Warga Penolak Tambang Emas Banyuwangi Ancam Mogok Makan

Penulis : Redaksi Betahita

Tambang

Senin, 24 Februari 2020

Editor : Redaksi Betahita

Betahita.id – Penolakan tambang emas oleh warga Banyuwangi di depan kantor Gubernur Jawa Timur (Jatim), Kamis (20/2/2020) masih belum buahkan hasil. Harapan warga bertemu Gubernur Jatim masih belum juga dipenuhi. Rencananya aksi tersebut akan terus digelar oleh warga, bahkan warga mengancam akan mogok makan.

Baca juga: Tolak Tambang Emas, Warga Banyuwangi Bersepeda ke Surabaya

Utsman A. Halimi dari Forum Rakyat Banyuwangi menuturkan, beragam aksi dilakukan warga Banyuwangi dan solidaritas penolak tambang emas gunung Salakan di depan kantor Gubernur Jatim ini. Mulai dari beribadah, orasi, teaktrikal dan lain sebagainya. Namun hingga hari kedua, aksi-aksi warga tersebut belum juga menggugah hati Gubernur Jatim untuk bersedia menemui massa.

Menurut Utsman, aksi warga dan simpatisan dari berbagai daerah ini rencananya akan terus digelar hingga Gubernur Jatim bersedia menemui warga dan memenuhi tuntutan yang disampaikan.

Sejumlah warga Desa Sumberagung dan para simpatisan lainnya menggelar Sholat Dzuhur di depan kantor Gubernur Jatim, 20 Februari 2020./Foto: Dokumentasi Forum Rakyat Banyuwangi

“Tidak ditemui (Gubernur). Kami sholat dzuhur, sholat hajat, sholawat, orasi, sholat azhar beserta yasinan dan teatrikal. Ini sudah hari kedua dan akan tetap aksi sampai ditemui dan tuntutan dipenuhi,” kata Utsman, Jumat (21/2/2020).

Raden Ariyo Wicaksono

Puluhan warga Desa Sumberagung, Banyuwangi dan warga simpatisan berasal dari daerah lainnya menggelar aksi tolak tambang di depan kantor Gubernur Jatim, 20 Februari 2020./Foto: Forum Rakyat Banyuwangi.

Hal senada disampaikan Fandi, Koordinator Advokasi Walhi Jatim. Fandi bilang, aksi penolakan tambang yang dilakukan oleh warga Banyuwangi dan solidaritas Jaringan Masyarakat Tolak Tambang ini rencananya akan dilanjutkan dengan aksi mogok makan. Aksi tersebut akan dilaksanakan pada Senin (24/2/2020) ini.

“Hari ini hari kedua aksi warga di depan kantor Gubernur. Setelah sebelumnya aksi kayuh sepeda dari Banyuwangi sejak 15 Februari kemarin. Hingga sekarang Gubernur Jatim belum mau menemui. Tidak ada alasannya. Senin akan lanjut mogok makan sampai waktu yang tidak ditentukan,” kata Fandi, Jumat (21/2/2020).

Fandi mengatakan, di hari kedua ini, warga Banyuwangi juga melaksanakan khataman Al-Quran dan Doa Bersama melibatkan simpatisan yang berasal dari daerah lain dan juga warga Surabaya. Berbarengan dengan aksi penolakan tambang di depan kantor Gubernur Jatim, puluhan warga Desa Sumberagung lainnya saat ini juga sedang melakukan perlawanan dalam bentuk mendirikan tenda di sekitar gunung Salakan, Banyuwangi.

Terdapat sedikitnya dua tuntutan yang ingin disampaikan warga kepada Gubernur Jatim. Yakni:

  1. Mendesak Gubernur Jatim mencabut perizinan pertambangan PT BSI dan PT DSI guna terciptanya keselamatan, keberlanjutan dan pemulihan lingkungan dan ruang hidup warga Sumberagung dan sekitarnya.
  2. Mendesak Gubernur Jatim, untuk memulihkan kawasan yang telah rusak di Tumpang Pitu, demi menjamin kehidupan masyarakat berbasis kelestarian lingkungan dan pengurangan resiko bencana.

