5 Penyu Mati di Pesisir Teluk Sepang, Terkait PLTU ?

Penulis : Redaksi Betahita

Hukum

Rabu, 20 November 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Fenomena tak biasa terjadi di perairan pesisir Teluk Sepang, Bengkulu. Dalam dua pekan terakhir, lima ekor penyu ditemukan mati di perairan tersebut.

Muncul dugaan, kematian penyu-penyu tersebut ada kaitannya dengan aktivitas operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2×100 megawatt (MW) yang berada di Kelurahan Teluk Sepang,.

Dugaan tersebut muncul lantaran penyu-penyu tersebut ditemukan mati tak jauh dari saluran pembuangan limbah PLTU. Selain itu satwa dilindungi tersebut mati sejak PLTU melakukan uji coba operasional beberapa bulan terakhir.

Direktur Kanopi Bengkulu, Ali Akbar mengatakan, pesisir pantai Teluk Sepang memang dikenal sebagai tempat pendaratan dan persinggahan penyu. Termasuk menjadi tempat penyu-penyu bertelur. Mengenai penyebab kematian beruntun sejumlah penyu di pesisir pantai Teluk Sepang beberapa pekan terakhir, sejauh ini dirinya belum dapat menyimpulkan secara pasti.

Salah satu dari 5 ekor penyu yang ditemukan telah mati di pesisir pantai Teluk Sepang. Beberapa jasad penyu mati ditemukan berada tak jauh dari lokasi saluran pembuangan air bahang/limbah operasi produksi PLTU 2x100 Teluk Sepang,/Foto: Dokumentasi Kanopi Bengkulu

Namun demikian, dirinya tidak menampik  kemungkinan adanya hubungan antara kematian penyu tersebut dengan aktivitas operasional PLTU. Karena, penyu-penyu itu ditemukan mati sejak ujicoba operasi produksi PLTU 2×100 MW Teluk Sepang dilakukan.

“Yang jelas penyu itu mati sejak uji coba PLTU. Pertengahan September mulai uji coba pertama. Kemudian dilanjut Oktober. Kami belum melakukan uji laboratorium, jadi belum tahu senyawa apa yg terkandung dalam air bahang. Yang jelas limbah (PLTU) itu berbau busuk,” kata Ali Akbar, Selasa (19/11/2019).

Raden Ariyo Wicaksono

Tampak air bahang atau limbah PLTU yang membuih yang dihasilkan dari saluran pembuangan limbah  PLTU 2×100 MW di daerah pesisir pantai Teluk Sepang, Bengkulu,/Foto: Dokumentasi Kanopi Bengkulu

Dugaan adanya hubungan aktivitas operasional PLTU dengan kematian penyu itu diperkuat dengan lokasi temuan penyu-penyu mati yang tidak jauh dari saluran pembuangan air bahang PLTU.

“Macam-macam (jarak). Ada yang 30 meter, ada yang kurang dari 10 meter dan ada sekitar 1 Km. ”

Raden Ariyo Wicaksono

Salah satu dari 5 ekor penyu yang ditemukan telah mati di pesisir pantai Teluk Sepang. Beberapa jasad penyu mati ditemukan berada tak jauh dari lokasi saluran pembuangan air bahang/limbah operasi produksi PLTU 2×100 Teluk Sepang,/Foto: Dokumentasi Kanopi Bengkulu

Menurut Ali Akbar, perlu dilakukan analisis mendalam terhadap dampak air bahang limbah PLTU yang dibuang ke perairan Teluk Sepang. Selain itu nekropsi dan pemeriksaan mendalam terhadap jasad penyu mati juga perlu dilakukan guna mendapatkan kepastian penyebab kematian penyu.

Apabila kematian penyu-penyu itu terbukti disebabkan oleh limbah PLTU yang dibuang ke perairan Teluk Sepang, Ali Akbar menganggap ada masalah dalam analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang dibuat PLTU. Dengan kata lain perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap izin lingkungan yang telah diberikan kepada pihak PLTU.

