LIPI Meminta Pemerintah Kaji Ulang Peraturan Terkait Ekspor Benur

Penulis : Kennial Laia

Ekologi

Selasa, 01 Desember 2020

Editor :

BETAHITA.ID - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia meminta pemerintah merevisi kebijakan terkait ekspor benur lobster. Kebijakan tersebut tertuang di dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang disahkan pada 5 Mei 2020. 

Baca juga Emil Salim Minta Jokowi Hentikan Ekspor Benih Lobster

Menurut peneliti kebijakan kelautan dan perikanan Pusat Penelitian Politik LIPI Anta Maulana Nasution, produk hukum tersebut cukup baik karena mengatur mengenai pengelolaan dan budidaya lobster. Namun, ada beberapa hal yang menurutnya perlu dikaji ulang, terutama yang tertuang dalam Pasal 5.

“Tidak perlu dicabut karena ini membawa kebaruan. Namun, memang ada masalah terkait peraturan ini, terutama kebijakan ekspor benur di dalam Pasal 5. Ini yang perlu dikaji ulang," kata Anta kepada wartawan dalam diskusi virtual, Senin, 30 November 2020.

Ilustrasi benih lobster. Foto: KKP

Menurut Anta, ada tiga hal yang perlu dikaji ulang dalam peraturan tersebut. Salah satunya terkait ketentuan mengenai budidaya, budidaya keberlanjutan lobster, dan mengembalikan dua persen hasil budidaya lobster ke habitat aslinya. 

“Budidaya lobster itu enam hingga tujuh bulan lamanya. Tapi kebijakan ini keluar pada bulan Mei dan Juni-Juli sudah ekspor pertama. Ini kebijakannya baru sebulan, tapi sudah ekspor. Ini patut dicurigai. Apakah perusahaan pengekspor sudah melakukan budidaya dan panen?” katanya.

Poin kedua terkait ketentuan yang mewajibkan eksportir mendapatkan rekomendasi dari Komnas Kajian Stok Ikan. Menurut Anta, komite tersebut baru dibentuk pada 27 Oktober lalu. Namun, ekspor telah berjalan sejak Juni 2020. “Ini bisa jadi evaluasi ke depan,” katanya.

Selain itu, pemerintah perlu mengkaji ulang mengenai potensi relasi kuasa dalam rantai ekspor benur di Indonesia. Menurutnya, aspek tersebut rawan disalahgunakan, karena relasi kuasa berpengaruh untuk memetakan pihak siapa saja yang berhak untuk ekspor. Terkait hal itu, baru-baru ini Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dugaan kasus korupsi terkait izin ekspor benur. 

Anta mencontohkan keberadaan tim uji tuntas eksportir. Menurutnya, tim seperti itu harusnya melibatkan akademisi, ilmuwan, dan praktisi yang tidak berkepentingan secara politik. Hal itu untuk mencegah terjadinya potensi relasi kuasa. “Semua proses harus transparan,” katanya.