Lindungi Trenggiling, Cina Hapus Sisik Satwa Itu dari Daftar Obat

Penulis : Kennial Laia

Satwa

Senin, 15 Juni 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Sisik trenggiling dihapus dari daftar resmi bahan baku untuk obat tradisional Cina pada 2020. Langkah itu menjadi bagian dari perlindungan satwa itu, yang baru-baru ini dinaikkan statusnya oleh Pemerintah Cina.

Trenggiling merupakan mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia, dengan lebih dari 200.000 dikonsumsi di Asia untuk bagian sisik dan dagingnya. Pada 2019, otoritas Afrika menyita lebih dari 130 ton sisik trenggiling. Angka itu diperkirakan mewakili lebih dari 400 ribu trenggiling, menurut organisasi konservasi WildAid.

Di Indonesia, trenggiling juga menjadi korban perburuan liar. Berkali-kali pihak berwenang menggagalkan ekspor ilegal binang ini, namun perburuan terus terjadi. Baca: Perdagangan 52 Kg Sisik Trenggiling di Kalbar Digagalkan

"Saya sangat senang," kata Sekretaris Jenderal Yayasan Konservasi Biodiversitas dan Pembangunan Hijau Cina, Zhou Jinfeng, dikutip The Guardian. "Upaya bertahun-tahun yang kami lakukan membuahkan hasil,” tambahnya.

Trenggiling menjadi mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Daging dan sisiknya dipercaya dapat memberi manfaat kesehatan di Cina. Foto: WildlifeAid

Saat ini perdagangangan delapan spesies trenggiling dilindungi oleh hukum internasional. Tiga dari empat jenis trenggiling Asia masuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature, dengan status terancam punah. Konsumsi daging dan sisik trenggiling dipercaya dapat memberi manfaat kesehatan dan seksual, terutama di daratan Cina.

Saat pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) berawal, trenggiling diduga sebagai perantara virus tersebut. Selain kelelawar, trenggiling juga membawa Sars-Cov-2 secara alami di dalam tubuhnya. Namun hingga saat ini belum ada kajian positif yang menjamin bahwa trenggiling adalah sumber transmisi Covid-19.

Awal Juni, Dewan Nasional Rakyat Cina mengumumkan melarang pasar hewan di negara tersebut. Cina juga mengubah peraturan mengenai konsumsi satwa liar, yang menghukum perburuan dan perdagangan satwa liar.  

"Cina bergerak cepat untuk menutup pasar satwa liar. Kabar baiknya juga, status lindung trenggiling juga meningkat. Kami berharap langkah ini dapat menghapus perdagangan legal trenggiling dalam waktu dekat," kata CEO WildAid Peter Knights, baru-baru ini diunggah di situs organiasi itu.

"Apakah trenggiling terbukti menjadi spesies vektor dari Covid-19, pedagangan dan konsumsinya harusnya mengindikasikan risiko adanya penyakit baru dan kita harus bergerak untuk mengeliminir risiko sesegera mungkin," ujar Knights.

Data dari C4ADS, 99% penyitaan trenggiling terjadi di Asia. 24% terjadi di perbatasan Cina, diikuti Vietnam dan India. Mayoritas dari satwa itu diperdagangkan di Laos, Thailand, dan India. Sementara itu, penyitaan sisik trenggiling dalam lima tahun terakhir banyak terjadi di perbatasan Cina (31%). Hong Kong juga menyumbang angka 17%.

Data yang tersedia menujukkan bahwa asal mula sisik trenggiling adalah Nigeria (25%), Malaysia (17%), dan Indonesia (12%) sebagai tiga negara penyumbang sisik terbesar.