Kasus Karhutla PT AER dan PT ABP di Kalbar Segera Disidang

Penulis : Kennial Laia

Karhutla

Senin, 10 Agustus 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengatakan, kasus pembakaran hutan dan lahan (karhutla) oleh PT AER dan PT ABP di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, telah siap disidangkan.

Kepala Seksi Gakkum KLHK Wilayah 3 Julian mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan penyidikan perkara karhutla oleh dua perusahaan tersebut. Berkas kasus PT Arrtu Energy Resources (AER) dan PT Arrtu Borneo Perkebunan (ABP) dinyatakan telah lengkap oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat pada 7 Agustus 2020.

PT AER diduga menyebabkan kebakaran di konsesinya seluas 100 hektare dan PT ABP seluas 85 hektare. Lokasi kedua kebakaran terjadi di empat kecamatan, yakni Kecamatan Benua Kayong, Matan Hilir Selatan, Melayu Rayak, dan Nanga Tayap di Kabupaten Ketapang.  

“Kami akan mengawal proses ini sampai ke persidangan. Penyidik pun terus berkoordinasi dengan JPU Kejaksaan Tinggi Kalbar dan pengacara kedua perusahaan,” kata Julian kepada Betahita, Senin, 10 Agustus 2020.

Kebakaran hutan dan lahan di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Foto: Istimewa

Menurut Julian, penyidik telah menyerahkan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum Kejati Kalimantan Barat. Selanjutnya berkas perkara akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Ketapang untuk disidangkan.

Penanganan kasus ini merupakan tindak lanjut dari hasil pemantauan satelit dan verifikasi titik panas (hotspot) di empat lokasi kebakaran pada 8 Agustus 2020. Tim verifikasi menemukan lokasi hotspot berada di areal Izin Usaha Perkebunan PT AER dan PT ABP, dengan luas karhutla masing-masing 100 hektare dan 85 hektare. Penyidik kemudian menindaklanjuti temuan dengan penyidikan.

PT Arrtu Energie Resources dan PT. Arrtu Borneo Perkebunan dikenakan Pasal 98 dan/atau Pasal 99 dan/atau Pasal 108 Jo. Pasal 116 Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp 3 miliar.

Terkait proses hukum ini, Direktur Jenderal Gakkum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan korporasi pelaku pembakaran hutan (karhutla) mendapatkan efek jera. “Penegakan hukum yang kami lakukan ini harus menjadi pembelajaran bagi pembakar hutan dan lahan lainnya,” katanya.