Gajah Mati Mendadak di Kasang Kulim, Gangguan Pencernaan?

Penulis : R. Ariyo Wicaksono

Biodiversitas

Kamis, 21 Mei 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Seekor Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dewasa ditemukan mati di Lembaga Konservasi Kasang Kulim, Riau, Rabu (13/5/2020). Sejauh ini hasil neukropsi yang dilakukan tim medis hanya menemukan indikasi bahwa gajah tersebut menderita gangguan pencernaan.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Riau, Suharyono menuturkan, penyebab utama gajah tersebut mati belum bisa disimpulkan. Namun dari neukropsi atau bedah bangkai yang dilakukan, tim medis menemukan adanya indikasi gangguan pencernaan.

"Tim medis tidak bisa langsung menyebut satu penyebab utama kematian. Mengingat perilaku gajah dalam kondisi normal. Yaitu gemuk, lincah dan nafsu makannya bagus. Biasanya kalau gangguan pencernaan lama, kan berakibat pada perubahan fisik gajah itu sendiri. Kuruslah dan lain-lain," kata Suharyono, Rabu (20/5/2020).

Suharyono membenarkan gajah tersebut pada malam hari sebelum ditemukan mati, sempat mengeluarkan pekikan setelah adanya bunyi petir yang sangat keras. Akan tetapi hal itu belum bisa dikaitkan dengan penyebab kematian gajah.

Petugas BBKSDA Riau melakukan nekropsi gajah sumatera jinak yang mati di Kebun Binatang Kasang Kulim, Kabupaten Kampar, Riau. (ANTARA/Dok. BBKSDA Riau)

"Betul ada keterangan dari penjaga malam yang mengatakan gajah memekik. Tapi tidak ada tanda-tanda luka atau indikasi fisik yang menunjukkan gajah dan lingkungannya tersambar petir."

Dari kronologisnya, menurut keterangan Darwis, sang pawang gajah, pada Selasa, 12 Mei 2020 lalu sekitar pukul 18.00 WIB, gajah bernama Febri berusia 32 tahun tersebut terlihat dalam kondisi sehat. Di hari itu gajah Febri diberi makan sebanyak 3 kali.

Yaitu, pada pukul 08.00 WIB sebanyak 2 gerobak batang jagung, pukul 13.00 WIB 1 gerobak batang pisang dan terakhir pada pukul 16.00 WIB 1 gerobak batang jagung. Pakan tersebut diperoleh dari kebun pisang dan kebun jagung yang berada di sekitar lembaga konservasi.

Namun, malam harinya sekitar pukul 23.00 WIB, R. Samosir, seorang petugas keamanan dan pembersih kandang mendengar pekikan suara gajah, setelah terdengar suara petir yang sangat kuat. Setelah dilakukan pengecekan dari jarak kurang lebih 20 meter, gajah Febri terlihat bergerak seperti biasa, maju mundur.

Namun pada pagi keesokan harinya (13/5/2020), kondisi berbeda dialami gajah Febri. Pada pukul 05.00 WIB, saat Samosir melakukan pengecekan, gajah Febri terlihat dalam kondisi terbaring. Satu jam kemudian, Samosir melaporkan hal tersebut kepada pihak pemilik lembaga konservasi sekaligus memanggil sang pawang gajah dan memberitahukan kondisi gajah Febri yang dalam kondis terbaring dan tidak mau bangun.

Pada sekitar pukul 07.00 WIB, Darwis sang pawang gajah melakukan pengecekan kepada gajah Febri dengan memeluk bagian kepala dan belalai. Hasilnya gajah dewasa tersebut sudah tidak bernafas lagi dan sudah dipastikan tidak bernyawa atau mati. Hal tesebut kemudian dilaporkan kepada pihak Balai Besar KSDA Riau.

Dari laporan tersebut, Balai Besar KSDA kemudian menurunkan dokter hewan untuk melakukan pemeriksaan dan juga tim medis untuk melakukan neukropsi atau bedah bangkai. Neukropsi dilakukan pada sekitar pukul 12.05 WIB dan selesai dilakukan pada sekitar pukul 16.00 WIB.

Neukropsi dimaksud dilakukan dengan melakukan sayatan pada daereah abdominal ke arah cranial dengan memotong tulang sternum sehingga terlihat organ dalam atau visceral. Hasil neukropsi dan pemeriksaan secara patologi anatomi menunjukkan bahwa penyebab kematian gajah Febri diduga adalah infeksi atau radang salurang pencernaan secara masif dan kronis.