Happy Hypoxia, Penderita Covid-19 tanpa Gejala

Penulis : Betahita.id

Covid-19

Senin, 07 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Tiga pasien Covid-19 di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, meninggal setelah sebelumnya mengalami happy hypoxia. Dikenal juga sebagai silent hypoxia, ini adalah gejala Covid-19 yang berada di antara gejala tak biasa dan sulit dipahami.

Hypoxia atau hypoxemia itu sendiri adalah kondisi di mana kadar oksigen dalam tubuh drop jauh di bawah 90 persen. Ini sebuah kondisi yang mengancam jiwa, namun happy hipoxia atau silent hypoxia terjadi ketika individunya masih bisa bernapas normal. Bahkan tidak ada gejalanya yang terlihat sama sekali kalau kadar oksigen yang didistribusikan dalam tubuhnya menipis, seperti sesak napas, napas yang memburu dan dangkal, atau tanda lainnya.

Para pasiennya kerap tidak menyadari kalau tubuhnya kehabisan oksigen dan parahnya, ketika seharusnya megap-megap mencari oksigen, mereka justru terlihat nyaman dan normal. Hasil sebuah studi yang dipublikasi Juli 2020 mengatakan kalau silent hipoxia pada pasien Covid-19 telah membuat banyak dokter bertanya-tanya karena apa yang terlihat telah menyimpang dari pemahaman dasar biologi. Hasil studi itu dipublikasikan dalam American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. Di sana para peneliti melukiskan fenomena tersebut sebagai 'membingungkan' dan 'sulit dipahami'.

Baca juga:
Cegukan Gejala Baru Covid-19? Simak yang Terjadi dalam Kasus Ini 

Ilustrasi vaksin Covid-19 (pikist.com)

Normalnya, saturasi oksigen dalam darah sebesar 95-100 persen. Fungsi saturasi ini yang membuat sel darah merah atau hemoglobin dapat mengikat oksigen dengan baik lalu akan menyampaikannya ke seluruh sel pada jaringan tubuh.

Namun, saat mengalami hypoxia maka saturasi oksigen mengalami penurunan, di bawah level normal. "Tapi dalam beberapa kejadian, pasien masih nyaman dan bahkan bisa berponsel saat di mana dokter seharusnya sudah harus menyusupkan ventilator mekanis kepadanya," kata Martin J. Tobin, ketua tim studi itu.

Tobin, ahli peyakit paru di Loyola University Chicago Stritch School of Medicine, Amerika Serikt, menemukan fenomena itu saat meneliti 16 pasien Covid-19 yang memiliki kadar oksigen dalam darahnya sangat rendah. Bahkan ada yang sampai 50 persen.

Tobin menelisik pula bagaimana otak merespons kadar oksigen yang drop itu hingga si pasien bisa 'tak merasakannya', atau terlambat merasakannya. "Mungkin saja virus corona mempengaruhi fungsi tubuh yang bisa merasakan kadar rendah oksigen," katanya seperti dikutip dari Medical Express.

Fenomena dalam studi itu serupa dengan temuan yang diumumkan Tim penyakit infeksi emerging (PIE) RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Senin 23 Agustus 2020. Beberapa pasien Covid-19 di rumah sakit itu terlihat biasa-biasa saja, atau setidaknya hanya sedikit sesak. Padahal saat dicek, saturasi oksigennya sudah di level 70 hingga 80 persen.

"Hasil analisis gas darah arteri (AGD) juga menunjukkan tanda gagal napas. Tetapi pasien saat itu baik-baik saja, bisa berkomunikasi seperti biasa," kata Wisuda Moniqa Silviyana, dokter spesialis penyakit paru.

TEMPO.CO | TERAS.ID