Sidang Rakyat Kedua: Masyarakat Keluhkan PLTU dan Pertambangan

Penulis : Gilang Helindro

Lingkungan

Minggu, 31 Mei 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Masyarakat Indonesia bagian timur yang tinggal di wilayah pertambangan dan area PLTU batu bara mulai dari Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, hingga Papua merasakan dampak buruk dari aktivitas pertambangan. Hal ini diungkapkan pada Sidang Rakyat Tandingan pada hari kedua, Sabtu 30 Mei 2020, yang dilangsungkan oleh gerakan koalisi #BersihkanIndonesia dan berbagai jejaring masyarakat sipil lainnya.

Baca juga: (Sidang Rakyat Tandingan untuk Batalkan UU Minerba)

Moh Taufik dari JATAM Sulawesi Tenggara mengatakan, masyarakat kawasan Indonesia Timur menolak implementasi UU Minerba. Produk hukum tersebut dinilai lebih banyak memberikan dampak buruk, tidak hanya bagi lingkungan hidup tetapi juga ruang produksi dan kehidupan sosial mereka.

“Pengesahan UU Minerba akan mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup, mempercepat pengusiran rakyat dari ruang produksi,” katanya dalam penyampaian pandangan dalam Sidang Rakyat sesi kedua.

Poster Sidang Rakyat yang dibuat Koalisi NGO Bersihkan Indonesia untuk menentang pengesahaan RUU Minerba di Jakarta, 29 Mei-1 Juni 2020. (Facebook/jatam)

Beberapa waktu belakangan, kata Taufik, pemerintah gencar mempromosikan kawasan timur Indonesia kepada investor, baik asing maupun lokal untuk menanamkan modalnya di kawasan ini dengan harapan lapangan kerja baru tercipta dan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut meningkat.

Namun, yang terjadi sebaliknya, yaitu kepentingan masyarakat diabaikan dan kerusakan lingkungan terus terjadi.

Kemudian, berdasarkan kesaksian masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) yang diwakili Pastor Alsis Goa, saat ini sejumlah lahan pertanian habis dicaplok untuk kepentingan investasi pertambangan.

Keseimbangan ekosistem tanah, hutan, dan air rusak akibat penanaman modal tersebut. Padahal, NTT adalah wilayah agraris yang mayoritas penduduknya hidup melalui bercocok tanam.

"Ironis, masyarakat NTT adalah masyarakat agraris, butuh lahan pertanian, sekarang dicaplok untuk kepentingan investasi pertambangan. Warga didesak untuk setuju (memberikan izin pengembangan lahan), (mereka) diancam, diintimidasi oleh pihak-pihak tertentu termasuk pihak keamanan," katanya.

Di Sulawesi Tengah, pembangunan PLTU yang dikelola oleh PT Pusaka Jaya Palu Power (PJPP) membuat warga sekitar mengalami infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Berdasarkan keterangan Arzad Hasan, warga Mpanau, Kecamatan Palu Utara yang mengutip data Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) setempat, sekitar 60 persen penduduk di area PLTU terjangkit ISPA pada saat PJPP mengoperasikan PLTU unit 3 dan 4 pada 2015.

Kabar dari Bali, masyarakat yang bermukim di Desa Celukan Bawang, Buleleng, mengeluhkan, bahwa PLTU yang berdiri di kawasan tersebut merusak ekosistem darat dan laut. Akibat limbah yang dihasilkan, lahan-lahan perkebunan tidak bisa panen secara maksimal dan tangkapan hasil laut pun menurun.

Sama halnya terjadi di Papua, limbah dari perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia, telah membabat habis ekosistem di wilayah pesisir. Bahkan lima sungai hilang akibat pembuangan limbah perusahaan tersebut.

Sidang Rakyat ini akan dilanjutkan Minggu, 31 Mei 2020, dan Senin, 1 Juni 2020.