Koalisi Kemanusiaan Berharap Pengakuan dan Perlindungan dari Pemerintah untuk Masyarakat Adat Long Isun Segera Direalisasikan

Penulis : Redaksi Betahita

Agraria

Jumat, 07 Februari 2020

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat Kalimantan Timur (Kaltim) berharap keinginan masyarakat adat Long Isun, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur (Kaltim) untuk mendapat pengakuan dari pemerintah bisa segera direalisasikan. Karena, sejak diusulkan 2018 lalu hingga sekarang, belum ada tindak lanjutnya dari pemerintah.

Pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat Long Isun ini adalah salah satu dari beberapa poin kesepakatan yang dihasilkan terkait penyelesaian konflik masyarakat Long Isun dengan PT Kemakmuran Berkah Timber (KBT).

Buyung Marajo dari FH Pokja 30 mengatakan, pengakuan yang diinginkan masyarakat adat Long Isun ini sebenarnya sudah dibicarakan sejak lama. Bahkan pemerintah daerah sudah berjanji untuk memberikan pengakuan, baik dalam bentuk peraturan daerah maupun surat keputusan (SK) dari bupati setempat. Namun sampai saat ini janji tersebut belum juga terealisasi.

“Sebetulnya pengakuan dan pengukuhan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan Hutan Adat (HA). Kalau Ranperdanya tinggal inisiatif DPRD Mahakam Ulu, kalau Bupatinya sensitif dia bisa saja keluarkan SK untuk bentuk dukungan untuk dapat pengakuan MHA dan HA,” kata Buyung, Kamis (6/2/2020).

Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat, Kalimantan Timur (Kaltim), saat menggelar konferensi pers terkait usulan pengakuan dan perlindungan MHA yang diusulkan warga Long Isun, Rabu (5/2/2020) kemarin./Foto: Dokumentasi FH Pokja 30

Lebih lanjut Buyung menjelaskan, September 2018 warga Long Isun telah menyampaikan usulan pengakuan untuk masyarakat adatnya kepada pemerintah daerah. Dalam usulan tersebut, masyarakat adat Long Isun juga menyertakan peta wilayah adat yang diusulkan. Akan tetapi usulan tersebut belum ada tindak lanjut yang jelas dari pemerintah.

Padahal berdasarkan hasil pertemuan yang dilakukan perwakilan warga Long Isun, bersama pemerintah daerah dan juga pihak perusahaan PT KBT, September 2018 lalu. Disepakati bahwa pengakuan masyarakat adat bagi warga Long Isun ini akan ditangani oleh pemerintah daerah. Dengan Sekretariat Daerah (Setda) sebagai pantia pelaksananya.

“Sekda sebagai panitianya, September 2018 warga sudah masukan usulan, sampai sekarang belum ada tindaklanjutnya. Peta usulan sudah dalam satu paket di dokumen usulan yang diterima langsung oleh Sekda dan Bupati. Kan tinggal Panitia MHA Kabupaten lakukan verifikasi dan validasi untuk pengusulan tingkat lanjutnya.”

Selain usulan pengakuan masyarakat hukum adat (MHA) beserta peta wilayah adat. Koalisi juga sudah menyiapkan naskah akademik dan rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang Pengakuan Masyarakat Hukum Adat.

“Itu (naskah) sudah Koalisi siapkan. Dari naskah akademik sampai Ranperdanya. Ya itu cuma tinggal kemauan legislatifnya saja lagi.”

Terpisah, Marta Kavung dari Perkumpulan Nurani Perempuan menambahkan, pengakuan pemerintah ini merupakan hal yang sangat penting bagi warga Long Isun. Karena, selama ini wilayah adat warga Long Isun terus mendapat gangguan.

“Hal yang mendesak adalah karena wilayah adat (Long Isun) terus diusik oleh perusahaan. Masyarakat adat Long Isun ingin mengelola tanah hutan dan air mereka sendiri. Karena itu merupakan sumber-sumber kehidupan mereka. Dan mereka tidak mau merusak hutan mereka. Karena hutan merupakan titipan leluhur yang harus dijaga hingga anak cucu mereka,” kata Marta, Kamis (6/2/2020).

Menurut Marta, rencananya Koalisi dan masyarakat adat Long Isun akan melakukan rapat dengan pendapat (RDP) dengan DPRD Provinsi Kaltim, membicarakan tentang persoalan ini.

