Rektor IPB: Recovery Pandemi Corona Harus Cermati Perubahan Iklim

Penulis : Betahita.id

Perubahan Iklim

Kamis, 04 Juni 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Rektor IPB University, Prof Arif Satria menyebutkan effort pemerintah dalam recovery pandemi  COVID-19 seharusnya memprioritaskan dampak terhadap perubahan iklim. Hal ini karena pengaruh penggunaan teknologi terbarukan terhadap efisiensi dan penyerapan tenaga kerja lebih signifikan dibanding energi fosil.

“Setiap 10 juta USD spending untuk bidang renewable technology, untuk energy efisiensi dan fosil fuel, ternyata menghasilkan lapangan kerja yang berbeda. Renewable technology ternyata justru menghasilkan lebih banyak, termasuk efisiensi energi juga, sedangkan yang berbasis fosil fuel lebih sedikit,” kata Prof Arif pada Webinar Build Back Better yang dilaksanakan oleh Bappenas, Kamis (28/5/2020).

Soal pangan, lanjut Prof Arif Satria, "Jadi memang persoalan yang terjadi adalah persoalan deglobalisasi. Banyak negara yang sudah berpikir menjaga stok pangannya. Ini menjadi momentum bagi kita untuk semakin menegaskan bahwa kemandarian pangan itu menjadi penting. Memang pemerintah optimis, sampai bulan Agustus mendatang masih aman stok pangan kita, meskipun distribusi di beberapa daerah terhambat,” kata Arif.

Menurutnya, terdapat problem serius yang berkaitan dengan distribusi dan rantai pasok pangan. Saat ini petani di daerah masih memiliki keterbatasan dan kesulitan dalam distribusi meskipun terdapat surplus produksi. Dengan permasalahan tersebut, masalah panen dan kesejahteraan petani akan menjadi permasalahan sosial yang serius apabila tidak ditangani.

Ia pun menegaskan, masalah logistik dan distribusi ini harus segera diselesaikan supaya ketersediaan pangan dapat terjamin di daerah-daerah non produksi pangan. Dalam jangka pendek, perlu diberlakukan kebijakan khusus tentang logistik dan rantai pasok pangan dengan melibatkan BUMN pangan, koperasi dan swasta nasional. Tidak hanya itu, perlu memperluas akses petani, peternak dan nelayan pada jaring pemasaran secara daring, memberikan stimulus ekonomi khusus untuk pertanian dan perdesaan dan dibentuk skema perlindungan dan jaring pengaman sosial.

“Untuk jangka menengah, perlu digalakkan gerakan produksi skala rumah tangga, substitusi impor, penyempurnaan sistem data dan informasi pertanian dan perikanan, mempercepat regenerasi petani dan pengembangan pertanian organik serta implementasi blue economy,” kata Arif seperti dikutip laman IPB University.


Rektor IPB University, Prof Arif Satria

Udara Jakarta bersih pada libur Lebaran 2020, 24 Mei 2020. Kualitas udara Jakarta ini terbaik dalam 5 tahun terakhir. (Dok. Dinas Lingkungan Hidup DKI)

Pandemi COVID-19 memberikan pengaruh secara signifikan bagi lingkungan seperti pengurangan pencemaran karbon di udara dan mampu memperbaiki kualitas udara yang tercemar. Di bidang sosial dan ekonomi, pandemi COVID-19 turut memberikan pengaruh negatif di hampir seluruh negara yang terdampak COVID-19. Adanya dampak buruk tersebut, memaksa berbagai pihak untuk berupaya keras memulihkan kondisi yang ada.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Bappenas, Ir Arifin Rudiyanto menjelaskan pandemi COVID-19 memberikan dampak terhadap pembangunan berkelanjutan nasional. Pandemi COVID-19 di Indonesia diproyeksikan dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yaitu hanya berkisar pada -0,4 sampai 2,3%. Tingkat pengangguran akibat pandemi COVID-19 berada pada kisaran 7,8 sampai 8,5%.

“Kondisi ini tentu akan berdampak pada pencapaian pilar pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pada pilar pembangunan sosial, kelompok yang paling terdampak adalah penduduk miskin dan rentan. Guncangan dari pandemi COVID-19 menyebabkan pergeseran dari kelompok rentan menjadi kelompok miskin baru,” papar Arifin 

Lebih lanjut Arifin menjelaskan, dengan mempertimbangkan dampak yang telah dirasakan, pemerintah menyesuaikan target dan sasaran pembangunan nasional khususnya pada tahun 2020 dan 2021. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 diprediksikan berada pada level -0.4% sampai 2,3%, sedangkan pada 2021 diproyeksikan mencapai 4,5-5,5%.

Untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi sosial, lanjut Arifin, pembangunan 2021 akan difokuskan pada empat hal yaitu: 1) pemulihan industri, pariwisata, dan investasi termasuk penguatan ketahanan pangan; 2) reformasi sistem kesehatan nasional (penguatan germas, health security dan suberdaya); 3) reformasi sistem perlindungan sosial; dan 4) reformasi sistem ketahanan bencana.

“Pemulihan ekonomi dan sosial ini tentunya memiliki tantangan tersendiri, berkaca pada tahun 2009, pemulihan ekonomi dan sosial perlu adanya strategi pemilihan yang lebih baik melalui pembangunan yang rendah emisi karbon agar lebih berkelanjutan,” katanya.