Warga Kinipan Gugat Bupati Lamandau ke PTUN, Cari Perlindungan

Penulis : R. Ariyo Wicaksono

Hukum

Minggu, 10 Januari 2021

Editor :

BETAHITA.ID -  Masyarakat Adat Laman Kinipan, yang sedang berkonflik dengan perusahaan besar swasta perkebunan sawit, menggugat Bupati Lamandau ke Pengadilan Tata Usaha Negara Palangka Raya, karena dinilai abai terhadap permohonan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat yang mereka ajukan.

Baca juga Wamen LHK Setuju Hutan Kinipan jadi Hutan Adat

Kuasa Hukum Masyarakat Adat Kinipan, Aryo Nugroho Waluyo mengatakan, pada 4 Desember 2020 perwakilan Masyarakat Adat Laman Kinipan mengajukan permohonan pengakuan dan  perlindungan sebagai masyarakat adat kepada Bupati Lamandau, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2014. Namun hal tersebut tidak mendapat respon dari Bupati Lamandau.

"Tentu ini membuat Masyarakat Adat Laman Kinipan dirugikan. Mengapa? Mengingat wilayah mereka telah terancam oleh adanya investasi. Padahal maksud permohonan itu untuk meminta perlindungan. Oleh karena sikap diamnya Bupati Lamandau sehingga kami menempuh jalur gugatan untuk mendapatkan hak perlindungan sebagai masyarakat adat dari pemerintah daerah," kata Aryo, Rabu (6/1/2021).

Kartinus bersama tokoh adat Desa Kinipan, membacakan syair ratapannya dalam Aksi Meratap Massal dan Tanam Pohon di lokasi lahan yang sudah dibabat dan dibersihkan untuk perkebunan sawit PT SML, Sabtu (19/1/2019)./ Foto: Raden Ariyo Wicaksono Betahita.id

Permohonan yang diajukan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan, dilengkapi hasil pemetaan wilayah adat, uraian sejarah keberadaan masyarakat adat di Kinipan dan lain sebagainya. Menurut Aryo, selain mengajukan permohonan kepada Bupati, Masyarakat Adat Laman Kinipan pada 2016 lalu juga telah melakukan deklarasi Masyarakat Adat Laman Kinipan dan wilayahnya.

"Namun hal tersebut tidak menjadi pintu masuk bagi Pemda untuk menindaklanjuti. Lalu dikuatkan dengan adanya legal formal untuk Masyarakat Adat Laman Kinipan. Inilah cerita yang sebenarnya cukup panjang."

Kuasa hukum Masyarakat Adat Laman Kinipan lainnya, Parlin B. Hutabarat menuturkan, gugatan yang diajukan Masyarakat Adat Laman Kinipan ini secara resmi didaftarkan ke PTUN Palangka Raya pada 4 Januari 2021, atau terhitung satu bulan sejak permohonan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat diajukan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan kepada Bupati Lamandau. Dengan Nomor Register 1/P/FP/2021/PTUN.PLK, dengan pihak tergugat adalah Bupati Kabupaten Lamandau.

Gugatan ini, kata Parlin, dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kepastian hukum dari pemerintah daerah melalui putusan pengadilan. Pengajuan gugatan ini juga merupakan hak konstitusional masyarakat adat yang telah diakui oleh negara sebagai subyek hukum, di mana hal tersebut merujuk kepada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 B Ayat (2) dan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Parlin menjelaskan, latar belakang gugatan hukum ke PTUN ini menjadi pilihan yang harus ditempuh dikarenakan Bupati Lamandau sebagai pejabat pemerintah mengabaikan kewenangannya untuk melakukan tindakan dan atau keputusan dalam melaksanakan tahapan-tahapan pengakuan Masyarakat Hukum Adat Laman Kinipan.

"Sikap abai Bupati Lamandau itu merugikan kepentingan pemohon untuk mendapatkan status sebagai subjek hukum komunal yang memiliki hak-hak komunal yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan," kata Parlin, Rabu (6/1/2021).

Terusik Investasi Sawit

Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalteng, Ferdi menguraikan, Masyarakat Adat Laman Kinipan telah hidup secara turun temurun memegang tradisi dari para leluhur mereka hingga sekarang. Masyarakatyang merupakan bagian dari Masyarakat Adat Dayak Tomun ini hidup selaras alam, memanfaatkan dan mengambil dari alam seperlunya agar alam tetap lestari sampai ke generasi selanjutnya.

Namun apa yang menjadi prinsip hidup Masyarakat Adat Laman Kinipan itu kini terusik dengan hadirnya investasi perkebunan sawit berskala besar yang beroperasi di wilayah adat Kinipan. Kehadiran investasi tersebut mengakibatkan rusaknya bentang alam yang telah lama dijaga dengan baik oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan.

"Kini Masyarakat Adat Laman Kinipan terkena imbasnya. Berupa bencana banjir tiap tahunnya. Gugatan yang yang diajukan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan kepada Bupati Lamandau ini merupakan sebuah upaya untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah daerah atas nasib mereka sekarang ini," ujar Ferdi, dalam konferensi pers yang digelar secara virtual pada Selasa (5/1/2021).

Di kesempatan yang sama, Direktur Save Our Borneo Safrudin menyatakan, gugatan yang dilayangkan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan di PTUN Palangka Raya ini merupakan bentuk dari kekecewaan masyarakat kepada pemerintah daerah yang hingga kini dinilai abai untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat khususnya Masyarakat Hukum Adat Laman Kinipan.

Hal senada juga disampaikan Dimas N. Hartono, Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng. Dimas mengatakan, berdasarkan catatan Walhi Kalteng, pada 2019 lalu hampir seluruh wilayah Masyarakat Adat Laman Kinipan terendam banjir, sebuah bencana ekologis yang terjadi akibat hutan terus dibabat hingga menyebabkan hilangnya daya tampung lingkungan.

"Padahal tahun-tahun sebelumnya saat investasi belum masuk ke wilayah Kinipan bencana banjir tidak pernah terjadi," kata Dimas, Selasa (5/1/2021).

Dimintai tanggapannya tentang gugatan Masyarakat Adat Laman Kinipan tersebut, Bupati Lamandau, Hendra Lesmana mengaku belum mengetahui secara detil mengenai apa yang digugatkan oleh Masyarakat Adat Laman Kinipan.

"Kami tunggu saja sampai materi gugatan didapatkan dari PTUN baru kami kasih tanggapan secara konkret. Proses di Pemkab Lamandau di saat saya menjabat ini sebenarnya sudah maju. Mulai dari pembentukan tim, tentu tahapan-tahapan sampai ke pengakuan secara formal terhadap MHA (masyarakat hukum adat) akan kita upayakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan," kata Hendra, Rabu (6/1/2021).