KNPA: 60 Tahun UU Pokok Agraria Diselewengkan

Penulis : Raden Ariyo Wicaksono

Agraria

Senin, 28 September 2020

Editor :

BETAHITA.ID -  Pada 24 September 1960, dengan mengusung semangat tanah untuk kaum tani dan masyarakat marjinal lainnya di pedesaan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dilahirkan. Kelahiran Undang-Undang Pokok Agraria ini kemudian dijadikan sebagai Hari Tani Nasional (HTN).

Namun sejak dilahirkan 60 tahun silam, UUPA masih dianggap belum dijalankan secara penuh. Bahkan UUPA dinilai telah diselewengkan oleh kekuasaan. Penyelewengan dimaksud telah menghasilkan ketimpangan dan penderitaan rakyat secara berkepanjangan.

Begitulah sedikit pendahuluan Manifesto Politik Agraria Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) dalam peringatan Hari Tani Nasional 2020, sekaligus peringatan 60 tahun UUPA. Manifesto ini merupakan hasil Rembuk Nasional Gerakan Reforma Agraria, yang digelar 20-24 September 2020 oleh KNPA bersama 290 organisasi rakyat, NGO, dan aliansi HTN di seluruh wilayah negeri.

Manifesto Politik Agraria tersebut dibacakan bergantian oleh Dewi Kartika dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Sunarno dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), ), Rukka Sombolinggi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), M. Arirah Fitra dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi–Dewan Nasional (LMND-DN) dan Nur Hidayati  dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), melalui siaran langsung Pembacaan Manifesto Politik Reforma Agraria, Jumat (25/9/2020).

Lahan yang masih berkonflik dengan PT WKS di Desa Lubuk Mandarsah, Kabupaten Tebo./Foto: Dokumentasi Walhi Jambi

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika mengatakan, agenda politik reforma agraria makin diselewengkan pemerintah. Menurutnya, hal itu terbukti dari konflik-konflik yang dialami petani yang tak kunjung dituntaskan.

"PTPN atau BUMN, Perhutani, HTI, izin tambang yang berhadap-hadapan dengan desa atau kampung, tanah pertanian dan kebun rakyat tidak disentuh. Pemerintah masih kasuistik dan sangat lambat. Sementara pengalokasian tanah bagi pengusaha dan badan usaha lebih cepat diakomodasi. Sehingga melahirkan ketimpangan," kata Dewi Kartika, Jumat (25/9/2020).

Ketimpangan Penguasaan Lahan

Membacakan Manifesto Politik Reforma Agraria, Kartika Dewi mengatakan, indeks ketimpangan penguasaan tanah telah mencapai puncak ketimpangan yang tidak pernah terjadi dalam sejarah sebelumnya. Yang mana 1 persen pengusaha menguasai 68 persen tanah di negara ini. Sebaliknya, sedikitnya 15,8 juta rumah tangga petani masing-masing hanya menguasai tanah seluas kurang dari 0,5 hektare.

Sementara itu pada sektor perkebunan sawit, 25 grup perusahaan mendominasi penguasaan tanah seluas sekitar 16,3 juta hektare. Kemudian hutan seluas 30,7 juta hektare dikuasai oleh 500 perusahaan dan sektor tambang menguasai sekitar 37 juta hektare tanah.

Praktik penguasaan tanah luas dan kekayaan alam di dalamnya ini telah menyebabkan akumulasi tumpang tindih klaim hak dan perizinan di antara industri perkebunan, kehutanan, dan pertambangan. Tumpang tindih para pemilik modal bersama elit politik telah berdiri di atas perampasan tanah-tanah rakyat dan penghancuran alam.

Konsentrasi penguasaan tanah oleh segelintir kelompok, alias monopoli tanah oleh konglomerat, badan usaha swasta dan negara telah mengakibakan meletusnya berbagai konflik agraria di seluruh negeri. Berdasarkan catatan KNPA, dalam kurun waktu satu dekade (2009-2019) terakhir telah terjadi setidaknya 3.447 kejadian konflik agraria seluas 9,2 juta hektare dengan jumlah korban keluarga petani sebanyak 1,5 juta keluarga.

"Konflik agraria yang bersifat struktural ini berlangsung di seluruh sektor pembangunan. Baik perkebunan, kehutanan, liberalisasi pertanian, pertambangan, pembangunan infrastruktur, pengembangan kawasan properti, serta pesisir, kelautan dan pulau-pulau kecil."

Bahkan, selama masa pendemi COVID-19 ini letusan konflik agraria dan kekerasan terhadap petani dan rakyat tetap terjadi. Sedikitnya ada 35 konflik agratia selama masa pandemi. Diiringi dengan 39 kasus kriminalisasi dan intimidasi, serta 2 petani tewas di wilayah konflik karena mempertahankan wilayah hidupnya.

