Sejak 2012, Sudah 80 Gajah Sumatera Mati di Aceh

Penulis : Redaksi Betahita

Hutan

Sabtu, 30 November 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Beberapa pekan belakangan, dua ekor gajah ditemukan mati di dua daerah berbeda di Sumatera, yakni di Kabupaten Bengkalis, Riau dan Kabupaten Aceh Timur, Aceh.

Khusus untuk kasus kematian gajah di Aceh Timur, ternyata menggenapkan kematian Gajah Sumatera ke-80 yang terjadi di Aceh.

Pengendali Ekosistem Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Tutia Rahman mengatakan, berdasarkan catatan BKSDA Aceh, sejak 2012 lalu hingga sekarang sudah 80 ekor Gajah Sumatera yang mati di wilayah Aceh. Kematian gajah-gajah tersebut disebabkan berbagai hal.

“Dari tahun 2012 sampai November 2019 sudah 80 ekor gajah mati. Penyebab  kematiannya, konflik, racun, perburuan dan sakit atau mati alami,” kata Tutia Rahmi, Kamis (28/11/2019)

Gajah Sumatera (Elephas maximus ssp. Sumatranus) ditemukan mati di dalam areal perkebunan sawit PT Atakana, Kabupaten Aceh Timur, 20 November 2019./Foto: Dokumentasi BKSDA Aceh

Baca juga: Kematian Gajah di Areal HTI Sinarmas, yang Pertama Akibat Perburuan Gading dalam 5 Tahun Terakhir

Potensi konflik gajah dan manusia di Aceh cukup besar. Tutia Rahmi menjelaskan, saat ini habitat Gajah Sumatera (Elephas maximus ssp. Sumatranus) di Provinsi Aceh, hampir 85 persennya berada di luar kawasan konservasi dan di luar kawasan hutan. Termasuk daerah lokasi tempat temuan gajah tersebut mati di areal perkebunan PT Atakana.

“Kondisi saat ini, 85 persen keberadaan gajah liar berada di luar kawasan konservasi. (lokasi temuan gajah mati) Merupakan habitat gajah. Di Provinsi Aceh terdapat 8 kawasan konservasi yang berada di bawah pengelolaan BKSDA Aceh. Dari 8 kawasan tersebut hanya 3 kawasan koservasi saja yang menjadi habitat gajah. Selebihnya gajah berada di HL (Hutan Lindung), HP (Hutan Produksi) dan APL (Areal Penggunaan Lain),” kata Tutia Rahmi.

Tutia Rahmi  mengatakan, penyebab kematian gajah sumatera di PT Atakana tersebut belum dapat dipastikan. Namun menurut dugaan, gajah tersebut mati akibat keracunan.

“Sampelnya sedang dalam proses pengiriman ke Puslabfor Jakarta. (sampel) Berupa usus, limpa, isi calon feses, cairan lambung. Dugaan sementara kematian karena keracunan.”

Beberapa petugas tim BKSDA Aceh melakukan pengecekan temuan bangkai Gajah Sumatera yang mati di areal perkebunan PT Atakana, Kabupaten Aceh Timur, 20 November 2019./Foto: Dokumentasi BKSDA Aceh.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto mengatakan, kematian Gajah Sumatera di perkebunan sawit di Aceh Timur, tepatnya di area PT Atakana, Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Rantau Peureulak itu, baru diketahui pada 20 November 2019 lalu. Itupun diketahui berdasarkan laporan dari pekerja kebun PT Atakana yang disampaikan kepada tim petugas BKSDA Aceh yang kala itu sedang melakukan penggiringan gajah liar di sekitar area desa.

“Tim petugas BKSDA Aceh yang terdiri dari Resor KSDA Langsa dan CRU Serbajadi beserta aparat TNI dan pihak perusahaan langsung menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan pengecekan ke lokasi kejadian. Berdasarkan pengecekan yang dilakukan oleh tim petugas, benar ditemukan adanya bangkai gajah sumatera yang telah mati dengan jenis kelamin betina dan berat badan kurang lebih 3 ton,” kata Agus Arianto.

Atas temuan gajah mati di areal PT Atamana tersebut, dirinya meminta tim petugas untuk melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian setempat agar dilakukan pengamanan Tempat Kejadian Perkara (TKP) dan meminta tim untuk mengumpulkan informasi dari masyarakat sekitar. Selain itu dirinya juga mengirim tim medis Balai KSDA Aceh ke TKP untuk melakukan tindakan bedah bangkai (nekropsi).

“Pada hari Kamis tanggal 21 November 2019, tim medis Balai KSDA Aceh telah melakukan tindakan nekropsi dan mengambil beberapa sampel dari bangkai Gajah Sumatera tersebut untuk dikirim ke Puslabfor Polri. Tim medis memperkirakan umur kematian Gajah Sumatera ini yaitu kurang lebih 8-10 hari yang lalu dengan estimasi umur sekitar 25 tahun.”

“Sempitnya habitat gajah di Provinsi Aceh juga menjadi penyebab utama pemicu konflik gajah dengan manusia.”

BKSDA Aceh mengharapkan dukungan serta peran dari berbagai pihak dalam penanggulangan permasalahan konflik gajah dengan manusia di Provinsi Aceh .

“Balai Konservasi Daya Alam Aceh memberikan apresiasi yang tinggi terhadap keterlibatan pihak Kepolisian Resor Aceh Timur, Kepolisian Sektor Rantau Peureulak, FKL, dan pihak lainnya yang ikut membantu dalam melakukan pengamanan dan olah TKP hingga proses bedah bangkai atau nekropsi dapat terlaksana dengan lancar,“ kata Agus Arianto.