Banteng Jawa di 4 Taman Nasional Memiliki Genetik Murni

Penulis : Betahita.id

Biodiversitas

Jumat, 14 Agustus 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Banteng jawa (B. j. javanicus) yang terdapat di empat Taman Nasional di Pulau Jawa merupakan sub spesies tersendiri. Satwa dilindungi ini masih memiliki genetik murni dan tidak terjadi hibrid berdasarkan pohon filogenetik.

Banteng jawa merupakan sub spesies yang berbeda dengan banteng kalimantan dan masih terpisah secara genetik dengan sapi peliharaan.

Baca juga: Lebih 70 Persen Harimau Sumatera Hidup di Luar Kawasan Konservasi

Hal ini terungkap dari disertasi peneliti Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (B2P2BPTH/Biotifor), Maryatul Qiptiyah, yang disampaikannya pada presentasi hasil studi karyasiswa S3 yang diselenggarakan oleh Pusdiklat Sumber Daya Manusia Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SDM LHK), Selasa (4/8/2020).

Banteng jawa (B. j. javanicus) (KLHK)

Empat Taman Nasional yang menjadi lokasi penelitian disertasi berjudul “Konservasi Genetik Populasi Alam dan Penangkaran Semi In Situ Banteng Jawa (Bos javanicus javanicus) Berdasar Analisis DNA Noninvasif” ini adalah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Taman Nasional Baluran (TNB) dan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Lokasi ini merupakan kawasan konservasi prioritas populasi alam banteng Jawa.

Dijelaskan Maryatul, materi genetik yang digunakan pada penelitian ini berupa feses segar dan dianalisis DNA-nya di Laboratorium Genetika Molekuler Biotifor. Penanda DNA yang digunakan adalah penanda sekuensing DNA mitokondria (region d-loop dan cyt b) dan penanda mikrosatelit.

“Banteng (Bos javanicus d’Alton,1823) merupakan salah satu mamalia termasuk kategori terancam punah (endangered) dan berada pada populasi kecil. Upaya konservasi banteng Jawa tidak sebatas pada aspek ekologi dan demografi namun dilengkapi juga dengan aspek genetika,” tutur Maryatul tentang hasil penelitian sekaligus draft policy brief konservasi genetik banteng jawa tersebut.

Mengutip dari berbagai sumber, Maryatul menyampaikan bahwa upaya perlindungan banteng pada tingkat spesies, baik jumlah populasi maupun habitatnya masih perlu dikembangkan. Menurutnya, Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Banteng (Bos javanicus) Tahun 2010 – 2020 dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P. 58/Menhut-II/2011 bisa dijadikan acuan. “Terkait dengan hal itu, pembaharuan informasi dan pengetahuan mengenai banteng masih diperlukan sebagai dasar dalam pengelolaan populasi dan habitat,” ujarnya.

Mengapresiasi hasil penelitian tersebut, Adi Susmianto, Widyaiswara pada Pusdiklat SDM LHK, selaku salah satu pembahas pada pertemuan ilmiah ini mengatakan, hasil penelitian tersebut sangat penting untuk penyusunan draft policy brief terkait strategi dan rencana aksi konservasi banteng jawa. “Saya sarankan bahwa disertasi ini sangat kuat kontribusinya terhadap review strategi dan rencana aksi konservasi banteng,” ujar Adi seperti dikutip laman KLHK.

Selain Adi Susmianto, acara yang dimoderatori Dr. Gamin, Widyaiswara Pusdiklat SDM LHK ini juga menghadirkan Prof. Ris. Dr. Ir. Garsetiasih, MP., Peneliti Utama pada Pusat Litbang Hutan BLI-KLHK sebagai sebagai pembahas lainnya.

Sebelumnya saat membuka acara, Kepala Pusdiklat SDM LHK Puji Iswari mengatakan bahwa presentasi ini adalah kewajiban bagi karya siswa S2 dan S3, sesuai dengan peraturan Menteri LHK tentang pedoman penyelenggaraan tugas belajar bagi PNS lingkup Kementerian LHK. Dengan demikian pada tahun 2020 ini, B2P2BPTH memiliki 14 orang peneliti yang bergelar doktor.

Sebanyak 81 peserta mengikuti pertemuan ilmiah online ini melalui aplikasi virtual meeting. Peserta terdiri dari pejabat struktural maupun fungsional di lingkungan Kementerian LHK, antara lain Setjen KLHK, Ditjen KSDAE, Ditjen Gakkum, BP2SDM dan BLI serta internal B2P2BPTH