Bertahun-Tahun Dibiarkan, Galian Pasir di Hutan Sorong Ditutup

Penulis : Betahita.id

Deforestasi

Senin, 28 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Tim operasi gabungan penertiban tambang ilegal berhasil menghentikan penambangan ilegal galian C di dalam kawasan Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, Papua Barat, pada Kamis (24/09/2020).

Petugas menyita sejumlah alat berat dan truk, serta memeriksa 57 operator yang ada di lokasi.

Tim operasi gabungan terdiri Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Maluku Papua, bersama-sama dengan Dinas Kehutanan, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Korwas PPNS Ditreskrimsus Polda Papua Barat, Denpom XVII/1 Sorong, Satuan Batalion B Pelopor Sat Brimob Polda Papua Barat, dan KPHL Unit II Sorong.

Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Maluku-Papua, Leonardo Gultom yang memimpin operasi penghentian tambang ilegal tersebut dalam keterangan tertulisnya (25/9/2020), mengatakan, saat ini tim sedang memeriksa dan meminta keterangan dari 57 operator. Apabila cukup bukti yang mengarah kepada tindak pidana, penyidik akan melanjutkan ke tingkat penyidikan. 

Gultom menambahkan, operasi gabungan dilakukan untuk merespon pengaduan masyarakat atas masifnya penambangan ilegal galian C di kawasan Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, yang mengakibatkan hilangnya wilayah resapan air dan meningkatkan risiko bencana. Dampak dari penambangan ilegal mengakibatkan banjir dan tanah longsor. 

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat, Runaweri F menyatakan mendukung kegiatan operasi di kawasan Hutan Lindung Remu Kota Sorong karena kegiatan penambangan illegal tersebut sudah terjadi bertahun-tahun sehingga merusak tutupan hutan dan merugikan kelestarian alam.

Lokasi penambangan illegal tersebut berada dalam kawasan hutan lindung berdasarkan pada Surat Keputusan (SK) No.783/Menhut-II/2004 tanggal 22 September 2014 sehingga berdasarkan pada SK tersebut kegiatan penambangan jelas-jelas melanggar ketentuan undang-undang. 

Dukungan juga disampaikan oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Provinsi Papua Barat, Abdul Latief Suaeri yang menyatakan bahwa, dampak dari penambangan illegal tersebut telah merusak lingkungan di Kota Sorong, banjir dan tanah longsor adalah bukti telah adanya kerusakan ekologis di Kota Sorong.

Penegakan hukum lingkungan mutlak dilakukan untuk membangun kesadaran kolektif masyarakat dan sekaligus menjadi alat pemerintah untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, KLHK, Rasio Ridho Sani di Jakarta (25/9/2020) menyampaikan bahwa, kejahatan penambangan ilegal dan perusakan kawasan hutan harus ditindak tegas dan pelakunya dihukum seberat-beratnya.
Kerusakan hutan akibat galian pasir ilegal di Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, Papua Barat

Dampak dari kejahatan ini jelas sekali merusak lingkungan dan membahayakan masyarakat, serta sangat merugikan negara. Harus kita hentikan sekelompok orang yang melakukan kejahatan untuk memperkaya diri mereka dengan mengorbankan lingkungan dan masyarakat serta merugikan negara.

Rasio Sani mengingatkan bahwa KLHK tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan penambangan ilegal di kawasan hutan.

"Kami akan terus memburu pelaku yang menjadi otak penambangan ilegal galian C di kawasan hutan ini. Para pelaku akan ditindak dengan pidana berlapis baik menggunakan UU Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) maupun UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)."

Pelaku akan dikenakan Pidana Berlapis yaitu Pasal 17 Ayat 1 Jo. Pasal 89 Ayat1 dan Ayat 2 Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dengan ancaman penjara pidana 20 tahun dan denda Rp 50 miliar. Penyidik juga akan menggunakan Pasal 98 dan/atau Pasal 109 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman penjara 15 tahun dan denda Rp 15 miliar.

Penambangan ilegal galian C di dalam kawasan Hutan Lindung Remu, Kota Sorong, Papua Barat, Kamis (24/09/2020).