Uni Eropa Boikot Biodisel Sawit karena Deforestasi, Jokowi: Enggak Apa-apa

Penulis : Redaksi Betahita

Konservasi

Senin, 23 Desember 2019

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Presiden Joko Widodo atau Jokowi terkesan cuek dengan boikot yang dilakukan Uni Eropa terhadap penggunaan sawit sebagai bahan bakar. Uni Eropa menyoroti deforestasi imbas budidaya sawit yang masif.

Uni Eropa pun mengenakan bea masuk sebesar 8-18 persen untuk produk biodiesel asal Indonesia. Kebijakan itu berlaku sementara per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.

Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir.

Namun Jokowi menyatakan hakulyakin Indonesia tidak bisa ditekan oleh negara lain andai 100 persen sukses menerapkan biodiesel dari sawit. Alasannya, Indonesia bisa mandiri dengan mengkonsumsi produksi sawitnya sendiri dan tidak bergantung pada ekspor ke negara lain.

Tampak dari atas kondisi pembukaan hutan untuk lahan sawit/Foto: Dok. Save Our Borneo

“Kamu enggak beli enggak apa-apa, saya pakai sendiri. Kamu enggak beli enggak apa-apa, saya konsumsi sendiri di dalam negeri,” katanya usai meresmikan implementasi B30 di SPBU Pertamina Jalan MT. Haryono, Tebet, Jakarta, Senin, 23 Desember 2019.

Hal ini, kata Presiden, akan menjadikan daya tawar Indonesia menjadi lebih kuat di mata internasional. “Ngapain kita tergantung oleh negara lain kalau konsumsi di dalam negeri bisa memakainya. Apalagi ini energi bersih,” tuturnya.

Menurut dia, dengan penerapan campuran solar dan sawit ini maka ketergantungan impor bahan bakar Indonesia bisa diatasi. Ia mengatakan untuk penerapan B30 saja berpotensi menghemat US$ 4,8 miliar atau Rp 63 triliun.

Jokowi ingin permintaan terhadap B30 menuju B100 di dalam negeri terus dikembangkan dan diperbesar. Tujuannya agar Indonesia bisa keluar dari rezim impor.

“Apakah kita mau keluar dari rezim impor atau tidak? Jangan-jangan ada di antara kita yang masih suka impor, impor BBM,” tuturnya.

TEMPO..CO | TERAS.ID