Konflik agraria dinilai sebagai cerminan atas terjadinya praktik perampasan tanah yang dijalankan atas nama hukum yang dikendalikan oleh modal. Perampasan tanah juga menjadi sebab-sebab hilangnya kedaulatan pangan petani dan komunitas masyarakat adat, serta pertanian alami yang telah membudaya di tengah masyarakat.

Sekretaris Jenderal Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno melanjutkan, pembangunan ekonomi dengan cara merampas tanah untuk rakyat ini sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan UUP. Konsep pembangunan semacam ini telah menghapus cita-cita UUPA tentang kedaulatan ekonomi, politik dan sosial budaya masyarakat di alam kemerdekaan.

"Bahkan, Bung Hatta pernah mengatakan, 'saya lebih rela Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada tetap dalam cengkeraman kapitalisme'. Namun sayang, negeri ini terjerembab dalam kapitalisme yang semakin dalam," kata Sunarno.

Perampasan tanah rakyat pedesaan, lanjut Sunarno, juga telah mengakibatkan masyarakat pedesaan terlempar dari tanahnya dan menjadi tenaga kerja murah, pekerja informal yang bermigrasi ke kota hingga ke luar negara. Perampasan tanah juga menjadi sebab-sebab hilangnya kedaulatan pangan petani dan komunitas masyarakat adat. Bahkan telah mengakibatkan krisis pangan. Ironisnya, persoalan ini dijawab oleh negara dengan membuka seluas-luasnya importasi pangan.

"Akhirnya, enam dekade ini, Indonesia bukan hanya menjadi pasar global bagi barang manufaktur industri, namun juga pasar bagi hasil pertanian luar berupa beras, kedelai, gandum, daging, garam, susu dan buah-buahan. Mulusnya pengerukan kekayaan alam dan derasnya barang impor didukung oleh jaringan infrastruktur yang semakin terkoneksi. Ironisnya, infrastruktur tersebut dibiayai oleh utang."

Perampasan tanah telah membuat buruh, petani, nelayan, masyarakat adat hidup dalam situasi yang buruk. Di sana, kita bisa menyaksikan situasi kaum perempuan dan anak jauh lebih menderita karena ketidakadilan berlapis yang dialami kelompok perempuan.

Biang Perusakan Lingkungan

Perampasan tanah juga biang keladi kerusakan lingkungan, hilangnya hutan, perubahan iklim dan kejahatan ekologis di Indonesia. Bahkan, beberapa tahun terakhir, rencana negara untuk mengubah posisi Indonesia tidak semata-mata mengekspor bahan mentah, namun bahan setengah jadi, telah membuat negara ini membutuhkan listrik yang semakin besar.

"Sayangnya, karena pertalian kapitalisme pembangunan pembangkit energi listrik tersebut adalah relokasi industri listrik batu bara dari negara-negara yang telah menyadari jahatnya pembangkit listrik tersebut terhadap lingkungan dan iklim."

Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi melanjutkan, kelestarian alam dapat berlangsung apabila sumber-sumber agraria dikelola secara adil, tanpa ekonomi politik yang liberal dan kapitalistik. Upaya pemulihan bumi dan daya dukung lingkungan secara terus-menerus untuk menopang kehidupan manusia melalui sistem sosial, ekonomi, politik, budaya dan ekologi yang berbasiskan kerakyatan.

"Sementara sistem yang bersifat eksploitatif dan merusak ditinggalkan, berganti dengan mengakarnya prinsip-prinsip kearifan lokal dan budaya agraris serta bahari setempat," kata Rukka.

Untuk menopang eksistensi pertanian keluarga, lanju Rukka, maka usaha-usaha tani ditansformasikan menuju industrialisasi di pedesaan, yang dicirikan dengan menguatnya sentra-sentra produksi pertanian dan pengolahan hasil panen petani dan tangkap nelayan sebagai produsen pangan Negara. Industrilisasi pedesaan milik badan-badan usaha milik tani dan nelayan ini menguasai pengetahuan, teknologi dan pasar.

Mendorong kehidupan demokrasi Indonesia yang menjadi tempat bertumbuhnya kebebasan petani untuk berserikat, berpedapat dalam menentukan arah perjuangan reforma agraria. Ditunjukkan dengan berkembangnya dan menguatnya serikat-serikat rakyat, sekolah petani dan regenerasi petani yang sadar perjuangan kelasnya. Politik organisasi kaum tani dan gerakan sosial menjadi kekuatan revolusional mewujudkan reforma agraria sejati.