Direktur Eksekutif Walhi Kaltim, Yohana Tiko mengungkapkan, tidak adanya kejelasan soal tindak lanjut pengakuan masyarakat hukum adat dari pemerintah yang diinginkan warga Long Isun ini menimbulkan kegelisahan warga. Terutama karena aktivitas perusahaan, baik hak pengelolaan hutan (HPH) maupun hutan tanaman industri (HTI), dikhawatirkan akan semakin merusak hutan adat yang selama ini dipertahankan masyarakat Long Isun.

“Kalau hutan itu habis, masyarakat adat Long Isun akan merasa kehilangan identitasnya. Pada September 2018 usulan masyarakat Long Isun disampaikan secara resmi. Tapi sampai sekarang tidak ada alasan yang disampaikan. Kenapa tidak ada perkembangan. Apakah ada yang kurang atau bagaimana,” kata Yohana, Kamis (6/2/2020).

Lebih lanjut Yohana menguraikan, masyarakat adat yang tinggal di kampung Long Isun sudah sejak lama berupaya untuk mendapatkan pengakuan. Karena selain menjadi tempat berburu, berladang dan meramu masyarakat adat. Bagi masyarakat Long Isun, hutan, tanah dan sungai merupakan ibu dari kehidupan.

“Terutama bagi Suku Dayak Bahau Umaaq Suling di Kampung Long Isun, Kecamatan Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur. Sehingga, kami meminta pemerintah segera memproses segala persyaratan. Baik secara administrasi dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk pengkuan Masyarakat Hukum Adat Kampung Long Isun.”

4 Kesepakatan Penyelesaian Konflik Warga dan Perusahaan

Yohana Tiko mengungkapkan, keinginan warga Long Isun mendapatkan pengakuan dan pengukuhan sebagai MHA ini dilatari oleh terjadinya konflik warga Long Isun dengan PT KBT yang sudah berlangsung sejak lama. Konlflik dimaksud bahkan menimbulkan gesekan dan ketegangan di lapangan.

Singkat kata, untuk meredakan konflik tersebut, pada 6 Februari 2018 lalu, Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu, dan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan mengajak warga Long Isun dan pihak PT KBT untuk duduk bersama menyelesaikan konflik yang terjadi.

Pertemuan tersebut menghasilkan 4 poin kesepakatan:

  1. Menghentikan konflik tata batas antara masyarakat Kampung Long Isun dan Kampung Naha Aruq dengan PT KBT.
  2. Masyarakat Long Isun, Naha Aruq dan PT KBT, tata batas wilayah Kampung Long Isun dengan Kampung Naha Aruq yang berlaku adalah keputusan Bupati Kutai barat. Masyarkat Long Isun dan Naha Aruq akan melakukan musyawarah dan mufakat secara adat di kampung, terkait tata batas, yang difasilitasi oleh Dewan Adat Dayak Wilayah Mahakam Ulu.
  3. Wilayah konsesi PT KBT yang masuk wilayah Kampung Long Isun ditetapkan status quo dan akan diproses menjadi hutan adat.
  4. Proses penetapan hutan adat melibatkan Dewan Adat Dayak Mahakam Ulu, Walhi Kalimantan Timur, Perkumpulan Nurani Perempuan, FH Pokja 30, Jaringan Advokat Lingkungan Hidup dan Pokja PPS Kalimantan Timur.

“Menindaklanjuti hasil kesepakatan para pihak tersebut, masyarakat Long Isun didampingi oleh Koalisi Kemanusiaan untuk Pemulihan Kedaulatan Masyarakat Adat menyerahkan dokumen pengusulan Masyarakat Hukum Adat Kampung Long Isun secara resmi ke Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu pada 19 September 2018,” ujar Yohana.

Sejatinya, tambah Yohana, telah ada regulasi atau dasar bagi pemerintah daerah untuk mengakui kebeadaan masyarakat adat. Aturan tersebut antara lain, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat Kaltim

Kemudian, Peraturan Daerah Kabupaten Mahakam Ulu Nomor 7 Tahun 2018 Tentang Pengakuan, Perlindungan, Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat dan Lembaga Adat, serta Keputusan Bupati Mahulu nomor 800.05.140.436.1/K.185d/2017 tentang Pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Mahulu.

“Namun faktanya hingga saat ini belum ada perkembangan terkait usulan pengakuan dan perlindungan masyarakat Hukum Adat kampong Long Isun,” tutup Yohana.