KPK Diminta Usut Korupsi PLTU Tarahan, Tak Berhenti di Emir Moeis

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

PLTU

Jumat, 18 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Kasus suap dalam tender pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Tarahan dengan terdakwa mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Periode 2000-2003, Emir Moeis, layak dilanjutkan.

Masih ada beberapa pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut namun lepas dari jerat hukum, demikian laporan Coalruption 2 berjudul Korupsi PLTU Tarahan: Jangan Berhenti di Emir Moeis, KPLTU Tarahan PK Harus Tuntut Korporasi Yang Terlibat, yang dirilis koalisi masyarakat sipil #BersihkanIndonesia, Kamis (17/9/2020).

Laporan tersebut menguraikan bagaimana peran-peran sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam suap proyek tender pembangunan PLTU Tarahan Lot-3 beberapa tahun silam.

"Kita menyebutkan kasus di (PLTU) Tarahan ini sebagai kolaborasi birokrat dan korporasi dalam terjadinya tindak pidana korupsi," ujar Direktur Hukum Yayasan Auriga Nusantara, Roni Syahputra, dalam konferensi pers peluncuran Laporan Coalruption 2, yang digelar secara virtual, Kamis.

Laporan Coalruption 2, Korupsi PLTU Tarahan: Jangan Berhenti di Emir Moeis, KPK Harus Tuntut Korporasi Yang Terlibat.

Dalam kasus suap tersebut, Emir Moeis telah dinyatakan bersalah dan divonis pidana penjara 3 tahun dan denda Rp150 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 14 April 2014. Emir Moeis terbukti menerima uang  USD423.985 sekitar Rp6,3 miliar dari Konsorsium Alstom Power Inc. (Marubeni Corp., Alstom Power Inc, dan Alstom Power ESI).

Uang itu sebagai balas jasa mengupayakan Konsorsium Alstom Power Inc. menang tender proyek pembangunan PLTU Tarahan Lot-3 (Stream Generator dan Auxilaries) di Lampung pada 2005-2007 silam. Namun sayangnya, kasus yang akhirnya terungkap pada 2012 tersebut hanya menjerat Emir Moeis. Padahal, berdasarkan fakta hukum persidangan, ada pihak lain yang berperan aktif dalam suap tersebut.

Peran pihak lain 

Menurut Roni Syahputra, salah satu yang diduga terlibat adalah Pirooz Muhammad Sarafi, Direktur PT Pacific Resources Inc. yang memiliki hubungan kerja dengan Konsorsium Alstom Power Inc. sebagai konsultan dalam tender proyek PLTU Tarahan. 

Warga Amerika Serikat ini diketahui merupakan sosok perantara atau makelar yang menghubungkan Konsorsium Alstom dengan Emir Moeis. Dari fakta persidangan diketahui bahwa pada 2004 silam Pirooz pernah menemui Emir Moeis di gedung DPR RI menginformasikan dan meminta bantuan Emir Moies untuk melakukan pendekatan atau memperkenalkan Pirooz kepada pejabat-pejabat terkait pelelangan proyek PLTU Tarahan.

Dalam kesaksian tertulis di sidang, Pirooz menyatakan ia yang menyerahkan uang dari Konsorsium Alstom Power Inc. kepada Emir Moeis. Penyerahan uang tersebut dilakukan dalam 5 tahap, melalui transfer antarrekening bank. Yakni pada 29 Agustus 2005 senilai USD64.120, pada 14 Desember 2005 senilai USD99.955, pada 1 Maret 2006 sebesar USD100.000, pada 8 Agustus 2006 sebesar USD79.955 dan pada 9 Maret 2007 sebesar USD79.955.

Akan tetapi, duit suap tersebut tidak secara langsung ditransfer ke rekening Emir Moeis, melainkan ditransfer ke rekening Bank Century milik PT Artha Nusantara Utama (ANU). PT ANU sendiri merupakan perusahaan jasa konsultasi yang didirikan Armand Oemar Moeis, yang tak lain adalah anak Emir Moeis.

Transfer dana yang dilakukan Pirooz untuk Emir Moeis melalui PT ANU ini dilakukan dengan modus kerja sama bisnis batu bara antara PT Pacific Resources Inc. dan PT ANU.

Padahal berdasarkan fakta persidangan, perjanjian kerja sama bisnis batu bara dua perusahaan itu tidak pernah ada.  

Emir Moeis dalam pleidoi mempertanyakan sikap KPK yang tidak adil, karena dianggap mengistimewakan Pirooz Muhammad Sarafi. Hal tersebut tercantum dalam pledoi (nota pembelaan) penasihat hukum Emir Moeis, yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (17/3/2014) seperti diberitakan Beritasatu.

Selain Pirooz, ada nama lain yang juga diduga terlibat dalam penyuapan Emir, ykni Zuliansyah Putra Zulkarnain. Direktur PT ANU ini berperan dalam penyerahan duit suap yang telah diterima perusahaannya dari Konsorsium Alstom Power Inc. melalui Pirooz, kepada Emir Moeis.

