Komisi IV DPR, Banjir Kalsel Dampak Kebijakan Pemerintah

Penulis : Kennial Laia

Lingkungan

Jumat, 05 Februari 2021

Editor :

BETAHITA.ID - Banjir besar yang melanda Kalimantan Selatan Januari silam bukan hanya karena anomali cuaca, melainkan dipicu berbagai kebijakan pemerintah yang tidak tepat dan efektif dalam pengelolaan lingkungan.

Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Luluk Nur Hamidah saat rapat dengar pendapat dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar beserta jajaran di Senayan, Jakarta, Senin, 1 Februari 2021. Rapat tersebut disiarkan langsung melalui kanal Youtube Komisi IV DPR RI.

“Anomali cuaca ini tidak hanya dampak, tapi juga ada kausalitas yang menjadi konsekuensi dari manajemen lingkungan yang salah,” kata Luluk, politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Senin, 1 Februari 2021.

Luluk menyoroti masifnya pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar di Pulau Kalimantan. Dalam lima tahun terakhir, katanya, terjadi peningkatan alih fungsi lahan dari 15% ke 72% di pulau tersebut. Sementara itu, pembukaan lahan untuk tambang juga meningkat 13% dalam dua tahun terakhir. 

Anggota Komisi IV DPR RI Luluk Nur Hamidah (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa) dalam rapat dengar pendapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Jakarta, Senin, 1 Februari 2021. Foto: DPR RI

Terkait hal itu, Luluk mengkritisi pengelolaan lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurutnya, kementerian tersebut belum mampu membentuk mitigasi bencana yang memadai di Indonesia seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan.  

Dampaknya, kata Luluk, sekitar 18.350 hektare di 11 kabupaten terancam gagal panen. Karena itu KLHK harus bertindak dan membuat kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut, seperti moratorium lahan.

“Segenap aktivitas ekonomi atau yang terkait dengan eksploitasi yang tidak mendukung terwujudnya ekologi yang berkeadilan dan berkelanjutan harus disetop,” tegasnya.

Yohanis Fransiskus Lema dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mengatakan, bencana seperti banjir bandang dan perubahan iklim merupakan manmade disaster atau bencana akibat aktivitas manusia. Dia menyorot alih fungsi lahan dan perusakan lingkungan hidup. Menurutnya, kejahatan lingkungan tersebut sebagian beasr dilakukan oleh negara dan korporasi.

“Saya ingin ada sikap tegas dari penegakan hukum. Bukan cuma sanksi, tapi juga proses hukum kepada mereka,” katanya. “Audit ekologis itu perlu dan kita berharap ada keadilan untuk ekologi. Kita tidak boleh main-main karena ini bumi rumah kita,” pungkasnya.