Raden Ariyo Wicaksono

Puluhan warga Desa Sumberagung, Banyuwangi melakukan aksi kayuh sepeda dari Banyuwangi ke kantor Gubernur Jatim, dengan jarak tempuh 300 Km. Aksi tersebut dilaksanakan sejak 15 Februari 2020 kemarin./Foto: Forum Rakyat Banyuwangi.

Di kesempatan lain, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan & Penyuluhan, Beka Ulung Hapsara mengatakan, KomasHAM telah melakukan pengumpulan bahan informasi dan fakta lapangan terkait konflik yang muncul akibat rencana aktivitas pertambangan di Gunung Tumpang Pitu dan sekitarnya. Data-data lapangan yang didapat tersebut saat ini masih pihaknya pelajari.

“Kami masih mempelajari data-data dari pemerintah Provinsi Jatim, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, PT BSI dan Polresta Banyuwangi. Selain itu, KomnasHAM juga akan mengundang ahli pertambangan, ahli lingkungan dan ahli kebencanaan supaya memberi perspektif keahlian masing-masing sehingga bisa memberi pertimbangan lebih kepada KomnasHAM,” kata Beka, Jumat (21/2/2020).

Terkait aksi penolakan tambang emas yang digelar warga di depan kantor Gubernur Jatim. Beka mengatakan, dalam waktu dekat, KomnasHAM akan segera mengirim surat kepada Gubernur Jatim agar bersedia mengadakan pertemuan dengan warga. Bila perlu KomnasHAM akan turun tangan memfasilitasi pertemuan dimaksud.

Seperti diberitakan sebelumnya, puluhan warga Banyuwangi, khususnya warga Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, sejak 15 Februari 2020 lalu nekat melakukan aksi ‘ngontel’ atau mengayuh sepeda dari Banyuwangi menuju kantor Gubernur Jatim. Dengan jarak tempuh kurang lebih 300 Km.

Raden Ariyo Wicaksono

Puluhan warga mendirikan tenda-tenda di sekitar kaki Gunung Salakan, sebagai bentuk perlawanan warga terhadap rencana aktivitas pertambangan di gunung itu./Foto: Dokumentasi Forum Rakyat Banyuwangi.

Aksi kayuh sepeda ini sebelumnya didahului dengan aksi tolak tambang dengan memasang tenda perjuangan, sejak 7 Januari 2020. Pemasangan tenda perjuangan tersebut merupakan sikap penolakan warga terkait kedatangan Brimob dan Tim Perusahaan Pertambangan yang akan melakukan kegiatan pertambangan di Gunung Salakan, tak jauh dari Gunung Tumpang Pitu yang telah ditambang.

Bagi warga Desa Sumberagung, keberadaan Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung sekitarnya, termasuk Gunung Salakan yang akan ditambang, memiliki peran penting. Bagi nelayan, gunung-gunung tersebut merupakan ‘tetenger’ atau tanda acuan arah ketika beraktivitas di laut.

Kemudian, gunung-gungung tersebut juga dianggap sebagai benteng alami bagi perkampungan komunitas nelayan yang tinggal di pesisir teluk Pancer dari ancaman angin Tenggara yang terkenal ganas pada musim-musim tertentu. Selain itu ia juga berfungsi sebagai benteng utama terhadap bahaya ancaman gelombang badai tsunami.

Gunung-gunung yang akan dieksploitasi oleh beberapa perusahaan itu juga sebagai pusat mata air yang mampu mencukupi kebutuhan pertanian dan konsumsi rumah tangga. Bahkan bagi sebagian besar penduduk, gunung-gunung itu juga merupakan tempat atau sumber mata pencaharian sehari-hari.