Berdasarkan fakta persidangan, Zuliansyah yang juga Staf Ahli Emir Moeis, melakukan pencairan uang dari rekening PT ANU untuk diberikan kepada Emir Moeis. Sebagian besar uang diserahkan melalui transfer antar-rekening dan sebagian lainnya diserahkan langsung kepada Emir Moeis. Setelah proses pengambilan uang itu selesai, pada 2007 Zuliansyah melakukan penutupan rekening PT ANU di Bank Century.

"Zuliansyah ini pernah dicekal oleh KPK dalam penyidikan di tahun 2013. Tetapi ketika surat pencekalan itu keluar yang bersangkutan telah berada di luar negeri. Hingga saat sekarang walaupun dia (Zuliansyah) telah kembali tapi proses hukum terhadap yang bersangkutan belum jelas."

Pihak lain yang juga diduga terlibat dalam melancarkan kemenangan Konsorsium Alstom Power Inc dalam tender PLTU Tarahan adalah Eko Sulianto, Development Director Alstom Power Energy System Indonesia (ESI) dan Eddie Widiono Suwondho yang kala itu menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT PLN.

Eko Sulianto diketahui berperan mengatur lobi-lobi dengan pihak penyelenggara tender dan membuat profiling Emir Moeis untuk diserahkan kepada pihak Alstom Power Inc. Pada 19 Februari 2002 silam, Eko diketahui pernah bertemu dengan Emir Moeis dan memintanya mengupayakan cara mendiskualifikasi Mitsui Engineering & Shipping Co Ltd Mitsui Corporation, saingan Konsorsium Alstom Power Inc., dalam proses lelang. Kala itu Emir berjanji akan segera bertemu dengan Dirut PT PLN Eddie Widiono untuk membicarakan permintaan itu.

"Terakhir kita ketahui bahwa Eko Sulianto dari Alstom Power ESI juga sudah diproses di pengadilan distrik Connecticut di Amerika Serikat tahun 2015 dan sampai hari ini masih berproses,"kata Rony.

Berselang 9 bulan kemudian, yakni pada Desember 2002, Emir Moeis melakukan sejumlah pertemuan dengan petinggi Alstom Power Inc. Di antaranya di Paris dan Washington DC, dengan biaya Alstom.

Pertemuan tersebut terkait dengan pemenangan Konsorsium Alstom Power dalam tender proyek PLTU Tarahan. Di Paris, Emir ditemani Pirooz bertemu dengan Regional Sales and Marketing Director Alstom Power, Frederic Pierucci. Sedangkan di Washington DC, Emir bertemu dengan petinggi Alstom Power, David Gerald dan William Pomponi.

Rony menytakan, mantan Dirut PT PLN, Eddie Widiono, juga diduga memiliki andil dalam pemenangan Konsorsium Alstom dalam tender proyek PLTU Tarahan. Konsorsium Alstom Power Inc. menang tender setelah melalui empat kali evaluasi tender. Pada evaluasi pertama, kedua dan ketiga, Konsorsium Alstom Power telah dinyatakan kalah dari saingannya, Mitsubishi Corporation. Akan tetapi pihak PT PLN meminta dilakukan evaluasi ulang.

Hasilnya pada proses evaluasi keempat, Konsorsium Alstom mematok angka USD118 juta sedangkan Mitsubishi USD121 juta. Hasil evaluasi keempat inilah yang kemudian digunakan oleh PT PLN untuk menetapkan Konsorsium Alstom Power Inc. sebagai pemenang proyek dengan harga penawaran yang lebih rendah.

Pada 6 Mei 2004, Konsorsium Alstom Power Inc ditetapkan sebagai pemenang lelang proyek PLTU Tarahan dan menandatangi kontrak "Tarahan Coal Fired Steam Power Plant Project Units 3 & 4 (2 x 100 MW) Nomor 06.PJ/063/PIKITRING SBS/2004, tertanggal 26 Juli 2004, Lot-3: Steam Generator & Auxiliaries". Dengan nilai kontrak sebesar USD117.281.900 dan Rp8.917.468.000 setelah dipotong pajak sebesar 10 persen.

Eddie juga disebut-sebut pernah mengajukan seorang kawannya untuk mengantikan Pirooz sebagai Konsultan Konsorsium Alstom Power. Permintaan tersebut dipenuhi dengan pertimbangan bahwa Eddie adalah teman dekat Emir Moeis, yang mana keduanya sudah berteman sejak bersekolah di SMA yang sama. Akan tetapi Pirooz tetap mendapat bayaran, yang sebelumnya 3 persen menjadi 1 persen dari nilai proyek PLTU Tarahan.

