Ketahanan Pangan Lokal Papua di Masa Pandemi Covid-19

Penulis : GIlang Helindro

Hutan

Senin, 04 Mei 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Variasi bahan pangan lokal yang diolah menjadi makanan oleh komunitas masyarakat adat Papua bersumber dari hutan atau dengan cara bercocok tanam di sekitar hutan dan kampung adalah sumber pangan yang tetap tersedia di masa-masa pembatasan sosial akibat wabah corona seperti saat ini.

Sayangnya, menurut Koordinator Aliansi Masyarakat Adat Nusantara wilayah Sorong Raya, Feki Yance Wilson Mobalen, kebiasaan yang sudah turun menurun ini makin berkurang. “Sudah seharusnya masyarakat Papua mempertahankan kekuatan pangan lokal. Jangan biarkan pergeseran pangan lokal terjadi lagi seperti di Kampung Waijan, Pulau Salawati, Raja Ampat,” katanya.

Persawahan dan lahan padi menggantikan dusun sagu di tanah Papua. "Bahkan alih fungsi lahan dari dusun sagu menjadi lahan sawit," kata Feki, saat dihubungi setelah diskusi virtual "Kupas Tuntas Ketahanan Pangan Masyarakat Adat Tanah Papua di Masa Pandemi” yang diselenggarakan Yayasan Eco Nusa, Rabu, 29 April 2020 lalu.

Ketika wabah virus seperti sekarang ini di wilayah adat banyak yang tidak mengerti soal penyebaran dan tanda tandanya. "Masyarakat adat sedikitpun tidak punya pemahaman tentang bagaimana penyebaran Covid-19 ini dan mempengaruhi wilayah adat," katanya

Masyarakat adat Papua Barat berunjuk rasa di Jakarta, Kamis, 15 November 2018/ Betahita

Masyarakat adat dan suku-suku di dekat hutan dan pedalaman dalam masa Pandemi Covid-19 ini menjadi kelompok yang sangat rentan. Karena walaupun mungkin bertempat tinggal jauh dari kota yang menjadi episentrum penularan Covid-19 tetapi ketiadaan fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit di daerahnya menjadikan pengobatannya akan sangat sulit dilakukan.

Sedangkan Kota Sorong merupakan pintu utama dari 5 kabupaten dan satu kota dalam menyalurkan logistik dan bahan pangan. "Situasi Covid-19 membuat semua berpikir untuk pergi berkebun,” kata Feki

Dosen Fakultas MIPA Universitas Cenderawasih di Jayapura, Daawia Suhartawan, mengatakan masyarakat adat di Papua memiliki kearifan dalam mengelola kebun dan hutan yang merupakan wilayah adatnya. Contoh berupa pola menanam berbagai jenis tumbuhan di ladang serta tidak menggunakan pupuk ataupun pestisida kimia. ”Polikultur seperti itu menghindarkan dari ledakan hama,” katanya.

Salah satu contoh pertanian tradisional yang diterapkan oleh suku Dani barat dan Dani Baliem adalah perladangan berpindah dengan tanaman pokok ubi jalar. Mereka akan pindah membuka lahan baru setelah kesuburan tanah menurun yang dilakukan setelah dua sampai tiga kali panen.

Beberapa tahapan dilakukan saat membuka lahan baru dimulai dengan upacara adat lalu dilanjutkan dengan pemilihan lokasi, pembersihan lahan, penebangan pohon, pembakaran lahan, pembuatan pagar, pengolahan lahan, penanaman, perlindungan lahan dan pemanenan.

"Kondisi lingkungan, topografi dan kemiringan lahan serta iklim mikro mempengaruhi tehnik budidaya ubi jalar," katanya.

Suku-Suku di Tanah Papua dengan kearifan lokal yang dimilikinya telah mampu memenuhi kebutuhan Pangan secara mandiri dengan mengelolah SDA yang ada di sekitarnya. Ketahanan Pangan dengan mengkonsumsi pangan lokal tersebut telah terbukti menyedikan pangan yang cukup selama ratusan tahun secara turun temurun juga diharapkan akan mampu menghadapi krisis pangan akibat Pandemik COVID-19.