Tatanan ekonomi global yang mengokohkan identitas kebangsaan, kemandirian ekonomi dan kedaulatan bangsa. Sebab itu, sistem ekonomi neoliberal yang eksploitatif terhadap sumber-sumber agraria Indonesia, dan cenderung mematikan pusat-pusat produksi rakyat di dalam negeri haruslah dikikis. Adanya globalisasi keadilan menggantikan globalisasi perdagangan yang disetir pasar dan utang.

Rukka melanjutkan, ada mitos-mitos yang berkeliaran di Indonesia. Mitos tentang resesi ekonomi yang hanya dapat diatasi dengan kapitalisme dan liberalisme sumber-sumber agraria melalui RUU Cipta Kerja. Ada mitos lain bahwa RUU Cilaka akan menyediaan pekerjaan dan kesejahteraan.

Mitos reforma agraria sebagai proyek bagi-bagi sertifikasi saja, dan bahwa petani serta masyarakat adat tidak bisa dipercaya, illegal karena mempertahankan tanahnya. Mitos bahwa RUU Cilaka adalah masalah ketenagakerjaan saja. Ada pula mitos pengadaan tanah bagi investor sulit, UUPA sudah ketinggalan jaman dan RUU Cilaka relevan menggantikannya. Begitu pun mitos terhadap elemen gerakan rakyat lainnya.

"Banyak mitos yang melemahkan posisi rakyat oleh kapitalisme, sebab itu gotong-royong menyatukan modal sosial, ekonomi dan politik yang dimiliki gerakan penting disatupadukan menjadi kekuatan baru gerakan politik agraria Indonesia."

Petani dan buruh tani adalah kaum terhisap dan terbanyak dari penduduk Indonesia. Dulu kaum petani adalah kumpulan solidaritas korban konflik agraria, kini telah berubah menjadi rakyat yang terorganisir dalam serikat-serikat dan bertransformasi menjadi motor pergerakan perjuangan reforma agraria.

Kemenangan Petani

Perlahan tapi pasti, lokasi-lokasi reforma agraria atas inisiatif rakyat di 534 desa atau kampung sekitar 700 ribu hektare sudah direklaiming dari tangan perusahaan dan pemerintah oleh petani Anggota Konsorsium Pembaruan Agraria. Kemajuan ini tak lepas dari kokohnya organisasi petani.

"Tidak berhenti di penguasaan kembali tanah oleh petani, melalui serikat mendorong kerja-kerja perbaikan tata kuasa, tata guna, tata kelola, tata produksi, tata distribusi hingga konsumsi, dan membangun badan usaha bersama milik petani berupa koperasi dan credit union."

Serikat petani dengan pengetahuannya juga mampu mengubah dan menghentikan banyak kebijakan yang akan menyengsarakan hidupnya, dengan memenangi pertarungan argumentasi di meja-meja advokasi kebijakan. Gerakan reforma agraria bersama serikat tani dapat menunjukan perannya sebagai kelas pembebas bagi kaum dan gerakannya.

Lebih lanjut M. Arirah Fitra dari Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi–Dewan Nasional (LMND-DN) mengatakan, program-program neoliberalisme semakin marak belakangan ini. Buruh dijadikan komoditas oleh kaum pemodal, akibatnya kaum buruh selalu ditumbalkan demi menyelamatkan keuntungan pengusaha. Dalam hal hak atas tanahnya, negara tidak pernah memberikan hak konstitusional buruh, mayoritas kaum buruh masih landless dan hidup di pemukiman yang tidak layak.

Melalui federasi dan organisasinya 178 ribu buruh di bawah bendera merah KASBI dan KPBI yang tersebar di sektor sektor industri manufaktur, migas, BUMN/BUMND, perkebunan, pertambangan, tenaga medis, perikanan dan pertanian mampu mengorganisir diri untuk membebaskan dari penghisapan.

"Gerakan buruh terus membesarkan gerakannya dengan bersekutu dengan petani, petani membantu buruh, buruh menguatkan petani merupakan semangat dari Gerakan Ekonomi Solidaritas Lumbung Agraria (GESLA). Kemandirian ekonomi buruh dan petani bukan hal yang mustahil, jika ke depan persatuan gerakan rakyat diperkuat dan dibarengi langkah kolektif yang nyata," kata Arirah, Jumat (25/9/2020).

Masyarakat Adat dan bangsa Indonesia memiliki sikap berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya. UUPA mencerminkan pengakuan hukum adat beserta hak ulayatnya sebagai bagian dari hukum agraria nasional.

Namun penetrasi kapitalisme melalui tangan-tangan pemerintah, pengusaha dan aparat bersenjata, telah merusak tatanan pemerintahan adat bahkan menghilangkan penguasaan wilayah adatnya. Perjuangan masyarakat adat melawan kapitalisme tersebut melalui pemetaan wilayah adat lebih dari 9 juta hektare.

