Walhi: Pelepasan Hutan Lindung Sekadau Jangan Rusak Fungsinya

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Konservasi

Rabu, 05 Agustus 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Pelepasan kawasan hutan lindung seluas 6.901 hektare untuk dibagikan kepada masyarakat di Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat diharapkan tidak merusak fungsi lindung kawasan tersebut. Pemerintah perlu melakukan pendampingan dalam hal pengelolaan lahan tersebut.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalbar, Nicodemus Ale mengatakan, apabila dilihat dari aspek penyediaan lahan untuk masyarakat, kebijakan pemerintah yang melepaskan status kawasan hutan lindung untuk dibagikan kepada masyarakat di Sekadau itu sudah tepat. Karena sejauh ini masyarakat selalu bermasalah dalam hal mendapatkan akses terhadap lahan, akibat status kawasan.

Baca juga: Presiden Jokowi Lepas Hutan Lindung di Sekadau, Dibagi ke Warga

"Hak masyarakat atas lahan selalu terkendala status kawasan. Putusan MK No.35/PUU-x/2012 menyebutkan tidak ada lagi hutan negara di wilayah adat. Itu sebenarnya salah satu modal masyarakat untuk bisa mengakses lahan. Tapi terkadang pemerintah daerah masih agak enggan memberikan. Tapi kalau Pemerintah Daerah Sekadau sudah bisa memahami masyarakat, itu bagus," kata Nicodemus, Selasa (5/8/2020).

Kawasan Hutan Lindung Gunung Naning, Kabupaten Sekadau (Foto Ari-Niko/KpSHK-IMP)

Akan tetapi, lanjut Nicodemus, pelepasan kawasan itu menjadi tidak tepat apabila masyarakat yang mendapatkan lahan tidak dapat memahami dan menjaga fungsi lindung kawasan tersebut. Masyarakat tidak bisa seenaknya mengalihfungsikan lahan yang diberikan tanpa memperhatikan fungsi lindung kawasan itu, apalagi kemudian menjual atau mengalihkan lahan itu kepada investor.

"Yang menjadi pertanyaan adalah, ketika kawasan dikembalikan, apakah masyarakat bisa menjaga fungsinya sebagai fungsi lindung? Kalau tidak maka kebijakan pemerintah itu menjadi kurang pas. Jangan setelah diberikan, masyarakat bisa seenaknya. Harus ada pendampingan, pemahaman dan fasilitasi agar masyarakat komitmen. Tinggal upaya pemerintah agar bersama komunitas fungsi lindung itu tetap terjaga."

Nicodemus mengatakan, ada beberapa pengelolaan kawasan tanpa merusak fungsi ekosistem lingkungan yang ada. Salah satunya menjadikan kawasan tersebut untuk ekowisata dan wisata budaya.

Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Silit, Desa Nanga Pari, Kecamatan Sepauk, Kabupaten Sintang. Masyarakat di dusun itu lebih memilih mengelola kawasan lindung di desanya untuk ekowisata dan wisata budaya.

"Kebetulan potensi tambang dan sawit di sana ada tapi mereka berkomitmen. Sehingga fungsi lindung tetap ada. Konsep seperti ini perlu dikembangkan di Sekadau. Di Bengkayang ada desa yang beririsan dengan cagar alam di sana, dan juga kita dorong untuk ekowisata dan budaya."

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara resmi menerbitkan surat keputusan (SK) terkait pelepasan areal hutan lindung di Sekadau. Pelepasan status hutan lindung ini merupakan tindak lanjut dari usulan yang disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten Sekadau.

"Kabar gembira, kita sudah menerima SK dari Menteri LHK terkait pelepasan kawasan hutan lindung," kata Bupati Sekadau, Rupinus, Kamis (30/7/2020) seperti dikutip dari Antara.

Rupinus berharap putusan KLHK yang membebaskan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan lindung itu memberikan manfaat kepada masyarakat. Dia menambahkan, SK disertai nama daftar 25 desa di 5 kecamatan dan luas tanah pembebasan hutan lindung yang diterima, termasuk peruntukannya apakah itu permukiman, perkebunan dan pertanian.