. Gubernur Bengkulu menyerahkan usulan tersebut kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).”

Aktor lain , lanjut Uli, SIPEF Grup melalui anak perusahaannya PT Agromuko. Perusahaan perkebunan sawit milik Belgia yang memegang sertifikat RSPO ini melakukan aktivitas perkebunan di kawasan hutan negara seluas 1.884 hektare, yang terletak di tiga titik kawasan. Yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Manjunto Register 62, Hutan Produksi Konversi (HPK) Air Manjunto dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh II wilayah administrasi Kabupaten Mukomuko.

“Kawasan hutan tersebutlah yang diusulkan untuk dilepaskan. Berdasarkan website resmi Wilmar, SIPEF grup atas nama anak perusahaanya PT Agromuko menjadi pemasok mereka.”

Pelepasan kawasan hutan di Bengkulu, menurut Uli, juga akan menguntungkan Anglo Eastern Plantation Group melalui anak perusahaan PT Alno Agro Utama dan PT Mitra Puding Mas. Grup besar yang berkedudukan di  Inggris ini pada akhirnya akan menikmati dengan legal kawasan seluas 468 hektare yang terletak di dua titik kawasan hutan.

“Yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh I, Kabupaten Mukomuko dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis Register 69 Kabupaten Bengkulu Utara.”

Selain itu, PT Mitra Puding Mas juga akan mendapat keuntungan dikarenakan dapat dengan legal beroperasi di kawasan konservasi. Apabila 131 hektare Taman Wisata Alam (TWA) Seblat yang diusulkan untuk dilepaskan tersebut diakomodasi oleh negara.

“Anglo Eastern Plantation juga menjadi pemasok dari grup raksasa Wilmar dan Musim Mas. Dalam dokumen terpisah, tepatnya daftar pemasok untuk grup Cargill, juga tertulis nama Anglo Easter Plantation sebagai pemasok.”

Selain nama-nama perusahaan tersebut. Terdapat sejumlah perusahaan swasta lain yang juga akan menuai keuntungan dari pelepasan kawasan hutan. Yakni, PT Sandhabi Indah Lestari, dengan total luasan 600 hektare di kawasan Hutan Produksi Konversi (HPK) Air Bintunan Kabupaten Bengkulu Utara. Menurut Uli, PT Sandhabi, diketahui juga bermitra dengan Wilmar Grup.

Kemudian, PT Daria Dharma Pratama. Perusahaan ini, masih kata Uli, terbukti melakukan perambahan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Air Ipuh II Reg.65A, seluas 371 hektare.

“Pada Agustus 2018 lalu, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) melakukan pemusnahan sawit milik perusahaan ini. Kawasan tersebut kemudian diusulkan untuk dilepaskan. Perusahaan ini juga masuk dalam daftar pemasok untuk Wilmar Grup.”

Raden Ariyo Wicaksono

Sejumlah massa perwakilan beberapa lembaga masyarakat sipil Bengkulu menggelar aksi damai penolakan pelepasan kawasan hutan, di depan DPRD Provinsi Bengkulu, Selasa (5/11/2019)./Foto: Dokumentasi Genesis Bengkulu.

Selanjutnya PT Inmas Abadi. Uli menjelaskan, konsesi izin milik perusahaan ini berada di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat, HPK Seblat dan Kawasan Hutan Produksi (HPT) Lebong Kandis. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Genesis Bengkulu, kawasan hutan di TWA Seblat, HPK Seblat dan HPT Lebong Kandis yang diusulkan untuk dilepaskan tersebut, tumpang tindih dengan konsesi izin PT Inmas Abadi.

“Sebelumnya, seberapa kali pihak PT Inmas Abadi mengirimkan surat kepada KLHK untuk melepaskan TWA Seblat tetapi selalu ditolak.”

Dalam dokumen Administrasi Hukum Umum (AHU) PT Inmas Abadi juga tercatat nama-nama para elit partai politik, atau elit nasional sebegai pemegang saham perusahaan ini. Salah satunya adalah Yusril Ihza Mahendra yang tercatat sebagai komisaris di perusahaan ini.

“Dalam dokumen Izin Usaha Perkebunan (IUP) perusahaan, juga tercatat nama Riamizard Ryacudu sebagai komisaris. Elit lokal seperti Sultan Bactiar Nadjamudin juga tercatat menjabat sebagai komisaris dalam perusahaan ini.”

Perusahaan lain yang dianggap diuntungkan dari pelepasan kawasan hutan di Bengkulu adalah PT Kusuma Raya Utama. Konsesi IUP milik PT Kusuma Raya Utama ini berada di Taman Buru (TB) Semidang Bukit Kabu. Namun kawasan konservasi ini diusulkan untuk dilepaskan.

“Lalu ada PT Bumi Arya Syam dan Syah Resources. Perusahaan ini juga akan menjadi aktor yang diuntungkan dan terindikasi menunggangi pelepasan kawasan hutan.”

Di kesempatan yang sama, Direktur Walhi Bengkulu, Beni Ardiansyah menilai, pelepasan kawasan hutan sangat erat kaitannya dengan agenda Pekan Olahraga Wilayah ke-X yang tengah berlangsung. Pelepasan kawasan hutan, menurutnya, sangatlah transaksional. Maka sudah sepatutnya Gubernur Bengkulu melakukan review terhadap tata kelola pertambangan di Bengkulu. Terlebih Bengkulu saat ini tengah dihantui bencana banjir dan longsor.

“Seharusnya ada moratorium izin industri ekstraktif dalam kawasan hutan di provinsi Bengkulu dan segera memiliki dokumen grand desain provinsi Bengkulu yang berorientasi pada daya dukung dan daya tampung,” ujar Beni, Selasa (5/11/2019).

Hal senada disampaikan Ali Akbar, Direktur Kanopi Bengkulu. Menurut Ali, pelepasan kawasan itu merupakan bentuk bahwa pemerintah gagal dalam mengelola hutan sebagai sumber penghidupan rakyat, kegagalan itu justru mau dilegitimasi dengan melakukan konversi untuk kepentingan sesaat yang akan bermuara kepada penderitaan. Karena akan meningkatkan potensi risiko bencana, dan turunnya layanan ekosistem.

Ketua Karti Bengkulu, Hexa Prima Putra menambahkan, sumber daya alam adalah titipan bumi ibu pertiwi untuk keberlangsungan hidup anak cucu generasi mendatang. Pemimpin yang tak amanah, tak memiliki rasa keadilan atas sumber alam dan sumber penghidupan hanya akan memberikan menghadirkan badai sengsara bagi generasi yang akan datang.

Sebelumnya,  Kepala DLHK Provinsi Bengkulu Sorjum Ahyan menyatakan, usulan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, sudah sesuai aturan.

Menurut Sorjum, perusahaan-perusahaan yang disebutkan menunggangi pelepasan Kawasan hutan tersebut tidak pernah mengajukan usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan di Provinsi Bengkulu. Usulan pelepasan kawasan hutan dimaksud disampaikan oleh bupati/walikota, setelah melalui kajian dan pertimbangan oleh tim kepada Gubernur.

“Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor PP 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, bahwa usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan untuk wilayah Provinsi Bengkulu diintegrasikan oleh Gubernur Bengkulu dalam usulan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu,” jelas Sorjum Selasa (29/10/2019).