Bagi Masyarakat adat, semangat gotong-royong dan solidaritas yang dibangun bersama terbukti menjamin kedaulatan pangan di wilayah-wilayah adat. Introduksi ilmu pengetahuan dan teknologi penting untuk memperkuat pengetahuan dan teknologi yang diwarisi dari leluhur kita.

"Mulai membangun unit-unit produksi yang kokoh di komunitas masyarakat adat, serta mengembangkan sistim pasar lokal yang menjembatani masyarakat adat dengan orang lain di sekitar kita."

Tanah-tanah, perkampungan dan wilayah tangkap nelayan tidak luput juga dari perampasan demi kepentingan pengusaha tambang, pariwisata dan infrastruktur. Ketika mempertahankan haknya, nelayan justru dijebloslan ke penjara. Namun, di tengah krisis agraria yang ada, nelayan mulai membangun ekonomi mandirinya, mulai membentuk koperasi produksi nelayan dan hasil olahan ikan untuk mewujudkan kemakmurannya.

"Kesadaran kritis atas ketidakadilan yang dialami nelayan merupakan bahan bakar perlawanan dan menjadikan mereka bagian dari gerakan."

Perempuan Jadi Buruh Murah

Kapitalisme agraria juga menyebabkan perempuan yang sebelumnya bertani, kehilangan tanahnya dan terpaksa menjadi buruh upah murah pabrik-pabrik, hingga menjadi TKW ke luarg negeri. Jaminan hak atas tanah yang sama antara laki-laki dan perempuan telah dimandatkan UUPA. Akan tetapi bagi perempuan petani, ketimpangan dan ketidakadilan agraria yang dihadapi menjadi berlapis, bukan hanya ketimpangan kepemilikan lahan antara korporasi besar, namun juga ketimpangan penguasaan tanah di tingkat komunitas.

"Hal ini akibat budaya patriaki di dalam masyarakat yang masih meminggirkan perempuan secara sosial dan politik perempuan dari pengambilan keputusan organisasi dan sumber-sumber agrarianya."

Padahal banyak kajian menunjukkan bahwa peran dan kontribusi perempuan petani untuk mengelola dan menjaga sumber-sumber agraria jauh lebih banyak dari laki-laki. Mulai dari jam kerja, beban kerja, pengetahuan mengolah benih, hutan, rumah hingga organisasinya.

Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Nur Hidayati mengatakan, dalam sejarah gerakan rakyat, mahasiswa dan pemuda selalu memimpin dan memberi energi perjuangan dalam setiap agenda rakyat. Untuk itu mahasiswa perlu memahami bahwa penetrasi kapitalisme pendidikan melalui perguruan tinggi, akan menjadikan mahasiswa sebagai komoditas untuk memperkaya pengusaha dengan menjadi buruh diperusahaan dan pemerintahan.

Di tengah kondisi tersebut tidak sedikit juga mahasiswa dan ragam organisasinya telah mampu melawan ketidakadilan dengan berdiri di barisan gerakan rakyat seperti buruh dan petani. Mahasiswa melalui organisasinya telah memiliki tekad dan arah tujuan kemana ilmu pengetahuannya harus disebarkan.

Masalah-masalah utama kaum tani, buruh, nelayan, masyarakat adat, perempuan, mahasiswa dan rakyat tak bertanah lainnya tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kapitalisme di Indonesia. Sistem ekonomi politik selama ini hanya bertujuan menyejahterakan pengusaha, elit politik dan tuan tanah lainnya.

"Karena itu, gerakan rakyat harus bersatu padu mendukung dan memperjuangkan pelaksanaan reforma agraria berdasarkan inisiatif rakyat atau agrarian reform by leverage. Konsolidasi modal ekonomi, sosial, politik dan pengetahuan rakyat adalah dasar dari pembentukan kekuatan politik kolektif gerakan rakyat, sebagai jawaban dari tujuan mulia keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Nur Hidayati.


Kepala Departemen Kampanye dan Manajemen Pengetahuan KPA Beni Wijaya mengatakan, peringatan HTN 2020 digelar secara serentak di 60 kota kabupaten dengan menggelar aksi demonstrasi menuntut pemerintah untuk membatalkan Omnibuslaw dan mendorong untuk menjalankan reformas sejati. Manifesto ini merupakan sikap politik aliansi gerakan rakyat yang lahir dari penggalian atas situasi kebijakan agraria dalam Rembuk Nasional Gerakan Reforma Agraria.

"Kami juga mengecam aksi represif dan kriminalisasi kawan-kawan kami oleh aparat keamanan di berbagai kota kabupaten hanya karena membela hak-hak kaum tani di peringatan HTN kemarin. Kami menuntut kepada presiden untuk segera melepaskan kawan-kawan kami tanpa syarat," kata Benny.