Penelitian: Kerang Hijau dari Laut Jawa Tidak Layak Konsumsi

Penulis : Betahita.id

Lingkungan

Kamis, 03 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Sebagian besar kerang hijau (Perna viridis) yang berasal dari pantai utara Jawa tidak layak konsumsi, demikian hasil Pusat Riset Perikanan Jakarta.

Penelitian ini dipublikasi di Jurnal Oseanologi dan Limnologi dengan judul “Akumulasi Logam Berat pada Kerang Hijau di Perairan Pesisir Jawa.”

Para peneliti yang terdiri atas Ariani Andayani, Isti Koesharyani, Ulfa Fayumi, Rasidi, dan Ketut Sugama menyatakan, kerang hijau yang banyak dibudidayakan di perairan pantai utara Pulau Jawa, terpapar oleh limbah.

Hal ini karena Jawa sebagai pusat ekonomi, menghasilkan limbah yang terbuang ke sungai dan akhirnya ke laut.

Kerang Hijau (freepik,com)

Tujuan penelitian ini untuk mengukur akumulasi logam berat seperti raksa (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd) yang terdapat pada tubuh kerang hijau.

Sampel kerang hijau diambil pada 2017, dari satu stasiun (pengepul) di empat lokasi yang berdekatan dengan lokasi budidaya di pesisir Jawa yaitu dari perairan pantai Panimbang, Teluk Jakarta, Brebes, dan Cirebon.

Hasil analisa kandungan logam berat Hg, Pb, dan Cd di empat lokasi sebagai berikut: Panimbang berkisar dari tidak terdeteksi hingga <0,22 mg/kg, Teluk Jakarta berkisar dari 0,42 mg/kg hingga 29,4 mg/kg, Brebes 0,01 mg/kg hingga 3,52 mg/kg, dan Cirebon 0,01 mg/kg hingga 2,66 mg/kg.

Berdasarkan penelitian ini, diambil kesimpulan bahwa sebagian besar kerang hijau yang diproduksi dari pantai utara Jawa telah tercemar logam berat dan tidak layak konsumsi.

Cemaran logam berat Hg, Pb dan Cd pada kerang bila dikonsumsi akan menyebabkan keracunan. Keracunan Hg menyebabkan penyakit neurotoksik.

Keracunan Pb dapat berpengaruh pada hampir semua sistem organ manusia, anak di bawah usia enam tahun lebih rentan terhadap efek Pb, juga keracunan timbal pada wanita hamil dapat berakibat serius pada janin.

Organ paling terpengaruh terhadap keracunan Pb adalah sistem hematopoetik, sistem saraf pusat, sistem saraf tepi, dan ginjal.

Keracunan Pb dapat mempengaruhi sistem peredaran darah, sistem saraf, sistem urinaria, sistem reproduksi, sistem endokrin, dan jantung. Efek keracunan Pb menyebabkan penyakit paru-paru dan kerusakan saraf (neurotoksik).

Keracunan Pb memiliki efek buruk pada perilaku dan mental perkembangan anak-anak berusia 2-4 tahun. Paparan timbal pada masa kanak-kanak mempengaruhi perkembangan saraf dan temperamen anak usia dini.
Kadmium yang termakan akan menyebabkan mual, muntah, salivasi, diare dan kejang perut. Efek racun dari kadmium menyebabkan kerusakan pada paru, ginjal, hati dan tulang.

Sampel kerang hijau yang diperoleh para peneliti dari Uranenggala, Kabupaten Cirebon dan Losari, Kabupaten Brebes tidak layak konsumsi karena Pb dan Cd melebihi ambang batas.

Kondisi paling buruk, menurut para peneliti, adalah kerang hijau dari Teluk Jakarta yang telah tercemar Hg, Pb, dan Cd dengan konsentrasi tinggi sehingga tidak layak dikonsumsi.

Mengonsumsi kerang hijau menjadi berbahaya jika dibudidayakan di perairan yang tercemar. Hasil ini menegaskan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang menyebutkan bahwa kerang hijau dari Teluk Jakarta tidak layak dikonsumsi akibat pencemaran logam berat (Hg, Pb, Cd).

Telah banyak penelitian di Teluk Jakarta yang menunjukan bahwa kerang hijau hasil budidaya tidak layak konsumsi.

Adapun kerang hijau dari Panimbang masih bisa dikonsumsi, namun perlu waspada karena kandungan Cd mendekati ambang batas.

Sejauh ini, kerang hijau sering digunakan sebagai indikator pencemaran bahan organik yang bersifat toksik di suatu perairan. Hal ini karena kerang hijau hidup secara sesil, sehingga dapat mengakumulasi bahan toksik seperti logam berat.*

DARILAUT.ID | TERAS.ID