“Kalau itu (kematian penyu ada hubungannya dengan limbah PLTU) terjadi berarti terjadi pengingkaran terhadap dokumen AMDAL. Bahwa Izin lingkungan harus dicabut dan dibatalkan. Karena PLTU batubara tidak bisa mengantisipasi dampak yang ditimbulkan. (limbah) Bisa dibuang ke laut dengan syarat sudah tidak berbahaya bagi lingkungan.”

Kepala Divisi Pesisir dan Maritim Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Ohiongyi Marino mengatakan, apabila dugaan kematian penyu diakibatkan aktivitas operasi PLTU itu terbukti benar adanya, maka harus segera dilakukan penghentian sementara kegiatan PLTU yang diikuti dengan rehabilitasi dan pemulihan wilayah terdampak.

“Khususnya wilayah terdampak yang merupakan habitat penyu-penyu tersebut, sehingga ke depannya kejadian ini tidak terulang lagi,” kata Ohiongyi, Selasa (19/11/2019).

Ohiongyi melanjutkan, evaluasi terhadap Amdal PLTU juga perlu dilakukan. Terutama bila operasional PLTU, termasuk limbah yang dihasilkan dan dibuang ke perairan terbukti sebagai penyebab utama kematian penyu. Karena kematian penyu secara beruntun beberapa waktu terakhir itu merupakan bukti terjadinya pencemaran.

“Pencemaran terjadi karena dalam Amdal PLTU yang sekarang terdapat kesalahan dan gagal mencegah dampak yang akan terjadi. Amdal perlu direvisi. Namun dalam hal ternyata kegiatan ini tidak bisa mencegah dampak tersebut, maka perlu pencabutan izin lingkungan diikuti pencabutan izin usaha.”

Ohiongyi menambahkan, apabila PLTU melakukan kelalaian dalam hal pengelolaan dan pembuangan limbahnya hingga berujung pada terjadinya pencemaran lingkungan maka, pihak PLTU berpotensi mendapat sanksi hukum. Sanksi tersebut di antaranya diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlidungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

“Pasal 80 dan 82 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sanksi terhadap PLTU TS dapat dikenakan paksaan pemerintah yang bentuknya penhentian sementara kegiatan dan yang diikuti pemulihan dan evaluasi menyeluruh atas AMDAL dan kegiatan PLTU.”

Kemudian, lanjut Ohiongyi, PLTU juga dapat dikenakan sanksi lain, Karena penyu yang mati di sekitar PLTU Teluk Sepang merupakan jenis Penyu Sisik yang merupakan fauna dilindungi, berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/menlhk/setjen/kum.1/12/2018, perubahan kedua atas peraturan menteri lingkungan hidup Kehutanan Nomor P.20/menlhk/setjen/kum.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.

“Oleh karenanya, dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 21 ayat 2 huruf a junto Pasal 40 ayat 2 dan ayat 4 UU 5 1990 tentang sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,” ujar Ohiongyi.

Terpisah, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bengkulu, Benny Ardiansyah mengatakan, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap perencaan pembangunan PLTU Teluk Sepang. Terlebih wilayah PLTU merupakan wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi, tempat para penyu bertelur.

Yang mana, apabila dilihat dari perencaan yang tercantum dalam AMDAL PLTU, terdapat kurang lebih 900 liter per detik air bahang yang dibuang ke laut, saat PLTU 2×100 MW Teluk Sepang beroperasi.

“Air buangan ini untuk menstabilkan turbin uap PLTU yang beroperasi. Kira-kira seberapa panas air itu?? Belum lagi ditambah dengan limbah B3 yang dihasilkan dari pembakaran batu bara,” kata Benny, Selasa (19/11/2019).

Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung Donal Hutasoit mengatakan dua bangkai penyu yang diserahkan warga sudah dibedah oleh dokter hewan BKSDA.

“Ada sampah plastik dalam tubuh penyu serta makanan alami lainnya sehingga penyebab kematian yang pasti harus diperiksa secara lengkap terkait unsur kimia yang masuk ke tubuh penyu,” kata Donal seperti dikutip ANTARA.

Ia menyayangkan BKSDA Bengkulu-Lampung tidak punya laboratorium untuk memeriksa kandungan unsur kimia dalam bangkai penyu tersebut.