"Dalam kasus itu diduga ada keterlibatan Eddie Widiono pada waktu itu. Tapi proses hukumnya tidak jelas," kata Rony.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pernah menyebutkan duggak keterlibatan Eddie. "Mengenai PLN itu, silakan Anda buka lagi kasus PLN yang melibatkan EW," tutur  Bambang Widjojanto di kantornya Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (26/7/2012) seperti dilaporkan Detik"Pasti ada (keterlibatan PLN) tapi bagaimana modusnya tentu tidak bisa disampaikan," ujar Bambang. Johan memastikan dalam kasus ini baru Emir yang ditetapkan sebagai tersangka.

Eddie Widiono membantah tudingan itu, bahkan ia menyatakan tidak ada pengaturan proyek pembangkit listrik tenaga uap di Tarahan hingga dimenangkan PT Alstom Indonesia. "Tidak ada pengaturan proyek," kata Eddie usai diperiksa di Komisi Pemberantasn Korupsi, Rabu, 17 Oktober 2012, seperti diberitakan Tempo.

Berdasarkan fakta-fakta persidangan dan keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut, Koalisi #BersihkanIndonesia beranggapan para penegak hukum seharusnya melakukan tindakan hukum terhadap Pirooz Muhammad Sarafi yang ternyata memilik peran penting sebagai perantara dan makelar dalam tindak pidana yang dilakukan Emir Moeis.

Selain itu, tindakan hukum juga selayaknya dilakukan terhadap Zuliansyah Putra Zulkarnain karena membantu Emir Moeis mendapatkan fee atau bayaran jasa dari Alstom Power Inc. dan Marubeni Corp.

Kemudian, kerja sama bisnis batu bara antara Pasific Resources Inc. dan PT ANU diduga kuat dibuat hanya untuk menyamarkan uang yang dikirim oleh Pirooz kepada Emir Moeis sebagai bayaran atas batuan memenangkan Konsorsium Alstom Power Inc. dalam lelang pembangunan PLTU Tarahan. Sehingga Koalisi #BersihkanIndonesia menilai dua perusahaan tersebut juga patut dikenakan pidana, dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurut Roni, UU TPPU bisa digunakan dalam kasus ini. Namun sayangnya UU tersebut tidak digunakan oleh KPK untuk menghukum Emir Moeis. Akibatnya, tidak ada aset harta hasil korupsi Emir yang bisa disita.

"Itu sangat disayangkan sekali. Karena ketika dia hanya diproses menggunakan UU Tindak Pidana Korupsi maka kemungkinan harta-harta yang bersangkutan yang didapatkan dari hasil korupsi tidak bisa disita dan faktanya begitu."

Para Petinggi Alstom Power dan Marubeni Diadili di Amerika Serikat

Dalam kasus ini, pihak penyuap Emir Moeis telah dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman denda senilai USD88 juta dan USD772 juta oleh The United Stated Departement of Justice Negara Bagian Connecticut, Amerika Serikat. Mereka yang terhukum adalah David Gerald Rothschild sebagai Vice Director Regional Sales Alstom Power Inc., Marubeni Corp. Jepang, William Pompeni sebagai Vice President of Sales for The French dan Frederic Pierucci sebagai Executive Alstom Paris. Penuntutan kepada para penyuap Emir Moeis ini didasarkan pada The Foreign Corrupt Practices Act of 1977.

Namun celakanya, denda atas kerugian negara akibat suap Emir yang dibayarkan tersebut tidak masuk ke Indonesia. Melainkan diterima oleh negara bagian Connecticut, Amerika Serikat. Padahal tindak pidana kasus suap ini terjadi di Indonesia. Sehingga Koalisi #BersihkanIndonesia menilai KPK selayaknya menjadikan putusan ini untuk menuntut Konsorsium Alstom Power sebagai penyuap.

Roni Syahputra menilai, meski para pelaku suap Emir itu telah dihukum di Amerika Serikat, namun masih ada beberapa hal yang bisa dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan kerugian negara akibat kasus suap yang dilakukan oleh Alstom Power Inc. dan Marubeni Corp ini.

Yang pertama, meminta Pemerintah Negara Bagian Connecticut untuk menyerahkan denda yang dibayarkan oleh para terhukum, kepada Pemerintah Indonesia. Namun hal tersebut bergantung pada sejauh mana tingkat kepercayaan dari Pemerintah Amerika Serikat kepada Pemerintah Indonesia.

"Takut-takutnya nanti diserahkan uangnya lagi, malah dikorupsi lagi."

Yang kedua, menghukum Konsorsium Alstom Power di Indonesia. Meskipun ada perdebatan pada konsep daluwarsa dalam hukum pidana Indonesia, namun peluang tersebut masih terbuka.

"Tapi dalam kasus ini kita harus melihat bahwa proses persidangan terjadi di Amerika. Dapat saja itu ditarik juga ditarik ke Indonesia ketika memang penegak hukum Indonesia ingin serius dalam penanganan kasusnya."

Terakhir, sebagai upaya untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi, Koalisi #BersihkanIndonesia berpendapat seharusnya Pemerintah Indonesia menetapkan perdagangan pengaruh (trading in influence) sebagai tindak pidana, sebagaimana telah ditegaskan oleh United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).